Kamis, 08 Juni 2017

Iran tuding Saudi ada di belakang serangan teror di Teheran


Iran tuding Saudi ada di belakang serangan teror di Teheran
ilustrasi penembakan (ANTARA News/Ridwan Triatmodjo)


London (CB) - Beberapa pembom bunuh diri dan orang-orang bersenjata menyerang parleman Iran dan astana Ayatollah Khomeini di Teheran untuk menewaskan paling sedikit 13 orang. Serangan teror semacam ini jarang terjadi di Iran, sedangkan Pengawal Revolusi Iran menuding Arab Saudi berad di balik serangan teror itu.

ISIS sudah mengaku bertanggung jawab atas serangan itu dan mengancam akan lebih sering lagi menyerang Iran yang mayoritas Syiah yang dianggap militan Sunni ekstrimis itu sebagai bid'ah.

Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mencuit, "Para raja pensponsor teror mengancam meluaskan peperangan ke tanah air kita. Serangan terselubung yang paling dibenci tuan-tuan mereka: kursi demokrasi."

Dia tidak secara eksplisit mengungkapkan negara mana yang dia tuduh dalam cuitan itu, namun wakil pangeran mahkota Saudi Mohammed bin Salman al-Saud bulan lalu pernah mengatakan Saudi akan membawa konflik memperebutkan pengaruh, ke tanah Iran.

Saudi sendiri membantah terlibat dalam serangan di Teheran itu. Yang jelas serangan ini kian memperburuk hubungan Saudi-Iran di tengah persaingan kedua negara untuk mengendalikan Teluk dan menjadi pemimpin dunia Islam.

Serangan teror itu terjadi setelah Saudi dan beberapa negara Arab Sunni lainnya memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar karena negara ini dianggap mendukung Iran dan kelompok-kelompok militan.

Ini adalah serangan teror yang pertama kali diklaim ISIS dilakukan di dalam negeri Iran yang merupakan salah satu kekuatan kunci dalam perang melawan ISIS di Irak dan Suriah.

Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional Iran Reza Seifollhai berkata kepada televisi nasional bahwa para penyerang berasal dari dalam negeri Iran yang bergabung dengan ISIS. Polisi Iran sudah menangkap lima terduga.

Sementara itu Pemimpin Spiritual Iran Ayatollah Ali Khamenei berkata bahwa "Kembang api ini tidak akan mempengaruhi Iran. Itu semua akan segera dibasmi. Terlalu kecil untuk mempengaruhi niat bangsa dan pemerintah Iran."

Pengawal Revolusi Iran menuduh Saudi berada di balik serangan itu, dan bersumpah akan menuntut balas.

"Serangan teroris ini terjadi hanya satu minggu setelah pertemuan antara Presiden Amerika Serikat (Donald Trump) dan para pemimpin terbelakang (Saudi) yang mendukung teroris. Fakta bahwa ISIS mengaku bertanggung jawab adalah membuktikan mereka terlibat dalam serangan brutal itu," kata Pengawal Revolusi.

Trump mengaku mengirimkan doa kepada para korban serangan Teheran namun menegaskan bahwa negara-negara yang mensponsori terorisme berisiko menjadi korban dari kejahatan yang mereka sendiri promosikan.

Menteri Luar Negeri Saudi Adel Al-Jubeir mengaku tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas serangan teror di Teheran itu dan menyatakan tidak ada bukti ekstrimis-ekstrimis Saudi terlibat, demikian Reuters.




Credit  antaranews.com


Pelaku serangan teror di Teheran menyamar berpakaian wanita


Pelaku serangan teror di Teheran menyamar berpakaian wanita
Senjata AK-47 yang di antaranya digunakan pelaku teror penyerangan gedung parlemen Iran. (en.wikipedia.org)


Jakarta (CB) - Menyamar dalam pakaian wanita, orang-orang bersenjata menyerbu masuk pintu masuk utama gedung parlemen Iran untuk melakukan serangan, kata Wakil Menteri Dalam Negeri Iran Mohammad Hossein Zolfaghari seperti dikutip Reuters.

Salah seorang dari pria yang menyamar dalam pakaian wanita itu meledakkan rompi bom bunuh diri yang dikenakannya.

Pembom bunuh diri dan orang-orang bersenjata menyerang parleman Iran dan astana Ayatollah Khomeini di Teheran untuk menewaskan paling sedikit 13 orang. Pengawal Revolusi Iran mengambinghitamkan Arab Saudi di balik serangan teror itu.

Dari video yang dirilis ISIS terlihat seorang pria penyerang berada di dalam gedung parlemen Iran untuk kemudian berkata dalam Bahasa Arab, "Ya Tuhan, terima kasih. Kalian kira kami akan pergi? Tidak! Kami akan tetap di sini, Insya Allah."

Helikopter polisi berputar-putar di atas gedung parlemen Iran, sedangkan para petembak jitu membidik dari puncak gedung. Dalam jangka lima jam, empat penyerang tewas dan insiden pun berakhir, lapor media massa Iran.

"Saya sedang di dalam gedung parlemen itu ketika penembakan terjadi. Semua orang kaget dan ketakutan. Saya lihat dua orang menembak membabibuta," kata seorang wartawan yang berada di tempat kejadian perkara.

Setelah serangan di gedung parlemen itu, seorang pembom bunuh diri meledakkan bahan peledak yang dibawa rompi yang dikenakannya di astana pendiri Republik Islam Iran, Ayatollah Khomeini, beberapa kilometer dari Teheran, kata Zolfaghari.

Penyerang kedua di sini ditembak mati. Astana ini adalah tempat tujuan utama wisatawan religi.

"Para teroris membawa bahan peledak yang sudah terpasang ke diri mereka dan tiba-tiba menembak," kata pengunjung astana, Mohammadali Ansari.

Rabu malam waktu setempat, Zolfaghari menyatakan serangan teror itu menewaskan 13 orang dan 43 terluka.

Kementerian Intelijen mengatakan pasukan keamanan menangkap tim teroris ketiga yang merencanakan serangan teror ketiga. Badan Keamanan Nasional mengatakan Iran juga menggagalkan 58 rencana serangan serupa.

Serangan militan sangat jarang terjadi di Iran, kendati dua kelompok militan Sunni, Jaish al-Adl dan Jundallah, melancarkan pemberontakan maut yang sebagian terjadi di daerah-daerah terasing, selama satu dekade terakhir ini.

Provinsi Sistan dan Baluchestan di tenggara perbatasan Iran dengan Pakistan dan Afghanistan, adalah daerah asal suku minoritas Balouch yang sudah sejak lama menjadi kantong pemberontak Sunni yang memerangi pemerintah mayoritas Syiah.

Tahun lalu pihak berwajib Iran menggagalkan persekongkolan para militan Suni untuk membom Teheran dan kota-kota lain selama Ramadan, demikian Reuters.







Credit  antaranews.com