Kenaikan ekspor senjata Inggris ke Israel naik hingga 256 persen pada 2017.
CB,
 LONDON -- Inggris menerbitkan lisensi senjata senilai 294 juta dolar AS
 kepada kontraktor pertahanan yang mengekspor ke Israel pada 2017. Angka
 tersebut naik hingga 256 persen jika dibandingkan dengan lisensi 
senjata pada 2016 senilai 114 juta dolar AS.
Menurut
 Campaign Against Arms Trade (CAAT), secara total Inggris telah menjual 
persenjataan dan perangkat militer senilai lebih dari 466 juta dolar AS 
kepada Israel dalam lima tahun terakhir. Senjata-senjata yang dijual 
Inggris ke Israel adalah senapan serbu, amunisi senjata kecil, senapan 
sniper, dan komponen untuk peralatan penargetan.
Laporan CAAT tersebut diterbitkan di tengah meningkatnya aksi 
kekerasan yang dilakukan tentara Israel terhadap warga Palestina yang 
melakukan aksi demonstrasi sejak 30 Maret lalu. Sedikitnya 120 warga 
Palestina telah tewas oleh peluru penembak jitu Israel, dan lebih dari 
13 ribu lainnya terluka.
Andrew Smith, juru bicara 
CAAT, mengatakan kepada Aljazirah, persenjataan Inggris yang dijual ke 
Israel telah digunakan dalam setidaknya dua serangan Israel di Jalur 
Gaza. Ia telah menyerukan penyelidikan penuh untuk menyelidiki apakah 
senjata Inggris juga digunakan dalam aksi kekerasan yang baru-baru ini 
dilakukan tentara Israel. "Investigasi Pemerintah Inggris telah 
mengkonfirmasi, senjata Inggris digunakan untuk melawan orang-orang Gaza
 pada serangan 2009 dan 2014," kata Smith.
Menurut 
Smith, peningkatan penjualan senjata adalah bukti hubungan politik dan 
militer yang semakin erat antara Inggris dan Israel. Hubungan dekat itu 
lebih lanjut ditunjukkan dengan rencana kunjungan Pangeran William ke 
Israel dan wilayah Palestina yang diduduki bulan depan, kunjungan resmi 
pertama yang dilakukan oleh anggota keluarga kerajaan Inggris.
Pangeran
 William pertama-tama akan mengunjungi ibu kota Yordania, Amman, sebelum
 menuju ke Tel Aviv, Yerusalem, dan Ramallah. Kunjungannya dilakukan 
dengan latar belakang ketegangan yang meningkat di wilayah itu akibat 
sejumlah peristiwa, seperti relokasi Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke 
Yerusalem dan pembunuhan 62 demonstran Palestina oleh pasukan Israel 
pada 14 Mei.
"Jika Pangeran ingin membantu rakyat 
Palestina, maka dia harus menentang pelanggaran yang terjadi dan 
menggunakan kunjungannya untuk menyerukan solusi damai yang berarti," 
ungkap Smith.