Pasukan pemerintahan Presiden Bashar al Assad juga menggunakan senjata kimia.
CB,
GHOUTA TIMUR -- Penyelidik Kejahatan Perang PBB menyebut serangan udara
Rusia dan Amerika Serikat menyebabkan kematian massal di kalangan warga
Suriah. Pasukan pemerintahan Presiden Bashar al Assad juga menggunakan
senjata kimia di Ghouta timur.
Di sisi lain, ISIS juga melakukan sejumlah kejahatan perang dengan
membunuh warga atau menggunakan mereka sebagai perisai manusia, kata
penyelidik PBB dalam laporan hasil penelitian enam bulan.
Kepala
Komisi PBB untuk Penyelidikan Suriah, Paulo Pinheiro mengatakan bahwa
kejahatan perang itu terjadi saat pertempuran berlangsung sengit di
Idlib, Afrin, dan Ghouta. "Namun, komisi itu "bukan pengadilan" dan
tidak mempunyai wewenang melakukan langkah lebih jauh," kata Pinheiro.
Dalam
penelitian itu, "korban perang Suriah sangat menderita akibat lonjakan
kekerasan di berbagai belahan negara tersebut." "Pasukan pemerintah
Suriah terus menggunakan senjata kimia untuk mengalahkan kelompok
bersenjata di Ghouta timur," tulis laporan yang sama.
Di
antara temuan penting lainnya adalah bahwa pesawat tempur Rusia pada
November tahun lalu menjatuhkan bom di sebuah pasar Atareb, Aleppo
barat, sehingga menewaskan 84 orang dan melukai 150 orang. Tempat itu
adalah "zona de-eskalasi" yang dinyatakan sendiri oleh Moskow bersama
Iran dan Turki.
Komisi PBB tidak menemukan bukti bahwa
Rusia dengan sengaja membombardir pasar itu, namun menegaskan bahwa
"serangan itu berpeluang dimasukkan sebagai kejahatan perang".
"Ini
adalah untuk pertama kalinya kami bisa membuktikan pelanggaran dari
sebuah pesawat spesifik Rusia dan bisa menyelidiki tempat kejadian
perkara," kata Pinheiro.
Pinheiro mengatakan bahwa menurut
hukum humanitarian internasional, penggunaan senjata tertentu di wilayah
sipil secara otomatis bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.
Sementara itu, tiga serangan udara dari koalisi internasional pimpinan
Amerika Serikat, di sebuah sekolah dekat Raqqa pada Maret tahun lalu
telah menewaskan 150 warga sipil. Korban ini lima kali lipat dari jumlah
yang diakui oleh Pentagon.
Pentagon pada saat itu
berasalan bahwa serangannya hanya menewaskan puluhan anggota kelompok
ISIS, bukan warga sipil. Tetapi, keterangan Pentagon dibantah oleh tim
Komisi PBB, yang tidak menemukan bukti adanya anggota ISIS di sekolah
tempat kejadian. Koalisi Amerika Serikat dianggap telah melanggar hukum
internasional karena tidak mengindahkan perlindungan terhadap warga
sipil yang mengungsi di sekolah itu sejak 2012.
Komisi itu
mendesak semua pihak untuk membuka akses di daerah-daerah perang dan
tahanan. Laporan komisi PBB didasarkan atas wawancara rahasia dengan 500
orang korban atau saksi mata di luar atau dalam Suriah melalui media
sosial. Pemerintahan Bashar tidak pernah mengizinkan tim komisi memasuki
negaranya.
Menurut laporan itu, pemerintah Suriah
menggunakan senjata kimia dengan sasaran gerilyawan di Ghouta timur,
termasuk tiga kali penggunaan klorin pada Juli tahun lalu, dan di
Harasta pada November. Sebelumnya, PBB mencatat 33 serangan senjata
kimia di Suriah.
Pemerintah Suriah membantah menggunakan
senjata kimia. Mereka menyatakan telah menyerahkan semua persediaan
mereka setelah menandatangani pakta pelarangan senjata kimia pada 2013.