Perang dagang membuat perusahaan perakit Airpods Apple pindah ke Vietnam.
CB,
BEIJING -- Perusahaan Cina yang merakit AirPods Apple akan memindahkan
lokasi produksinya dari Cina ke Vietnam. Hal itu karena perang dagang
antara Cina-AS meningkat menyusul keputusan AS menerapkan tarif lebih tinggi terhadap sekitar 250 miliar dolar AS barang-barang dari Cina.
Menurut laporan harian ekonomi Jepang
Nikkei Asia Review,
awal Oktober ini, GoerTek, sebuah perusahaan yang berbasis di provinsi
Shandong (Cina) meminta kepada seluruh pemasoknya dalam membuat AirPod
untuk mengapalkan seluruh komponen langsung ke Vietnam.
ABC sudah mendapatkan laporan semi tahunan Goertek
untuk 2018 di mana presiden komisaris perusahaan tersebut Jiang Bin
mengatakan keuntungan bersih perusahaannya turun 38,11 persen tahun ini
turun sekitar 140 juta dolar Australia dibandingkan keuntungan tahun
sebelumnya.
"Karena faktor makro ekonomi - seperti
fluktuasi pasar dunia dan juga perang dagang AS-Cina, operasi dan
manajemen perusahaan menjadi lebih sulit." kata Jiang dalam laporan
tersebut.
Ini terjadi meski Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa tarif untuk produk teknologi tinggi seperti AirPod tidak termasuk dalam kenaikan tarif yang diumumkan akhir September.
Hari Selasa, GoerTek juga mengumumkan rencana untuk menanamkan modal 200 juta dolar Australia untuk memproduksi
drone
dan headphone pintar di Nanning di Cina selatan, yang lebih dekat
dengan lokasi perusahaan di Vietnam sehingga pengiriman barang antar
kedua lokasi lebih mudah dilakukan. GoerTek bukanlah satu-satunya
perusahaan yang memindahkan operasinya karena perang dagang.
Awal
bulan ini, pejabat Taiwan mengatakan bahwa hampir 30 perusahaan telah
meninggalkan Cina dan beralih ke Taiwan, dengan alasan terkena dampak
perang dagang.
Pendiri lembaga pemikir Taiwan
GoldenRock, Jason Wu mengatakan banyak perusahaan Taiwan ini
meninggalkan Cina, bukan saja karena perang dagang, juga karena situasi
politik Cina yang semakin tegang di bawah kepemimpinan Presiden Xi
Jinping.
"Banyak pengusaha Taiwan terus memantau situasi." kata Wu kepada
ABC.
"Karena
selain perang dagang, semakin ketatnya situasi politik dan ekonomi dan
juga kesulitan keuangan yang ada di Cina menjadi masalah mengapa
perusahaan Taiwan memikirkan untuk pindah ke tempat lain."
Jason
Wu mengatakan Taiwan sudah memberi sumbangan besar bagi industri
manufaktur Cina selama satu generasi terakhir khususnya di bidang
elektronik dan manufaktur. Itu karena Cina memberikan kondisi yang bagus
bagi kehadiran bisnis asal Taiwan.
Dari Made in Cina menjadi Made in South-East Asia
Photo: Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump terlibat perang dagang antar kedua negara. (Reuters: Carlos Barria)
Perusahaan
Jepang di Cina juga dilaporkan mengalami dampak atas meningkatnya
perang dagang antara AS dan Cina. Di kota Suzhou, di Cina Timur di mana
terdapat banyak perusahaan asing, sejumlah perusahaan Jepang telah
menutup operasi secara permanen sejak tahun lalu, menurut media resmi
pemerintah Cina 21st Century Business Herald.
Perusahaan
manufaktur raksasa Jepang Omron, yang memproduksi layar LED untuk
berbagai produk elektronik, mengumumkan penutupan perusahaannya di
Suzhou tiga bulan setelah Samsung menutup pabriknya di Shenzhen, kawasan
yang sudah lama dikenal sebagai pusat teknologi dan inovasi Cina.
Namun
begitu, tampaknya para pemimpin Cina tidaklah terlalu mengkhawatirkan
hal seperti ini, karena industri manufaktur di sana sekarang ini sedang
melakukan
upgrade dan mulai berpindah dari manufaktur yang mengandalkan tenaga manusia, ke produk yang berteknologi tinggi.
Industri
elektronik Cina memiliki nilai sekitar 3,5 triliun dolar Australia pada
2017, dan diperkirakann akan terus meningkat, karena Cina sekarang
sedang meluncurkan strategi Made in China 2025. Strategi akan menekankan manufaktur digital untuk memberikan nilai lebih bagi Cina di tengah perubahan ekonomi global.
Photo: China mulai beralih juga dari industri manufaktur menggunakan tenaga manusia ke industri digital teknologi tinggi. (Reuters: Bobby Yip)
Dalam
beberapa kasus kota-kota di pedalaman seperti Chongqing dan Chengdu di
provinsi Sichuan sudah mulai melakukan perakitan elektronik yang
menggunakan tenaga kerja. Sementara perusahaan lainya memindahkan
produksi ke negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Kamboja, dan
Malaysia, dimana ongkos tenaga kerja lebih murah.