MOSKOW
- Presiden Rusia, Vladimir Putin menyatakan pihaknya tidak memilih
untuk meninggalkan G7. Putin kemudian menyatakan Moskow siap menjadi
tuan rumah kelompok kerjasama itu, jika negara anggotanya bersedia
datang.
"Kami tidak (memilih untuk) meninggalkannya, rekan-rekan kami menolak untuk datang ke Rusia karena alasan yang diketahui di beberapa titik. Tolong, kami akan senang melihat semua orang di sini di Moskow," ucap Putin, seperti dilansir Reuters pada Minggu (10/6).
Kelompok G7, sebelumnya bernama G8. Nama kelompok itu berubah menjadi G7 setelah Rusia didepak dari kelompok kerja itu, tidak lama setelah krisis Ukraina pecah, yang berujung pada pisakhnya Crimea dari Ukraina.
Pernyataan Putin ini merupakan respon atas pernyataan yang dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), DOnald Trump. Dalam pertemuan G7 yang berlangsung di Kanda tengah pekan ini, Trump mengatakan bahwa Rusia seharusnya menghadiri pertemuan itu.
Sementara itu, sebelumnya Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov menegaskan Rusia tidak pernah memohon untuk diundang kembali ke kelompok G8.
"Rusia tidak pernah memohon untuk kembali. Ketika mitra Barat kami membuat keputusan untuk tidak berpartisipasi dalam G8 lagi dengan kembali ke format G7, kami mengambilnya sebagai keputusan mereka. Dan kami bekerja dengan sempurna dalam format lain, seperti SCO (Organisasi Kerja Sama Shanghai), BRICS, dan terutama G20, di mana mitra kami berbagi pendekatan kami," kata Lavrov.
Diplomat senior Rusia ini juga menekankan bahwa G20 adalah format yang paling menjanjikan, karena itu adalah platform untuk menemukan konsensus."Ultimatum tidak bekerja dalam G20, negosiasi diperlukan di sana. G20 adalah mekanisme untuk mencapai konsensus. Saya percaya itu adalah opsi yang paling menjanjikan untuk masa depan," ujarnya.
G20 terdiri dari 20 negara dengan ekonomi terkemuka di dunia: Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, Jerman, Prancis, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris, AS, serta Uni Eropa. Forum global ini bertujuan untuk mengembangkan kebijakan global untuk mengatasi masalah yang paling mendesak saat ini.
"Kami tidak (memilih untuk) meninggalkannya, rekan-rekan kami menolak untuk datang ke Rusia karena alasan yang diketahui di beberapa titik. Tolong, kami akan senang melihat semua orang di sini di Moskow," ucap Putin, seperti dilansir Reuters pada Minggu (10/6).
Kelompok G7, sebelumnya bernama G8. Nama kelompok itu berubah menjadi G7 setelah Rusia didepak dari kelompok kerja itu, tidak lama setelah krisis Ukraina pecah, yang berujung pada pisakhnya Crimea dari Ukraina.
Pernyataan Putin ini merupakan respon atas pernyataan yang dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), DOnald Trump. Dalam pertemuan G7 yang berlangsung di Kanda tengah pekan ini, Trump mengatakan bahwa Rusia seharusnya menghadiri pertemuan itu.
Sementara itu, sebelumnya Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov menegaskan Rusia tidak pernah memohon untuk diundang kembali ke kelompok G8.
"Rusia tidak pernah memohon untuk kembali. Ketika mitra Barat kami membuat keputusan untuk tidak berpartisipasi dalam G8 lagi dengan kembali ke format G7, kami mengambilnya sebagai keputusan mereka. Dan kami bekerja dengan sempurna dalam format lain, seperti SCO (Organisasi Kerja Sama Shanghai), BRICS, dan terutama G20, di mana mitra kami berbagi pendekatan kami," kata Lavrov.
Diplomat senior Rusia ini juga menekankan bahwa G20 adalah format yang paling menjanjikan, karena itu adalah platform untuk menemukan konsensus."Ultimatum tidak bekerja dalam G20, negosiasi diperlukan di sana. G20 adalah mekanisme untuk mencapai konsensus. Saya percaya itu adalah opsi yang paling menjanjikan untuk masa depan," ujarnya.
G20 terdiri dari 20 negara dengan ekonomi terkemuka di dunia: Argentina, Australia, Brasil, Kanada, China, Jerman, Prancis, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris, AS, serta Uni Eropa. Forum global ini bertujuan untuk mengembangkan kebijakan global untuk mengatasi masalah yang paling mendesak saat ini.
Credit sindonews.com