Kairo (CB) - Pengadilan Mesir memerintahkan agar
pemeriksaan ulang dilakukan terhadap pemimpin Ikhwanul Muslim Mohamed
Badie dan para tokoh senior kelompok terlarang itu mulai 7 Oktober,
menurut sumber-sumber kehakiman dan laporan kantor berita negara MENA,
Minggu.
Pengadilan ulang itu terkait sebuah kasus, yang di dalamnya Badie beserta 13 orang lainnya pada 2015 dikenai hukuman seumur hidup atas kekerasan antara para pendukung dan musuhnya. Bentrokan terjadi di markas Ikhwanul Muslim pada hari-hari sebelum dan setelah Mohamed Mursi digulingkan dari jabatannya sebagai presiden.
Empat orang lainnya dijatuhi hukuman mati dalam kasus yang sama.
Badie telah mendapatkan hukuman mati dan hukuman penjara seumur hidup dalam serangkaian persidangan sejak militer Mesir menggulingkan Mursi, yang berasal dari Ikwanul Muslim, pada Juli 2013.
Dakwaan-dakwaan baru yang dikenakan terhadap para tokoh senior itu antara lain "ikut serta dalam penghasutan dan bantuan ... dalam memukuli para pengunjuk rasa" dengan imbalan mendapatkan uang dan pasokan senjata.
Dua orang lainnya didakwa atas serangan, yang hingga menewaskan orang-orang, atau melakukan pengrusakan dan memiliki senjata, menurut laporan MENA.
Tidak ada penjelasan soal mengapa dakwaan-dakwaan tersebut diubah tapi menurut hukum Mesir, dakwaan bisa diubah jika ada bukti baru.
Pemeriksaan baru yang diperintahkan Pengadilan Pidana Kairo itu hanya dikenakan terhadap mereka yang ditahan dan bukan yang disidangkan tanpa kehadiran.
Khairt al-Shater, sosok senior lainnya di Ikhwanul Muslim yang dianggap kalangan luas sebagai salah satu pembuat strategi kelompok tersebut, berada di antara mereka yang diadili kembali, lapor MENA.
Setelah Mursi terguling, Mesir melancarkan penumpasan terhadap gerakan Islamis, tertua dan paling teroganisasi, tersebut hingga menewaskan ratusan pendukungnya, memenjarakan ribuan pendukung serta menetapkan kelompok itu sebagai organisasi teroris.
Ikhwanul Muslim menyatakan gerakan yang diusungnya bersifat damai dan kelompok itu membantah memiliki kaitan dengan serangan-serangan kalangan milisi, demikian Reuters.
Pengadilan ulang itu terkait sebuah kasus, yang di dalamnya Badie beserta 13 orang lainnya pada 2015 dikenai hukuman seumur hidup atas kekerasan antara para pendukung dan musuhnya. Bentrokan terjadi di markas Ikhwanul Muslim pada hari-hari sebelum dan setelah Mohamed Mursi digulingkan dari jabatannya sebagai presiden.
Empat orang lainnya dijatuhi hukuman mati dalam kasus yang sama.
Badie telah mendapatkan hukuman mati dan hukuman penjara seumur hidup dalam serangkaian persidangan sejak militer Mesir menggulingkan Mursi, yang berasal dari Ikwanul Muslim, pada Juli 2013.
Dakwaan-dakwaan baru yang dikenakan terhadap para tokoh senior itu antara lain "ikut serta dalam penghasutan dan bantuan ... dalam memukuli para pengunjuk rasa" dengan imbalan mendapatkan uang dan pasokan senjata.
Dua orang lainnya didakwa atas serangan, yang hingga menewaskan orang-orang, atau melakukan pengrusakan dan memiliki senjata, menurut laporan MENA.
Tidak ada penjelasan soal mengapa dakwaan-dakwaan tersebut diubah tapi menurut hukum Mesir, dakwaan bisa diubah jika ada bukti baru.
Pemeriksaan baru yang diperintahkan Pengadilan Pidana Kairo itu hanya dikenakan terhadap mereka yang ditahan dan bukan yang disidangkan tanpa kehadiran.
Khairt al-Shater, sosok senior lainnya di Ikhwanul Muslim yang dianggap kalangan luas sebagai salah satu pembuat strategi kelompok tersebut, berada di antara mereka yang diadili kembali, lapor MENA.
Setelah Mursi terguling, Mesir melancarkan penumpasan terhadap gerakan Islamis, tertua dan paling teroganisasi, tersebut hingga menewaskan ratusan pendukungnya, memenjarakan ribuan pendukung serta menetapkan kelompok itu sebagai organisasi teroris.
Ikhwanul Muslim menyatakan gerakan yang diusungnya bersifat damai dan kelompok itu membantah memiliki kaitan dengan serangan-serangan kalangan milisi, demikian Reuters.
Credit antaranews.com