Kamis, 03 November 2016

AS Batalkan Penjualan, Duterte Beli Senjata ke Rusia

 
AS Batalkan Penjualan, Duterte Beli Senjata ke Rusia  
Menurut Duterte, warga Filipina dapat dengan mudah memproduksi senjata dan negaranya juga akan membeli senjata dari Rusia. (CNN Indonesia/Safir Makki)
 
Jakarta, CB -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengaku tak peduli dengan keputusan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat untuk menghentikan penjualan senjata ke negaranya. Menurut Duterte, warga Filipina dapat dengan mudah memproduksi senjata dan negaranya juga akan membeli senjata dari Rusia.

"Banyak senjata di sini. Saya tidak takut kekurangan senjata hanya karena AS menghentikan penjualan senjata ke Filipina," tutur Duterte seperti dikutip Inquirer pada Rabu (2/11).

Duterte kemudian mengatakan bahwa Rusia dapat menyediakan pasokan senjata kepada Filipina.

Duterte mengaku, tak lama setelah dirinya terpilih sebagai presiden, salah satu diplomat Rusia, Igor Khovaev, mengajaknya datang ke Rusia dan menyatakan Moskow memiliki segala yang dibutuhkan Filipina.

Dalam pertemuan Mei lalu, keduanya sepakat memperkuat hubungan bilateral antara Filipina dan Rusia. Menurut Duterte, hubungan antar Filipina-Rusia "sangat akrab."

"Kami (Filipina-Rusia) tidak memiliki sengketa, kontradiksi politik, atau perbedaan lainnya," kata Khovaev.

Dalam pertemuan Asean Summit di Laos beberapa waktu lalu, Duterte juga sempat bertemu Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev. Dalam pertemuan itu, Duterte menyebut Medvedev berjanji bahwa Rusia akan membantu Filipina.

Sementara itu, dalam pernyataannya ke media, Senator Partai Liberal Filipina Ralph Recto mendesak Duterte untuk segera membangun industri produksi senjata dan peralatan militer lokal.

Recto menggambarkan penghentian penjualan senjata AS ke Filipina ini sebagai panggilan pemerintah untuk segera menghentikan ketergantungan negara pada pihak asing.

"Senjata yang dibuat di Marikina sama bagusnya dengan senjata yang dibuat di Amerika," kata Recto merujuk pada industri alat militer Filipina di Marikina.

Keputusan Kemlu AS untuk membatalkan rencana penjualan 26 ribu senjata ke Filipina dipicu oleh penolakan salah satu senator AS, Ben Cardin.

Senapan-senapan dari AS ini seharusnya dijual ke Manila untuk digunakan oleh Kepolisian Nasional Filipina.

Salah satu sumber mengatakan, politisi Partai Demokrat itu tidak setuju jika AS harus menyediakan bantuan senjata ke Manila karena adanya dugaan pelanggaran HAM yang semakin mengkhawatirkan di Filipina.




Credit  CNN Indonesia


Geram Penjualan Senjata Batal, Duterte Sebut AS 'Monyet'


Geram Penjualan Senjata Batal, Duterte Sebut AS 'Monyet'  
Menyusul batalnya penjualan 26 ribu senjata AS ke Filipina, Presiden Rodrigo Duterte memaparkan bahwa kepercayaannya kepada Washington kini sudah pudar. (Reuters/Erik De Castro)
 
Jakarta, CB -- Presiden Rodrigo Duterte kembali meluncurkan kata-kata kasar ketika mencaci keputusan Amerika Serikat menghentikan 26 ribu penjualan senjata ke Filipina. Duterte menyebut keputusan itu "bodoh" dan pejabat AS yang menyebabkan pembatalan itu "monyet", sembari menegaskan bahwa ia akan dengan mudah beralih ke Rusia dan China untuk membeli senapan.

Komentar tajam semacam itu kini menjadi hal yang biasa diucapkan oleh pria 71 tahun yang memimpin Filipina sejak akhir Juni lalu. Dalam pidatonya yang disiarkan televisi lokal pada Rabu (2/11), Duterte memaparkan bahwa kepercayaannya kepada Washington kini sudah pudar.

"Lihatlah monyet-monyet ini, kita ingin membeli 26 ribu senjata, mereka tidak ingin menjualnya. Keparat, kami memiliki banyak senjata buatan sendiri di sini. Amerika bodoh," tutur Duterte.

Keputusan Kemlu AS untuk membatalkan penjualan senjata untuk Kepolisian Nasional Filipina dipicu oleh penolakan salah satu senator AS, Ben Cardin. Salah satu sumber Reuters mengatakan, politisi Partai Demokrat itu tidak setuju atas penjualan senjata, menyusul adanya dugaan pelanggaran HAM yang semakin mengkhawatirkan di Filipina.

Pasalnya, lebih dari 3.800 orang yang diduga pengguna dan pengedar narkoba tewas tanpa melalui proses hukum, sebanyak 2.300 di antaranya terbunuh dalam baku tembak dengan polisi.

Duterte geram atas sikap AS dan PBB yang mengkritik perang melawan narkoba yang diusungnya, yang dinilai tidak memperhatikan HAM para terduga pecandu narkoba.

"Itu sebabnya saya kasar pada mereka, karena mereka kasar pada saya," katanya.

Menurut prosedur di Washington, Kementerian Luar Negeri AS akan menginformasikan Kongres ketika terdapat rencana penjualan senjata internasional. Namun, Kemlu AS diberitahu bahwa Cardin akan menentang penjualan senjata itu, sehingga rencana ini otomatis terhenti.

Juru bicara Kemlu AS, John Kirby mengaku tak dapat berkomentar soal status penjualan senjata itu, namun menekankan bahwa AS berkomitmen terhadap persekutuannya dengan Filipina.

Sementara, kepala polisi Filipina, Ronald dela Rosa, mengaku kecewa atas penghentian penjualan senjata, karena polisi Filipina kita tak akan mendapatkan senapan M4.

"Kita punya beberapa pilihan, tapi jika memang [penjualan terhenti], maka mereka yang rugi, bukan kita," ujarnya.

"Rusia, mereka mengundang kita, begitu juga dengan China. Tapi saya masih menundanya, karena ingin bertanya kepada militer, 'Apakah Anda tetap ingin senjata AS?' Tapi mereka kasar kepada kita," ujar dela Rosa.

Renggangnya hubungan antara Filipina dan AS mulai terlihat ketika pada awal September lalu Duterte menyebut presiden petahana AS, Barack Obama "anak pelacur". Komentar itu membuat pertemuan kedua kepala negara yang sudah dijadwalkan disela-sela KTT ASEAN-AS di Laos batal.

Pada akhir Oktober lalu dalam kunjungannya ke Beijing, China, Duterte bahkan mengumumkan "perceraian" dengan AS. Duterte mengaku ia berupaya meninggalkan AS dan merapat ke pemerintah Beijing.



Credit  CNN Indonesia