Hubungan Turki dengan Rusia dinilai masih terjalin dengan baik.
CB,
ANKARA -- Pemerintah Turki tidak berencana mengambil keputusan apapun
untuk melawan Rusia terkait dugaan keterlibatannya dalam aksi
penyerangan Sergei Skripal di Salisbury, Inggris, awal Maret lalu. Turki
memutuskan tidak mengambil langkah seperti 14 negara anggota Uni Eropa
yang mengusir para diplomat Rusia di negaranya masing-masing.
Hal itu disampaikan Wakil Perdana Menteri Turki BekirBozdag seusai
menghadiri pertemuan kabinet di ibu kota Turki Ankara pada Senin (26/3).
Ia menyebut hubungan Turki dengan Rusia masih terjalin dengan baik.
Ada
hubungan positif dan baik antara Turki dan Rusia. "Dalam pengertian
itu, Turki tidak berencana mengambil keputusan apapun terhadap Rusia,"
kata Bozdag, dikutip laman
Anadolu Agency.
Pada
Senin kemarin, 14 negara anggota Uni Eropa telah mengusir puluhan
diplomat Rusia dari negaranya masing-masing. Hal itu merupakan reaksi
negara-negara Eropa terkait dugaan keterlibatan Rusia dalam aksi
penyerangan Sergei Skripal dan putrinya Yulia. Setidaknya 45 diplomat
Rusia di seluruh Eropa telah diusir sejauh ini.
Pemerintah
Amerika Serikat (AS) juga telah mengambil tindakan serupa. Washington
diketahui baru saja mengusir 60 diplomat Rusia danmemerintahkan
penutupan konsulat Rusia di Seattle.
Skripal merupakan
seorang pensiunan kolonel yang sempat berdinas di badan intelijen
militer luar negeri Rusia (GRU). Pada 2004, Dinas Keamanan Rusia (FSB)
menangkapnya karena dituding membocorkan informasi rahasia kepada Badan
Intelijen Rahasia Inggris (MI6).
Pada Agustus 2006,
pengadilan militer Rusia menjatuhkan hukuman penjara 13 tahun terhadap
Skripal. Dalam vonisnya, hakim menyebut Skripal terbukti melakukan
pengkhianatan tingkat tinggi dalam bentuk spionase. Semua gelar dan
penghargaan yang pernah didapatkannya pun ditarik kembali oleh Rusia.
Pada
Juli 2010, Skripal diampuni oleh mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev.
Dia kemudian dibebaskan bersama tiga orang lainnya untuk ditukar dengan
10 mata-mata Rusia yang ditangkap FBI.
Kemudian pada 4
Maret lalu, Skripal dan putrinya yang baru saja tiba dari Rusia, Yulia
(33 tahun), ditemukan terkulai tak berdaya di luar pusat perbelanjaan
diS alisbury. Keduanya diduga diracun menggunakan agen saraf novichok.
Kejadian
itu memicu krisis diplomatik antara Inggris dan Rusia. Inggris menuding
Rusia menjadi dalang aksi penyerangan Skripal. Salah satu dasar tuduhan
itu adalah agen saraf yang digunakan untuk menyerang Skripal, yakni
novichok, pernah dikembangkan Uni Soviet pada 1971.
Tuduhant
ersebut telah dibantah tegas oleh Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin
mengklaim negaranya tidak lagi memiliki senjata agen saraf tersebut.
Semua senjata kimia Rusia, kata Putin, telah dihancurkan di bawah
pengawasan organisasi internasional.