Jumat, 16 September 2016

Filipina: Kami Tidak Bisa Selamanya Jadi Adik Amerika


 
Filipina: Kami Tidak Bisa Selamanya Jadi Adik Amerika
Presiden Filipina Rodrigo Duterte. | (REUTERS/Erik De Castro)
 
WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Filipina, Perfecto Yasay, telah meyakinkan Amerika Serikat (AS) bahwa Washington masih dianggap sebagai sekutu terpercaya Manila. Tapi, dia memperingatkan bahwa Filipina tidak bisa selamanya menjadi saudara kecil atau adik “cokelat”-nya Amerika.

Menlu Yasay menegaskan bahwa Filipina akan memberi “kuliah” tentang hak asasi manusia sebagai pra-syarat untuk menerima bantuan dari AS. Komentar Yasay disampaikan saat berbicara di Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington.

“Saya meminta teman-teman Amerika kami, pemimpin Amerika, untuk melihat aspirasi kami. Kami tidak bisa selamanya menjadi saudara ‘cokelat’ kecil dari Amerika. Kami harus mengembangkan, kami harus tumbuh dan menjadi kakak dari orang-orang kami sendiri,” ujar Yasay.

“Anda (harus) mengelolanya dengan benar. Anda tidak pergi ke Filipina dan mengatakan 'saya akan memberikan sesuatu yang akan membantu Anda tumbuh, tapi ini adalah daftar cek Anda yang harus dipatuhi’. Kami akan (memberikan) kuliah (pada) Anda tentang hak asasi manusia,” lanjut Yasay.

Yasay mengklaim bahwa presiden baru Filipina Rodrigo Duterte tegas berkomitmen untuk menjaga dan menghormati aliansi, termasuk yang dengan Amerika Serikat.

Hubungan AS dan Filipina telah jadi sorotan dunia, setelah Duterte blak-blakan menyuarakan ketidaksukaannya pada AS yang mengkritik perang narkoba di Filipina yang menewaskan ribuan orang. Duterte bahkan sempat mengeluarkan kata-kata hinaan pada Presiden Barack Obama sebelum menghadiri KTT ASEAN di Laos, meski Duterte membantahnya.

Yasay, seperti dikutip Reuters, Jumat (16/9/2016), mengatakan bahwa beberapa komentar Duterte selama ini telah disalahpahami.

Dia mencontohkan, seruan Duterte agar semua pasukan khusus AS hengkang dari Filipina selatan, hanya untuk sementara. Dia mengklaim bahwa seruan Duterte itu  bertujuan untuk menjaga pasukan AS dari bahaya di saat pasukan Filipina meluncurkan serangan terhadap militan Abu Sayyaf.



Credit  Sindonews