Kamis, 15 September 2016

Aksi Bangkok Salip Jakarta Benahi Transportasi

 
Aksi Bangkok Salip Jakarta Benahi Transportasi Bangkok Skytrain. (AFP PHOTO / PORNCHAI)
 
Jakarta, CB -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belakangan ini memulai membangun infrastruktur transportasi massal cepat alias Mass Rapid Transportation atau MRT. Namun, langkah itu sudah telampau jauh tertinggal oleh pemerintah Bangkok, Thailand.

Bangkok saat ini sudah mempunyai dua rute kereta layang (BTS skytrain), empat rute kereta bawah tanah (MRT subway), dan tiga rute kereta ke Bandara (Airport Rail Link) Suvarnabhumi. Sistem transportasi cepat ini sudah mulai terealisasi pada 1999, menyusul krisis kemacetan lalu-lintas yang melanda di era 90-an.

Kala itu, masalah kemacetan di Bangkok hampir sama dengan di Jakarta. Penelitian menyebut faktor utama penyebab kemacetan di kota ini adalah kurangnya ruas jalan yang tersedia, yakni sekitar 8 persen dari luas kawasan. Angka itu berbeda jauh jika dibandingkan dengan rata-rata 20-30 persen di negara barat.

Selain itu, permasalahan juga timbul karena meningkatnya jumlah kendaraan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan kurangnya fasilitas serta pengelolaan transportasi umum. Sebelum dibuat sistem transportasi cepat, Bangkok bergantung pada kereta listrik, bus, trem, ojek dan kapal-kapal di kanal.

Geliat pembangunan infrastruktur pemerintah Thailand tampak pada data statistik Kementerian Perhubungan setempat yang diperoleh CNNIndonesia.com. Total panjang jalan di negeri tersebut terus bertambah sejak 2006 hingga 2015, mulai dari 64.156 kilometer, meningkat jadi 67,310 kilometer di 2010 dan mencapai 70.077 kilometer di 2015.
Penambahan jalan itu seiring dengan jumlah kendaraan yang terus meningkat. Pada 2011, ada total 29,205 juta kendaraan secara keseluruhan, bertambah menjadi 33,520 juta pada 2013 hingga menyentuh 35,547 juta di 2015. Dari tahun ke tahun, jenis kendaraan didominasi sepeda motor (57,1-61,7 persen) dan mobil sedan (17,1-21,8 persen).

Jumlah bus pun meningkat dari tahun ke tahun, mulai dari 137.503 di 2011 hingga mencapai 153,757 di 2015. Sama halnya dengan truk, meningkat dari 852.923 di 2011 menjadi 1,30 juta di 2015.

Bangkok Bus Rapid Transit. (Sry85 via Wikimedia Commons (CC-BY-SA-3.0))
"Saya tinggal di Thailand selama 40 tahun. Dulu macetnya, macet sekali. Sekarang tidak macet karena infrastruktur ditingkatkan," kata Sarasvati Ellie Kositanont, seorang warga Indonesia yang kini menetap di Bangkok saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.

Perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang Indonesia-Thailand itu mengatakan masalah transportasi di Bangkok dapat diatasi karena ketersediaan banyak pilihan. Transportasi umum yang nyaman dan jalan tol memadai jadi hal yang dipuji oleh Ellie.

Misalnya, BTS Skytrain. Di sekitar stasiun, kata Ellie, masyarakat bisa memarkirkan mobil pribadinya dan beralih ke kereta menuju pusat kota. Karena itu, kemacetan di daerah perkotaan bisa berkurang berkat keberadaannya.

Kereta layang ini memang belum mencapai daerah-daerah tertentu atau pinggiran perkotaan. Hanya saja, fasilitas untuk mencapai stasiun atau feeder yang menunjang membuat masyarakat masih mau menggunakan angkutan umum.


"Misalnya kalau di sini seperti di Bekasi, kita bisa naik van ke stasiun terdekat dan lanjut ke pusat kota. Walaupun jaraknya agak jauh, tapi ketika mobil sudah penuh dia tidak akan berhenti lagi jadi lebih cepat," kata Ellie.

Selain van atau mobil kecil serupa angkot, ada pula bus-bus lebih murah yang di antaranya menggunakan AC. Hanya saja, lajunya tidak sama kencang.

"(Kendaraan umum) ini nyaman karena frekuensinya banyak, tapi kualitas dijaga. Tidak boleh ugal-ugalan. Publik bisa komplain dan laporkan nomor plat," ujar perempuan bersuami warga Thailand ini.

Selain itu, dari segi harga, semua moda transportasi umum di Thailand, dia nilai cukup terjangkau.

Kendalanya adalah rush hour atau jam sibuk pulang-pergi kerja. Untuk menaiki bus, orang-orang mesti datang sebelum 7.00 waktu setempat. Jika tidak, maka risikonya adalah mesti berebutan dengan komuter lain.

Selain itu, rush hour juga berpengaruh pada kemacetan. Menurut pengalaman Ellie, ada beberapa kawasan yang biasa terkena macet di waktu-waktu ini. Di antaranya ada di pusat kota seperti Rama, Sathorn, dan Petchburi. "Pratunam dan lain-lain juga macet tapi tidak stuck," ujarnya.

Bangkok skytrain (REUTERS/Chaiwat Subprasom)

Jakarta Dicemooh

Sementara itu, warga Thailand yang berkunjung ke Jakarta justru mengalami punya pengalaman yang buruk. Menurut Ellie, ada semacam kelakar di antara warga Thailand yang dia kenal ketika mendatangi kota ini.

"Kadang mereka bercanda, di Jakarta kita harus hati-hati, terutama kalau mau ke bandara. Perjalanan bisa sama 1,5 jam. Saya sendiri pernah hampir ketinggalan pesawat," kata Ellie terkekeh.

Sementara itu, di Thailand ada kereta yang langsung terhubung dengan bandara, yakni Airport Rail Link. Kereta ini menghubungkan pusat kota Bangkok dengan bandara Suvarnabhumi.

Jalur sepanjang 28 kilometer ini mulai beroperasi pada 2010.
Kemacetan di Jakarta, kata Ellie, sudah terlalu parah. Pengalaman terparahnya adalah terjebak macet selama 3,5 jam dari Tomang, Jakarta Barat, ke Thamrin di Jakarta Pusat.

Di Bangkok, kemacetan memang masih sering terjadi. Namun, dia menganggap hambatan di sana tidak separah di Jakarta. "Pada dasarnya masih bisa dikalkulasikan perkiraan waktunya."

Masalahnya, menurut dia, adalah tarif toll yang terlalu murah sehingga terlalu banyak orang yang memilih masuk tol. Di Bangkok, masyarakat mesti merogoh kocek lebih dalam untuk masuk ke jalan bebas hambatan.

Biaya minimum untuk masuk jalan tol, menurutnya, sekitar 44 Baht atau setara Rp16 ribu. Jika jaraknya jauh, bisa mencapai 100 Baht atau Rp37 ribu. "Tapi dalam waktu 45 menit bisa sampai. Kalau jalanan biasa, ampun."

Perluasan pembangunan jaringan Mass Rapid Transit. (AFP PHOTO / CHRISTOPHE ARCHAMBAULT)
Infrastruktur memadai bukan berarti tak ada masalah. Di sisi lain, National Reform Steering Assembly menyebut kemacetan di Bangkok dan kota-kota besar Thailand bisa memakan 97 juta Baht atau Rp36 milyar per hari.

Menurut Seree Suwanpanont, Ketua Sub-Komite bidang Keselamatan Jalanan di Institusi tersebut, angka kerugian itu diakibatkan bahan bakar yang terbuang karena lalu lintas tersendat. Dia menyebut infrastruktur jalan yang ada masih belum bisa mengimbangi jumlah mobil yang terus meningkat.

Tahun lalu, ada sekitar 9 juta kendaraan terdaftar di Bangkok dan provinsi sekitarnya. Namun, jumlah jalan yang ada hanya bisa mengakomodasi 1,5 juta kendaraan, kata Seree dikutip Bangkok Post.

Dia mengatakan pihaknya sudah mengajukan usulan reformasi terkait kemacetat dan keselamatan di jalan untuk dimasukkan ke dalam agenda nasional.

Sementara itu, Menteri pertahanan Prawit Wongsuwon mengatakan dirinya telah menginstruksikan Kepala Kepolisian Metro Bangkok untuk menambah jumlah polisi lalu-lintas di semua kawasan. Prawit juga mengimbau komuter untuk bekerjasama, beralih ke transportasi publik.





Credit  CNN Indonesia