Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu Lalu
Muhammad Iqbal menyatakan pihaknya telah memanggil Dubes Saudi untuk
memprotes eksekusi mati TKI Zaini Misrin. (CNN Indonesia/Natalia Santi)
TKI tersebut bernama Muhammad Zaini Misrin asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Dia dieksekusi mati karena dinyatakan terbukti bersalah membunuh majikannya, Abdullah bin Umar Muhammad Al Sindy.
"Tadi siang Kemlu RI melalui Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika telah memanggil dubes Saudi di Jakarta," kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal, dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (19/3).
Dalam pertemuan itu, kata Iqbal, Kemlu memprotes eksekusi Zaini yang dilakukan tanpa pemberitahuan atau notifikasi sebelumnya kepada pemerintah RI. Selain itu, eksekusi juga dilaksanakan ketika proses permintaan peninjauan kembali (PK) kasus Zaini untuk kedua kalinya baru dimulai.
"Meski kami tahu bahwa pemerintah Saudi tidak punya kewajiban memberitahu pemerintah asing untuk menindak warga asing yang terjerat kasus hukum, tapi seharusnya Riyadh bisa tetap menyampaikan notifikasi kepada pemerintah RI sebelum eksekusi Zaini dilakukan, melihat hubungan kedua negara yang sudah dekat," kata Iqbal.
"Selain itu, eksekusi Zaini juga dilakukan ketika proses permintaan PK sedang berjalan dan belum dapat jawaban atau kesimpulan dari otoritas terkait," lanjutnya.
Iqbal mengatakan sejauh ini belum ada rencana Presiden Joko Widodo menghubungi langsung Raja Salman mengenai kasus eksekusi Zaini ini.
Zaini ditahan pihak berwenang Saudi sejak 13 Juli 2004 lalu atas tuduhan membunuh majikan. Tuduhan itu dilayangkan pertama kali oleh anak sang majikan.
Saudi kemudian melayangkan vonis hukuman mati kepada Zaini pada November 2008. Selama proses hukum berlangsung, Zaini tidak diperbolehkan didampingi kuasa hukum dari pemerintah sekalipun.
Pemerintah baru bisa mendapat akses kekonsuleran dan mendampingi Zaini setelah vonis dijatuhkan.
Ilustrasi tenaga kerja Indonesia di luar negeri. (ANTARA Foto/Hafidz Mubarak A)
|
"Namun kami sangat menyayangkan sekali proses eksekusi dilakukan saat proses PK kedua sedang dilakuan. Padahal, 20 Februari 2018 kemarin, pengacara Zaini baru mendapat arahan dari kejaksaan agung Saudi yang mempersilakan untuk menyampaikan permintaan PK," kata Iqbal.
Namun, sampai detik terakhir sebelum eksekusi, keluarga majikan tidak menerima permohonan maaf pihak Zaini.
Ilustrasi hukuman pancung. (Thinkstock/Sasilsolutions)
|
Dia mengatakan hari ini dirinya juga telah bertemu keluarga Zaini di Madura dan memberitahu kabar eksekusi tersebut.
|
"Saya barusan baru terbang dari Madura bertemu keluarga Zaini di Bangkalan untuk menyampaikan kabar duka tersebut. Mereka sudah menerima dengan ikhlas peristiwa ini. Kami menyampaikan bela sungkawa yang sebesar-besarnya bagi istri dan dua anak Zaini," kata Iqbal.
Credit cnnindonesia.com
Tiada Notifikasi, RI Baru Tahu Kasus Zaini Setelah Vonis Mati
Direktur PWNI dan BHI Lalu Muhammad Iqbal
mengatakan pemerintah baru mengetahui kasus yang menimpa TKI Zaini
setelah hakim menjatuhkan vonis mati pada 2008 lalu. (CNN Indonesia/Riva
Dessthania Suastha)
Dia dieksekusi mati karena dinyatakan terbukti bersalah membunuh majikannya, Abdullah bin Umar Muhammad Al Sindy.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Lalu Muhammad Iqbal mengatakan pemerintah Saudi tidak pernah memberi notifikasi atau pemberitahuan mengenai penangkapan Zaini sejak pria 53 tahun itu ditangkap.
"Dari otoritas Saudi tidak pernah memberi notifikasi ditangkapnya Zaini Misrin pada tahun 2004 lalu baik ke KJRI di Jeddah maupun KBRI di Mekah," kata Iqbal dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (19/3).
|
Zaini yang bekerja sebagai sopir Abdullah sejak 1992 silam ditangkap pada 13 Juli 2004 atas dasar laporan anak Abdullah yang menuduhnya telah membunuh sang ayah. Selama proses hukum berlangsung, Zaini disebut tidak diperbolehkan didampingi pengacara atau kuasa hukum.
Iqbal mengatakan pemerintah melalui KBRI baru mengetahui kasus ini pada 8 November 2008 saat pengadilan memvonis hukuman mati kepada Zaini.
Sejak itu, Iqbal menuturkan pemerintah segera mendampingi Zaini memperjuangkan hak-hak hukumnya. Sejak vonis dijatuhkan hingga sebelum eksekusi, dia mengatakan tim perlindungan WNI Kemlu RI telah bertemu Zaini sebanyak 40 kali.
Pada 2011, pemerintah telah dua kali menunjuk kuasa hukum guna mendampingi kasus Zaini yakni pada 2011-2016 dan pada 2016-2018. Sejak 2008, kata Iqbal, pemerintah juga setidaknya telah memfasilitasi keluarga untuk menemui Zaini di Saudi sebanyak tiga kali.
|
"Sejak 2008, pemerintah juga setidaknya sudah dua kali melayangkan permintaan peninjauan kembali. Yakni pada Januari 2017 dan Januari 2018 lalu. Namun sayangnya, eksekusi dilakukan saat proses PK kedua baru akan dimulai ketika belum ada putusan atau kesimpulan dari hakim," kata Iqbal.
"Selama ini juga sudah ada 42 nota diplomatik yang dikirim KJRI atau KBRI di Saudi terkait kasus Zaini. Presiden RI juga sudah kirimkan surat sebanyak tiga kali kepada Raja Salman yakni sekali di era SBY dan dua kali di era Jokowi untuk menunda atau meringankan hukuman Zaini ini," lanjutnya.
Walau demikian, Iqbal mengakui bahwa sistem tata kelola perlindungan WNI di luar negeri pada saat itu masih belum dibangun baik dan kondusif. Karena itu, pemerintah cukup sulit menangani dan mendampingi sejumlah kasus serupa yang terjadi sebelum tahun 2010.
"Sistem PWNI itu sebelum tahun 2010 belum terbangun dengan baik. Jika dilihat, dua kasus eksekusi mati Zaini dan Siti Zaenab pada 2015 muncul sebelum 2010. Karena itu kasus ini sulit diselesaikan karena pemerintah tidak melakukan pendampingan sejak awal," ujar Iqbal.
Credit cnnindonesia.com