Jumat, 19 Oktober 2018

Perusahaan Pemasok Apple Pindah dari Cina ke Vietnam


AirPods
AirPods
Foto: Youtube
Perang dagang membuat perusahaan perakit Airpods Apple pindah ke Vietnam.



CB, BEIJING -- Perusahaan Cina yang merakit AirPods Apple akan memindahkan lokasi produksinya dari Cina ke Vietnam. Hal itu karena perang dagang antara Cina-AS meningkat menyusul keputusan AS menerapkan tarif lebih tinggi terhadap sekitar 250 miliar dolar AS barang-barang dari Cina.


Menurut laporan harian ekonomi Jepang Nikkei Asia Review, awal Oktober ini, GoerTek, sebuah perusahaan yang berbasis di provinsi Shandong (Cina) meminta kepada seluruh pemasoknya dalam membuat AirPod untuk mengapalkan seluruh komponen langsung ke Vietnam.

ABC sudah mendapatkan laporan semi tahunan Goertek untuk 2018 di mana presiden komisaris perusahaan tersebut Jiang Bin mengatakan keuntungan bersih perusahaannya turun 38,11 persen tahun ini turun sekitar 140 juta dolar Australia dibandingkan keuntungan tahun sebelumnya.


"Karena faktor makro ekonomi - seperti fluktuasi pasar dunia dan juga perang dagang AS-Cina, operasi dan manajemen perusahaan menjadi lebih sulit." kata Jiang dalam laporan tersebut.


Ini terjadi meski Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa tarif untuk produk teknologi tinggi seperti AirPod tidak termasuk dalam kenaikan tarif yang diumumkan akhir September.


Hari Selasa, GoerTek juga mengumumkan rencana untuk menanamkan modal 200 juta dolar Australia untuk memproduksi drone dan headphone pintar di Nanning di Cina selatan, yang lebih dekat dengan lokasi perusahaan di Vietnam sehingga pengiriman barang antar kedua lokasi lebih mudah dilakukan. GoerTek bukanlah satu-satunya perusahaan yang memindahkan operasinya karena perang dagang.


Awal bulan ini, pejabat Taiwan mengatakan bahwa hampir 30 perusahaan telah meninggalkan Cina dan beralih ke Taiwan, dengan alasan terkena dampak perang dagang.


Pendiri lembaga pemikir Taiwan GoldenRock, Jason Wu mengatakan banyak perusahaan Taiwan ini meninggalkan Cina, bukan saja karena perang dagang, juga karena situasi politik Cina yang semakin tegang di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping.


"Banyak pengusaha Taiwan terus memantau situasi." kata Wu kepada ABC.




"Karena selain perang dagang, semakin ketatnya situasi politik dan ekonomi dan juga kesulitan keuangan yang ada di Cina menjadi masalah mengapa perusahaan Taiwan memikirkan untuk pindah ke tempat lain."



Jason Wu mengatakan Taiwan sudah memberi sumbangan besar bagi industri manufaktur Cina selama satu generasi terakhir khususnya di bidang elektronik dan manufaktur. Itu karena Cina memberikan kondisi yang bagus bagi kehadiran bisnis asal Taiwan.


Dari Made in Cina menjadi Made in South-East Asia



US President Donald Trump and China's President Xi Jinping
Photo: Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump terlibat perang dagang antar kedua negara. (Reuters: Carlos Barria)


Perusahaan Jepang di Cina juga dilaporkan mengalami dampak atas meningkatnya perang dagang antara AS dan Cina. Di kota Suzhou, di Cina Timur di mana terdapat banyak perusahaan asing, sejumlah perusahaan Jepang telah menutup operasi secara permanen sejak tahun lalu, menurut media resmi pemerintah Cina 21st Century Business Herald.


Perusahaan manufaktur raksasa Jepang Omron, yang memproduksi layar LED untuk berbagai produk elektronik, mengumumkan penutupan perusahaannya di Suzhou tiga bulan setelah Samsung menutup pabriknya di Shenzhen, kawasan yang sudah lama dikenal sebagai pusat teknologi dan inovasi Cina.


Namun begitu, tampaknya para pemimpin Cina tidaklah terlalu mengkhawatirkan hal seperti ini, karena industri manufaktur di sana sekarang ini sedang melakukan upgrade dan mulai berpindah dari manufaktur yang mengandalkan tenaga manusia, ke produk yang berteknologi tinggi.


Industri elektronik Cina memiliki nilai sekitar 3,5 triliun dolar Australia pada 2017, dan diperkirakann akan terus meningkat, karena Cina sekarang sedang meluncurkan strategi Made in China 2025. Strategi akan menekankan manufaktur digital untuk memberikan nilai lebih bagi Cina di tengah perubahan ekonomi global.


China
Photo: China mulai beralih juga dari industri manufaktur menggunakan tenaga manusia ke industri digital teknologi tinggi. (Reuters: Bobby Yip)


Dalam beberapa kasus kota-kota di pedalaman seperti Chongqing dan Chengdu di provinsi Sichuan sudah mulai melakukan perakitan elektronik yang menggunakan tenaga kerja. Sementara perusahaan lainya memindahkan produksi ke negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Kamboja, dan Malaysia, dimana ongkos tenaga kerja lebih murah.



Credit  republika.co.id