MANILA
- Juru bicara Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Ernesto Abella,
membantah bahwa Duterte memberikan “lampu hijau” pada Presiden Indonesia
Joko Widod (Jokowi) untuk mengeksekusi Mary Jane Veloso. Filipina juga
mengklaim eksekusi terpidana mati kasus narkoba itu belum dijadwalkan
oleh Indonesia.
Abella menekankan bahwa Duterte tidak
mempersilakan Jokowi untuk melanjutkan eksekusi pada Mary Jane. Duterte
saat bertemu Jokowi di Jakarta mengucapkan; ”Ikuti hukum Anda sendiri.
Saya tidak akan mengintervensi.”
Ketika ditanya apakah kata-kata
Duterte disalahartikan, Abella menjawab; "Saya tidak mengatakan itu
disalahartikan, tapi itulah cara mereka menerjemahkan itu ke bahasa
Inggris.”
Menurut
Abella eksekusi Mary Jane telah ditangguhkan tanpa batas waktu,
sehingga tidak perlu mencari grasi pada Indonesia untuk saat ini.
”Tidak
perlu untuk mencari grasi karena tidak ada eksekusi yang dijadwalkan,”
kata Abella dalam konferensi pers, Selasa (13/9/2016), seperti dikutip Philstar.
Di
akun Facebook-nya, dan seperti yang dilaporkan oleh Manila Bulletin,
Menteri Pertanian Filipina, Emmanuel Pinol, mengatakan bahwa dia berada
dalam pertemuan antara Duterte dan Jokowi. Menteri Filipina ini
menuliskan ucapan Duterte pada Jokowi.”Saya menghormati hukum Anda,
tetapi kami (yang) memohon grasi Anda.”
Sebelumnya diberitakan bahwa Presiden Jokowi mengklaim Duterte mempersilakan jika Mary Jane dieksekusi oleh Indonesia.
“Saya
sampaikan tentang Mary Jane dan saya bercerita bahwa Mary Jane itu
membawa 2,6 kilogram heroin,” ujar Jokowi kepada wartawan usai
melaksanakan salat Idul Adha di Masjid Agung At Tsauroh, Serang, Banten,
kemarin. “Presiden Duterte saat itu menyampaikan silakan kalau mau
dieksekusi,” lanjut Jokowi.
Mary Jane Veloso ditangkap di
bandara Yogyakarta pada tahun 2010 setelah aparat Indonesia menemukan
2,6 kilogram heroin di bagasinya. Wanita itu membantah menjadi gembong
narkoba dan mengklaim bahwa dia tidak tahu jika heroin itu ada di
bagasinya.
Menurutnya, dia ditipu kelompok sindikat ketika dia
mencari pekerjaan ke luar negeri. Dia seharusnya dieksekusi oleh regu
tembak Indonesia pada bulan April 2015, tetapi ditangguhkan setelah
orang yang merekrutnya menyerahkan diri ke polisi Filipina.
Credit Sindonews