Kamis, 15 September 2016

Banjir Korut 'Bencana Terburuk' Sejak Perang Dunia II

 
Banjir Korut 'Bencana Terburuk' Sejak Perang Dunia II Korut lewat kantor berita pemerintah menyebut banjir yang terjadi saat ini sebagai "bencana terburuk" sejak Perang Dunia II. (UNICEF Korut via AFPTV)
 
Jakarta, CB -- Korea Utara lewat kantor berita pemerintah menyebut banjir yang terjadi saat ini sebagai “bencana terburuk” sejak Perang Dunia II.

Kantor berita Korut, KCNA, tidak menyebut jumlah pasti korban tewas akibat banjir, namun laporan PBB menyebut sebanyak 138 orang tewas sementara 400 lainnya masih dinyatakan hilang setelah hujan mendera di wilayah utara.

Air bah dari Sungai Tumen yang menandai perbatasan dengan China dan Rusia melewati desa-desa, menghanyutkan bangunan, serta menyebabkan ribuan orang berada dalam kondisi darurat makanan dan tempat perlindungan.

“Banjir akibat topan yang menghantam Provinsi Hamgyong Utara sejak 29 Agustus hingga 2 September merupakan bencana terburuk sejak pembebasan dari penjajahan kolonial Jepang pada 1945,” lapor KCNA.


KCNA juga untuk pertama kalinya memberikan dampak kerusakan akibat banjir dan jumlah orang terlantar, yakni sebanyak 68.900 orang. Sedang PBB menyebut sebanyak 107 ribu orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena banjir,

Sementara itu, KCNA menyebut setidaknya 29.800 rumah dan 900 bangunan publik hancur, 180 ruas jalan dan lebih dari 60 jembatan rusak parah, ditambah terputusnya aliran listrik dan komunikasi.

Meski begitu, laporan KCNA tetap mengelukan peran Partai Pekerja yang berkuasa dalam merespons banjir, yang mengklaim sedang mengupayakan perbaikan bangunan di wilayah perbatasan timur laut.

Disebut pula bahwa mliter dan warga sipil merespons baik seruan pemerintah untuk berpartisipasi dalam upaya penyelamatan.

Korut rentan akan berbagai bencana alam, terutama banjir, karena laju deforestasi yang cepat, demi kepentingan bahan bakar dan pertanian. Padahal, pemerintah Korut mengeluarkan anggaran besar dalam program nuklir dengan dalih antisipasi serangan dari Amerika Serikat.

Rangkaian bencana banjir dan kekeringan menjadi sebagian penyebab bencana kelaparan yang menewaskan ribuan orang pada 1994-1998, yang diperparah dengan berhentinya dukungan dari Uni Soviet.

Organisasi Makanan dan Pertanian PBB pada April lalu mengatakan bahwa kekurangan makanan yang mendera Korut diperkirakan akan semakin parah, dikarenakan stok makanan yang menipis sejak tahun lalu.

Dewan Keamanan PBB, sementara itu, berencana untuk memberlakukan sanksi baru setelah uji coba nuklir Korut pada Jumat lalu.


Credit  CNN Indonesia


Banjir di Korut Tewaskan 133 Orang


Banjir di Korut Tewaskan 133 Orang 
 Ilustrasi (Reuters/Denis Balibouse)
 
Jakarta, CB -- Banjir akibat hujan deras di Korea Utara dalam beberapa hari terakhir menewaskan 133 orang, sementara 395 lainnya dinyatakan hilang.

Pernyataan dari PBB pada Senin (12/9) itu muncul di tengah kekhawatiran atas uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korut pada Jumat lalu.

Kantor PBB untuk Urusan Koordinasi Kemanusiaan (OCHA) dalam laporannya mengatakan bahwa lebih dari 35.500 rumah rusak, dua per tiga di antaranya rusak total, dan 107 ribu orang terlantar akibat banjir.

OCHA menyatakan bahwa jumlah orang hilang berdasarkan data dari pemerintah Korut.
Sementara itu, media Korut menyebut bahwa hujan deras pada akhir Agustus dan awal September menyebabkan kerusakan berat di dekat Sungai Tumen. Meski begitu, tidak disebut jumlah korban tewas akibat banjir.

OCHA menyebut bahwa penilaian kerusakan akibat banjir oleh PBB dibuat berdasar kunjungan badan PBB, Palang Merah Internasional, Bulan Sabit Merah, Palang Merah Korut serta beberapa LSM lain ke wilayah terkena banjir di timur laut negara itu pekan lalu.

Kantor berita Korut, KCNA, melaporkan Ahad kemarin bahwa “fenomena iklim” terburuk dalam 70 tahun mendera wilayah utara Korit dan menyebabkan “kerugian besar”, dan bahwa perbaikan sedang dilakukan oleh pemerintah.
Reuters menyebut laju deforestasi untuk bahan bakar dan pertanian membuat Korut rawan bencana alam, terutama banjir.

Palang Merah, seperti dilansir AFP, menyebut setidaknya 100 ribu orang di Kota Hoeryonh tidak punya akses air minum bersih, dan hingga 600 ribu orang menghadapi gangguan terhadap akses persediaan air mereka.

Bencana ini memperparah situasi kekurangan makanan yang sudah melanda Korut, dengan sekitar 16 ribu hektare lahan pertanian terkena banjir hanya beberapa pekan sebelum waktu panen.

“Kerugian mereka adalah bencana lain yang akan dirasakan pada beberapa pekan atau bulan mendatang,” kata Palang Merah.


Credit  CNN Indonesia