CB, Jakarta - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, mengatakan hanya pasukan Suriah
yang boleh ada di daerah-daerah di sepanjang perbatasan Suriah dengan
Israel dan Yordania. Pernyataan ini adalah desakan Rusia agar pasukan
asing untuk angkat kaki dari tanah Suriah.
Dalam beberapa hari terakhir, pesawat pemerintah Suriah telah menjatuhkan selebaran di daerah yang dikuasai pemberontak di Deraa, mengultimatum pemberontak untuk menyerah.
Provinsi selatan, yang sebagian besar dikendalikan oleh kelompok-kelompok oposisi, dekat dengan Dataran Tinggi Suriah yang diduduki Israel, memicu perselisihan baru antara Israel dan Iran.
Amerika Serikat baru-baru ini memperingatkan akan mengambil tindakan untuk gencatan senjata di daerah itu, sementara Israel mengatakan tidak akan mentoleransi kehadiran militer permanen di Suriah oleh Iran, yang menjadi sekutu besar Presiden Suriah, Bashar al-Assad, bersama dengan Rusia.
Rudal terlihat di langit Damaskus, Suriah, pada 10 Mei 2018.[REUTERS/Omar Sanadiki]
Israel khawatir setiap kemajuan pemerintah Suriah akan membawa milisi yang didukung Iran masuk ke daerah dekat Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Lavrov mengatakan penarikan pasukan non-Suriah dari area de-eskalasi harus dilakukan atas dasar timbal balik sebagai solusi.
"Hasil dari keputusan yang kami bahas yakni pasukan angkatan bersenjata Suriah akan ditempatkan di samping perbatasan Suriah dengan Israel," kata Lavrov tanpa menyinggung elemen asing yang ada di perbatasan Suriah, seperti dilaporkan oleh Aljazeera, 30 Mei 2018.
Amerika Serikat, Rusia dan Yordania tahun lalu sepakat menciptakan zona de-eskalasi di barat daya Suriah termasuk wilayah Deraa, Quneitra dan Sweida. Daerah itu diterapkan gencatan senjata, tetapi ketegangan baru muncul setelah serangan Israel terhadap pasukan Suriah dan Iran.
Pernyataan Lavrov datang di tengah negosiasi internasional yang sedang berlangsung untuk menghindari ketegangan militer di Suriah. Sementara pasukan Suriah dilaporkan mengirim bala tentara ke Suriah bagian selatan untuk mempersiapkan serangan.
Presiden Suriah, Bashar al-Assad, bertemu dengan tentara Suriah saat mengunjungi Ghouta, Suriah, 18 Maret 2018. SANA/Handout via REUTERS
Pergerakan pasukan Suriah untuk operasi yang akan dilakukan di zona de-eskalasi telah mengkhawatirkan Amerika Serikat, yang memperingatkan pada Jumat kemarin akan mengambil langkah tegas untuk menghadapi pelanggaran gencatan senjata.
Di lain pihak Yordania mendiskusikan perkembangan di Suriah selatan dengan Washington dan Moskow dan bahwa ketiga pihak menyetujui perlunya melestarikan zona de-eskalasi yang mereka perjuangkan tahun lalu dan sanggup meredam tensi militer.
Tiga negara yang menandatangani kesepakatan tahun lalu melihat bahwa mempertahankan zona de-eskalasi sebagai langkah kunci untuk mempercepat upaya mencapai solusi politik di Suriah.
Dalam beberapa hari terakhir, pesawat pemerintah Suriah telah menjatuhkan selebaran di daerah yang dikuasai pemberontak di Deraa, mengultimatum pemberontak untuk menyerah.
Provinsi selatan, yang sebagian besar dikendalikan oleh kelompok-kelompok oposisi, dekat dengan Dataran Tinggi Suriah yang diduduki Israel, memicu perselisihan baru antara Israel dan Iran.
Amerika Serikat baru-baru ini memperingatkan akan mengambil tindakan untuk gencatan senjata di daerah itu, sementara Israel mengatakan tidak akan mentoleransi kehadiran militer permanen di Suriah oleh Iran, yang menjadi sekutu besar Presiden Suriah, Bashar al-Assad, bersama dengan Rusia.
Rudal terlihat di langit Damaskus, Suriah, pada 10 Mei 2018.[REUTERS/Omar Sanadiki]
Israel khawatir setiap kemajuan pemerintah Suriah akan membawa milisi yang didukung Iran masuk ke daerah dekat Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Lavrov mengatakan penarikan pasukan non-Suriah dari area de-eskalasi harus dilakukan atas dasar timbal balik sebagai solusi.
"Hasil dari keputusan yang kami bahas yakni pasukan angkatan bersenjata Suriah akan ditempatkan di samping perbatasan Suriah dengan Israel," kata Lavrov tanpa menyinggung elemen asing yang ada di perbatasan Suriah, seperti dilaporkan oleh Aljazeera, 30 Mei 2018.
Amerika Serikat, Rusia dan Yordania tahun lalu sepakat menciptakan zona de-eskalasi di barat daya Suriah termasuk wilayah Deraa, Quneitra dan Sweida. Daerah itu diterapkan gencatan senjata, tetapi ketegangan baru muncul setelah serangan Israel terhadap pasukan Suriah dan Iran.
Pernyataan Lavrov datang di tengah negosiasi internasional yang sedang berlangsung untuk menghindari ketegangan militer di Suriah. Sementara pasukan Suriah dilaporkan mengirim bala tentara ke Suriah bagian selatan untuk mempersiapkan serangan.
Presiden Suriah, Bashar al-Assad, bertemu dengan tentara Suriah saat mengunjungi Ghouta, Suriah, 18 Maret 2018. SANA/Handout via REUTERS
Pergerakan pasukan Suriah untuk operasi yang akan dilakukan di zona de-eskalasi telah mengkhawatirkan Amerika Serikat, yang memperingatkan pada Jumat kemarin akan mengambil langkah tegas untuk menghadapi pelanggaran gencatan senjata.
Di lain pihak Yordania mendiskusikan perkembangan di Suriah selatan dengan Washington dan Moskow dan bahwa ketiga pihak menyetujui perlunya melestarikan zona de-eskalasi yang mereka perjuangkan tahun lalu dan sanggup meredam tensi militer.
Tiga negara yang menandatangani kesepakatan tahun lalu melihat bahwa mempertahankan zona de-eskalasi sebagai langkah kunci untuk mempercepat upaya mencapai solusi politik di Suriah.
Credit tempo.co