CB, Bali – Perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina bakal berdampak pada pertumbuhan ekonomi kedua negara pada 2019.
Ini
membuat Dana Moneter Internasional atau IMF mengurangi prediksi
pertumbuhan ekonomi AS dan Cina dengan menyebut faktor tarif impor yang
dibuat kedua negara sebagai pemicunya.
“Ketika ada dua ekonomi terbesar dunia berseberangan, itu situasi yang membuat semua orang menderita,” kata Maurice Obstfeld, kepala ekonomi IMF, dalam jumpa pers mengenai pandangan lembaga itu mengenai Kinerja Ekonomi Dunia, di Bali, pada Selasa, 9 Oktober 2018. Saat ini, Bank Dunia dan IMF sedang menggelar pertemuan global menyangkut ekonomi dunia di Bali, Indonesia.
IMF
memprediksi pertumbuhan ekonomi AS bakal melambat dari 2,9 persen pada
2018 menjadi 2,5 persen pada 2019. Padahal, kinerja AS sedang membaik
pasca diluncurkannya UU Pajak AS yang mengurangi besaran pajak korporat
di sana. “IMF mengurangi pertumbuhan ekonomi AS sebanyak 0.2 poin karena
adanya perang dagang ini,” begitu dilansir CNN.
Menurut IMF, pertumbuhan ekonomi Cina bakal turun menjadi 6.2 persen pada 2019 dari 6.6 persen pada 2018. Ini artinya ada penurunan 0.4 persen karena adanya perang tarif dengan AS ini.
Presiden
AS, Donald Trump, telah mengenakan kenaikan tarif 10 – 25 persen untuk
berbagai jenis barang impor dari Cina sebanyak sekitar US$250 miliar
(sekitar Rp3.800 triliun) atau sekitar setengah dari total ekspor Cina
ke negara itu.
Pemerintah Cina membalas mengenakan kenaikan tarif untuk sekitar US$110 miliar (sekitar Rp1.700 triliun) impor dari AS.
Presiden Donald Trump, bersama dengan Presiden Cina, Xi Jinping saat kunjungannya ke Cina. scmp.com
Trump mengancam akan mengenakan kenaikan tarif untuk jumlah impor yang lebih besar dari Cina. Menanggapi ini, pemerintah Cina mengatakan menyebut tindakan itu sebagai pemaksaan dan tidak akan tunduk.
“Intensifikasi
perang dagang ini dan ketidak-jelasan kebijakan yang muncul dari ini
bisa merugikan bisnis dan merusak sentimen pasar uang, memicu
volatilitas pasar uang dan memperlambat investasi serta perdagangan,”
begitu pernyataan IMF.
Reuters melansir Trump mengenakan kenaikan tarif ini setelah meminta Cina mengurangi defisit neraca perdagangan kedua negara sebanyak US$200 miliar dollar hingga 2020. Namun, pemerintah Cina menawarkan akan meningkatkan pembelian barang dari AS atau impor hingga sekitar US$140 miliar dalam beberapa tahun ke depan. Trump mengatakan belum akan terburu-buru menggelar pertemuan pasca terjadinya perang dagang dengan pemerintah Cina karena menginginkan kesepakatan yang menguntungkan.
“Ketika ada dua ekonomi terbesar dunia berseberangan, itu situasi yang membuat semua orang menderita,” kata Maurice Obstfeld, kepala ekonomi IMF, dalam jumpa pers mengenai pandangan lembaga itu mengenai Kinerja Ekonomi Dunia, di Bali, pada Selasa, 9 Oktober 2018. Saat ini, Bank Dunia dan IMF sedang menggelar pertemuan global menyangkut ekonomi dunia di Bali, Indonesia.
Menurut IMF, pertumbuhan ekonomi Cina bakal turun menjadi 6.2 persen pada 2019 dari 6.6 persen pada 2018. Ini artinya ada penurunan 0.4 persen karena adanya perang tarif dengan AS ini.
Pemerintah Cina membalas mengenakan kenaikan tarif untuk sekitar US$110 miliar (sekitar Rp1.700 triliun) impor dari AS.
Presiden Donald Trump, bersama dengan Presiden Cina, Xi Jinping saat kunjungannya ke Cina. scmp.com
Trump mengancam akan mengenakan kenaikan tarif untuk jumlah impor yang lebih besar dari Cina. Menanggapi ini, pemerintah Cina mengatakan menyebut tindakan itu sebagai pemaksaan dan tidak akan tunduk.
Reuters melansir Trump mengenakan kenaikan tarif ini setelah meminta Cina mengurangi defisit neraca perdagangan kedua negara sebanyak US$200 miliar dollar hingga 2020. Namun, pemerintah Cina menawarkan akan meningkatkan pembelian barang dari AS atau impor hingga sekitar US$140 miliar dalam beberapa tahun ke depan. Trump mengatakan belum akan terburu-buru menggelar pertemuan pasca terjadinya perang dagang dengan pemerintah Cina karena menginginkan kesepakatan yang menguntungkan.
Credit tempo.co