Presiden Rodrigo Duterte disebut siap
berperang demi mempertahankan sumber daya Filipina di daerah sengketa
Laut China Selatan. (Reuters/Romeo Ranoco)
Pernyataan ini dikonfirmasi langsung oleh Menteri Luar Negeri Filipina, Alan Peter Cayetano, saat menghadiri upacara di kementeriannya pada Senin (28/5).
"Presiden sudah mengatakannya. Jika ada yang mengambil sumber daya alam di Laut Filipina Barat, Laut China Selatan, ia akan berperang. Ia mengatakan, 'Apa yang terjadi, terjadilah,' Dia siap berperang," ujar Cayetano sebagaimana dikutip CNN.
Cayetano melontarkan pernyataan ini di tengah peningkatan ketegangan setelah China dilaporkan mengerahkan pesawat pengebom nuklir ke pulau buatan mereka di LCS.
|
Ia pun menekankan bahwa Filipina sudah mengirimkan nota protes atas pengerahan pesawat China tersebut. Cayetano menegaskan bahwa negaranya akan mengambil langkah diplomatik di saat yang tepat.
Pernyataan ini dilontarkan di tengah kritik publik atas sikap lunak Filipina terhadap China terkait sengketa LCS, terutama setelah Duterte menjabat.
Sejak Duterte dilantik pada dua tahun lalu, Filipina memang mulai merapat ke China, menjauh dari sekutu lamanya, Amerika Serikat.
Pada April lalu, Duterte bahkan secara terbuka mendeklarasikan ia "mencintai" Presiden China, Xi Jinping.
Tak lama sebelum itu, Cayetano dan Menlu China, Wang Yi, bahkan membahas kemungkinan menggelar eksplorasi minyak dan gas bersama di Laut China Selatan.
Pergerakan ini menimbulkan kekhawatiran di tengah konflik sengketa yang belum terselesaikan antara China dan sejumlah negara di kawasan, seperti Vietnam, Brunei, dan Malaysia.
Filipina sendiri sebenarnya masih memiliki sengketa dengan China di LCS. Di bawah pemerintahan sebelumnya, Filipina sangat tegas menentang klaim China atas 90 persen wilayah perairan yang kaya sumber daya tersebut.
Kala Presiden Benigno Aquino menjabat, Filipina bahkan mengajukan tuntutan yang mempertanyakan keabsahan klaim China ke Pengadilan Arbitrase Tetap (PAC).
PAC kemudian menyatakan klaim China di LCS tidak sah pada 2016, saat pemerintahan baru saja bergulir ke tangan Duterte.
Duterte mengatakan bahwa ia lebih memilih kesepakatan "kepemilikian bersama" atas wilayah sengketa itu ketimbang mengorbankan tentara Filipina dalam perang dengan China.
Credit cnnindonesia.com