PBB, New York (CB) - Sekretaris Jenderal PBB Antonio
Guterres terkejut oleh pernyataan kepala staf Angkatan Darat Myanmar
mengenai orang Rohingya, kata wakil juru bicara Guterres pada Senin
(26/3).
"Sekretaris jenderal terkejut dengan laporan hari ini mengenai pernyataan yang dikeluarkan oleh Jenderal Senior Myanmar U Min Aung Hlaing," kata Farhan Haq di dalam satu pernyataan.
Dalam satu pertemuan di Negara Bagian Kachin, Myanmar Utara, Min Aung Hlaing dilaporkan menyebut orang Rohingya sebagai "orang Benggala" dan mengatakan mereka "tidak memiliki karakter atau kebudayaan yang sama dengan etnik Myanmar".
Sekretaris jenderal PBB tersebut mendesak semua pemimpin di Myanmar agar mengambil sikap bersatu melawan hasutan kebencian dan mendorong keharmonisan masyarakat, kata pernyataan itu, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi. "Kepemimpinan semacam itu sangat diperlukan untuk memajukan langkah kelembagaan guna memerangi diskriminasi dan menerapkan saran Komisi Penasehat Rakhine," katanya.
Sekretaris jenderal PBB itu kembali menyampaikan pentingnya penanganan pangkal kerusuhan dan tanggung-jawab Pemerintah Myanmar untuk menyediakan keamanan dan bantuan buat mereka yang memerlukan, kata pernyataan tersebut.
Sementara itu, penting bahwa keadaan dipastikan orang Rohingya bisa pulang secara sukarela, aman dan bermartabat, tambah pernyataan tersebut.
Milisi Rohingya melancarkan serangan mematikan terhadap pasukan keamanan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, pada 25 Agustus 2017. Tindakan itu menyulut aksi pembalasan oleh tentara pemerintah dan penjaga keamanan Myanmar.
Sebanyak 688.000 pengungsi Rohingya telah menyeberangi perbatasan ke negara tetangga Myanmar, Bangladesh, sampai Februari 2018.
"Sekretaris jenderal terkejut dengan laporan hari ini mengenai pernyataan yang dikeluarkan oleh Jenderal Senior Myanmar U Min Aung Hlaing," kata Farhan Haq di dalam satu pernyataan.
Dalam satu pertemuan di Negara Bagian Kachin, Myanmar Utara, Min Aung Hlaing dilaporkan menyebut orang Rohingya sebagai "orang Benggala" dan mengatakan mereka "tidak memiliki karakter atau kebudayaan yang sama dengan etnik Myanmar".
Sekretaris jenderal PBB tersebut mendesak semua pemimpin di Myanmar agar mengambil sikap bersatu melawan hasutan kebencian dan mendorong keharmonisan masyarakat, kata pernyataan itu, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi. "Kepemimpinan semacam itu sangat diperlukan untuk memajukan langkah kelembagaan guna memerangi diskriminasi dan menerapkan saran Komisi Penasehat Rakhine," katanya.
Sekretaris jenderal PBB itu kembali menyampaikan pentingnya penanganan pangkal kerusuhan dan tanggung-jawab Pemerintah Myanmar untuk menyediakan keamanan dan bantuan buat mereka yang memerlukan, kata pernyataan tersebut.
Sementara itu, penting bahwa keadaan dipastikan orang Rohingya bisa pulang secara sukarela, aman dan bermartabat, tambah pernyataan tersebut.
Milisi Rohingya melancarkan serangan mematikan terhadap pasukan keamanan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, pada 25 Agustus 2017. Tindakan itu menyulut aksi pembalasan oleh tentara pemerintah dan penjaga keamanan Myanmar.
Sebanyak 688.000 pengungsi Rohingya telah menyeberangi perbatasan ke negara tetangga Myanmar, Bangladesh, sampai Februari 2018.
Credit antaranews.com