Cambridge Analytica terlibat dalam kasus bocornya data 50 juta pengguna Facebook.
CB,
LONDON -- Seorang eksekutif perusahaan konsultan politik yang berbasis
di London Cambridge Analytica membocorkan cara mempengaruhi pemilih
mengambang. Perusahaan tersebut dilaporkan terlibat dalam pelanggaran
dengan mengambil data dari puluhan ribu pengguna Facebook untuk
mempengaruhi kampanye Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada
2016.
Eksekutif perusahaan tersebut berbicara dengan wartawan yang menyamar dari
Channel 4 News
tentang cara 'kotor' yang dimainkan oleh perusahaan tersebut untuk
membantu klien. Termasuk membuat kandidat saingan sang klien masuk dalam
jebakan kabar hoaks, seperti pelecehan palsu dan mempekerjakan pelacur
dengan tujuan untuk menghancurkan mereka.
"Kedengarannya
ini hal yang sangat mengerikan untuk dikatakan, tapi ini adalah hal-hal
yang tidak perlu pembenaran selama mereka percaya," kata Chief Executive
Cambridge Analytica Alexander Nix dalam salah satu percakapan kepada
wartawan
Channel 4 News seperti dilansir
The Telegraph, Kamis (22/3).
Cambridge
Analytica telah dilaporkan mengambil data dari puluhan ribu pengguna
Facebook secara tidak sah. Perusahaan tersebut dan Nix, mendapat tekanan
dari para politisi di AS dan Inggris untuk menjelaskan bagaimana mereka
menangani data tersebut dan peran apa yang dimainkan dari informasi
yang mereka 'curi' dalam kampanye, jika ada.
Sementara itu
Komisioner Informasi Pemerintah Inggris Elizabeth Denham mengkritik
perusahaan tersebut karena tidak kooperatif dengan penyelidikan. Dia
memastikan bahwa pengawasnya akan mengajukan sebuah surat perintah untuk
memeriksa aktivitas perusahaan tersebut.
Cambridge Analytica menyatakan diri sebagai konsultan
hi-tech
tertinggi. Mereka menjanjikan ke para klien bisa memenangkan suara
pemilih dengan menggunakan data untuk menentukan kelompok sasaran dan
memdesain pesan yang akan menarik minat para pemilih.
Meskipun
mereka menolak telah menggunakan informasi dari Facebook dalam
pekerjaannya. Namun dalam penyelidikan yang disamarkan oleh
Channel 4 News, para eksekutif mengklaim menawarkan layanan yang jauh lebih 'kotor'.
Pengakuan
tersebut diperoleh seorang wartawan yang berpura-pura menjadi wakil
dari keluarga kaya di Sri Lanka yang berusaha mencari pengaruh politik
di negaranya saat berbicara dengan eksekutif tersebut. Para eksekutif
Cambridge Analytica awalnya membantah bahwa dalam berbisnis perusahaan
menggunakan teknik jebakan. Namun Nix kemudian merinci trik kotor yang
akan disiapkan perusahaan untuk menarik kliennya dan membantunya dari
baliklayar.
Ketika wartawan yang menyamar tersebut
bertanya apakah Cambridge Analytica dapat menawarkan penyelidikan
terhadap rahasia yang dimiliki lawan politiknya? Nix mengatakan mereka
bekerja dengan mantan agen intelijen dari Inggris dan Israel untuk
mencari 'kotoran' politik.
Dia juga mengajukan diri agar
timnya bisa melangkah lebih jauh dalam melakukan penyelidikan. "Oh, kami
melakukan lebih dari itu," kata Nix saat makan malam di sebuah hotel
eksklusif di London.
Nix juga memaparkan beberapa skenario
yang kerap digunakan Cambridge Analytica untuk menjebak lawan politik
dari kliennya. Salah satunya adalah skenario penyamaran.
Nix
menyebut Direktur Pelaksana Divisi Politik Cambridge Analytica, Mark
Turnbull, akan berperan sebagai pengembang kaya yang ingin bertukar dana
kampanye dengan lahan. "Saya seorang ahli penyamaran," kata Turnbull.
Nix
juga menceritakan skenario lain yang bisa dijadikan opsi, yaitu dengan
menciptakan skandal seks. "Kirim beberapa perempuan ke rumah calon
(lawan), kami memiliki pengalaman tentang itu. Kami bisa membawa
beberapa orang Ukraina berlibur dengan kami. Anda tahu apa yang saya
katakan," ujarnya.
Pekerjaan apa pun mungkin tetap akan
menjadi sorotan, namun Nix mengatakan Cambridge Analytica bekerja keras
untuk menutupi jejak operasinya. "Kami terbiasa mengoperasikan kendaraan
yang berbeda, dalam bayang-bayang, dan saya berharap dapat membangun
hubungan jangka panjang dan rahasia dengan Anda," kata Nix kepada
sumbernya dalam sebuah panggilan telepon pertama.
Sementara
Turnbull mengatakan Cambridge Analytica kadang-kadang menggunakan nama
yang berbeda, sehingga tidak ada catatan keterlibatannya. Itu tidak
hanya melindungi perusahaan, tapi juga membuat kerjanya lebih efisien.
"Itu
harus terjadi tanpa ada orang yang berpikir itu propaganda, karena saat
Anda berpikir 'itu propaganda' pertanyaan selanjutnya adalah: 'Siapa
yang menyingkirkannya?'" kata Turnbull.
"Mungkin kita harus
membuat kontrak dengan nama yang berbeda, entitas yang berbeda,
sehingga tidak ada catatan dengan nama kami yang melekat pada ini sama
sekali," katanya menambahkan.
Dalam sebuah proyek yang
dilakukan baru-baru ini di Eropa timur, kata Turnbull, perusahaan
mengirim tim tetapi tidak ada yang tahu mereka ada di sana. "Mereka
hanya seperti hantu gentayangan yang melakukan pekerjaan. "
Untuk
menyamarkan keberadaan mereka, perusahaan juga melakukan pengaturan
proyek-proyek akademik palsu hingga penggunaan visa wisatawan. Cara-cara
seperti ini pernah diungkapkan oleh mantan karyawan Cambridge Analytica
kepada
The Guardian saat pemilu di Amerika Serikat.
Nix
juga mengatakan bahwa perusahaannya saat ini tengah menggarap dua
proyek yang melibatkan penelitian mendalam mengenai oposisi. Sehingga
mereka melibatkan mantan intelijen profesional dari Inggris dan Israel.
Setelah
mencuatnya kabar tersebut, Cambridge Analytica membantahnya dengan
mengatakan investigasi tersebut mengandung klaim palsu. Mereka
menyebutkan investigasi tersebut tidak akurat.
Mereka menuduh
Channel 4 News
berencana menjebak staf dengan memulai percakapan tentang praktik yang
tidak etis. Mereka juga menolak pernyataan bahwa perusahaan tersebut
menggunakan berita palsu, 'perangkap madu', sogokan atau jebakan.
"Kami
sepenuhnya menolak tuduhan bahwa Cambridge Anlytica atau afiliasinya
menggunakan jebakan, sogokan atau yang disebut 'perangkap madu' untuk
tujuan apa pun. Cambridge Analytica tidak menggunakan materi yang tidak
benar untuk tujuan apa pun," kata pernyataan tersebut.