Ilustrasi (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
"Negara-negara tidak takut (terhadap sanksi AS). Turki dan India masih membeli peralatan militer kita, begitu juga Indonesia," ucap Vorobieva dalam jumpa pers rutin di kantornya di Jakarta, Rabu (17/10).
Vorobieva mengatakan kesepakatan pembelian 11 jet Sukhoi SU-35 antara Rusia-Indonesia masih berlangsung, bahkan sudah melakukan penandatanganan kesepakatan.
Meski begitu, dia mengatakan belasan jet tempur militer berteknologi canggih itu kemungkinan baru diterima Indonesia tahun depan, setidaknya sebelum akhir 2019.
"Kontrak (pembelian) memang sudah ditandatangani. Tapi pesawat-pesawatnya masih harus diproduksi sehingga butuh waktu untuk selesai," papar Vorobieva.
Selain itu, Vorobieva memaparkan Indonesia juga memerlukan waktu untuk melatih sejumlah pilot-pilotnya supaya bisa menerbangkan jet-jet tersebut.
"Selain itu, juga masih ada beberapa detil yang perlu difinalisasi antara kedua negara."
Wacana pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) ini memicu kekhawatiran bahwa Jakarta akan terkena imbas embargo Negeri Paman Sam.
Seteru Rusia dan AS membuat negara Paman Sam itu kerap menjatuhkan sanksi kepada negara-negara yang memiliki relasi atau kerja sama pertahanan dengan musuh-musuhnya. Sebelumnya, AS sudah menjatuhi sanksi bagi China.
Indonesia juga pernah terkena embargo AS. Embargo ketika itu dijatuhkan lantaran Indonesia dianggap melanggar hak asasi manusia dengan menembaki demonstran di Dili, Timor Timur (kini Timor Leste), pada 12 November 1991.
Gedung Putih juga sempat menjatuhkan embargo militer untuk Indonesia pada pada 1995 sampai 2005. Paman Sam menyetop penjualan senjata dan suku cadang untuk meremajakan pesawat-pesawat TNI yang dibeli dari mereka.
Pada 2017 lalu, Presiden Donald Trump memberlakukan Undang-Undang Penerpan Sanksi untuk Melawan Musuh-Musuh AS (Countering America's Adversaries Through Sanctions Act/CAATSA).
UU tersebut melegalkan AS memberlakukan sanksi ekonomi terhadap negara-negara yang melakukan bisnis pertahanan dan intelijen dengan Rusia, Korea Utara, dan Iran.
September lalu, China terkena imbas CAATSA lantaran membeli senjata dari Rusia. Sementara itu, India juga disebut terancam sanksi AS tersebut lantaran sepakat membeli sistem pertahanan rudal senilai US$5 miliar dari Moskow.
"Tentu sanksi-sanksi tersebut adalah bentuk campur tangan AS terhadap urusan internal negara lain dan juga hubungan bilateral negara lain," tutur Vorobieva.
"Sanksi AS adalah ilegal. Di sisi lain, Rusia bisa menyediakan berbagai jenis peralatan militer apa pun yang dibutuhkan Indonesia dengan kualitas tinggi namun harga terjangkau.
Credit cnnindonesia.com