Aktivis mencurigai pengadaan alat yang tak terkait dengan lembaga pendidikan.
CB,
BEIJING -- Keberadaan kamp tawanan untuk Muslim Uighur di Xinjiang,
Cina masih menuai perdebatan. Seperti dilansir
BBC, Rabu
(24/10), pada 12 Juli 2015 tempat yang diduga sebagai kamp tersebut
belum terlihat keberadaannya. Gambar satelit hanya menunjukan lahan
kosong.
Saat itu rasanya tidak mungkin untuk memulai penyelidikan atas salah
satu masalah hak asasi manusia yang paling mendesak di masa kini.
Namun, tidak kurang dari tiga tahun kemudian atau pada 22 April 2018,
foto satelit dari lokasi yang sama menunjukkan sesuatu yang baru.
Sebuah bangunan ditutupi dengan dinding eksterior sepanjang 2 km
diselingi oleh 16 menara penjaga.
Laporan bahwa Cina
mengoperasikan sistem kamp tawanan untuk Muslim di Xinjiang mulai muncul
tahun lalu. Foto satelit itu ditemukan oleh para peneliti yang mencari
bukti sistem itu pada perangkat lunak pemetaan global, Google Earth.
Penemuan
menunjukkan lokasi kamp di luar kota kecil Dabancheng, sekitar satu jam
perjalanan dari ibu kota provinsi, Urumqi. Untuk dapat masuk ke wilayah
ini tidaklah mudah. Penjagaan yang dilakukan pihak keamanan begitu
ketat.
Seperti dilansir
Aljazirah,
Rabu (24/10), televisi negara Cina sering menayangkan kehidupan di
kamp. Kamp tampak seperti sekolah modern di mana siswa terlihat senang
saat belajar bahasa Mandarin, melatih keterampilan, dan menjalankan
hobi seperti olahraga dan tarian rakyat.
Namun awal tahun
ini, salah satu departemen pemerintah lokal yang bertanggung jawab atas
fasilitas tersebut di Prefektur Hotan Xinjiang diketahui membeli
beberapa peralatan yang tidak ada hubungannya dengan aktivitas
pendidikan. Yakni 2.768 tongkat polisi, 550 gergaji listrik, 1.367
pasang borgol, dan 2.792 kaleng lada semprot.
Daftar
belanjaan ini di antara lebih dari seribu permintaan pengadaan yang
dibuat oleh pemerintah lokal di wilayah Xinjiang sejak awal 2017 terkait
dengan pembangunan dan pengelolaan sistem yang disebut oleh Cina pusat
pendidikan dan pelatihan kejuruan.
Fasilitas-fasilitas itu
telah menarik perhatian internasional. Para aktivis HAM menggambarkan
itu sebagai kamp tawanan politik yang diduga menahan satu juta etnis
Uighur dan minoritas Muslim lainnya.
Beijing sebelumnya
telah menyangkal keberadaan kamp itu. Tetapi kecaman global, termasuk
dari PBB dan AS, memicu perang kata-kata.
Propaganda
pemerintah bersikeras bahwa pusat-pusat itu ditujukan untuk melawan
penyebaran separatisme, kekerasan dan "ekstremisme" agama melalui
pendidikan dan pelatihan kerja.
Namun, pemeriksaan AFP
terhadap lebih dari 1.500 dokumen pemerintah yang tersedia untuk publik -
mulai dari tender dan anggaran hingga laporan kerja resmi - menunjukkan
bahwa pusat-pusat tersebut dijalankan lebih seperti penjara daripada
sekolah.
Menurut dokumen itu, ribuan penjaga dilengkapi
dengan gas air mata, senjata dan, stun gun. Siswa dijaga ketat di
fasilitas yang dikelilingi dengan kawat berduri dan kamera inframerah.
“Kami
tersebut harus mengajar seperti sekolah, dikelola seperti militer, dan
dibuat seperti penjara", kata satu dokumen, mengutip sekretaris partai
Xinjiang, Chen Quanguo.
Dokumen juga menyebutkan bahwa
untuk membangun warga Cina yang baru dan lebih baik, maka kamp-kamp
tersebut harus terlebih dahulu memutus garis keturunan dan hubungan
mereka, ideologi, serta menghilangkan asal-usul mereka.
Menurut
data yang dikumpulkan oleh AFP, kamp yang ditampilkan oleh televisi
negara CCTV pekan lalu adalah salah satu dari setidaknya 181 fasilitas
di Xinjiang.
Berdasarkan laporan BBC, gambar Google Earth
memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan beberapa tahun untuk diperbarui.
Namun sumber-sumber lain dari fotografi satelit - seperti database
Sentinel Badan Antariksa Eropa - menyediakan gambar yang jauh lebih
sering, meskipun dengan resolusi jauh lebih rendah.
Gambar Sentinel pada Oktober 2018 menunjukkan beberapa situs telah berkembang dengan sangat cepat.
Kamp
tawanan itu terlihat begitu sangat besar. Dan itu hanyalah salah satu
dari banyak bentuk penjara besar serupa yang dibangun di Xinjiang dalam
beberapa tahun terakhir.
“Ini adalah sekolah pendidikan
ulang. Ada puluhan ribu orang di sana sekarang. Mereka memiliki beberapa
masalah dengan pikiran mereka,” kata seorang pengusaha hotel di wilayah
Dabancheng seperti dilansir
BBC. Namun, fasilitas raksasa ini terlihat tidak cocok dengan definisi sekolah pada umumnya.