"Saya orang paling bahagia di dunia."
Yerevan (CB) - Pemimpin oposisi Nikol Pashinyan terpilih
menjadi Perdana Menteri (PM) Armenia yang baru pada Selasa, mengakhiri
revolusi damai berminggu-minggu melalui unjuk rasa besar menentang
korupsi dan kronisme di negara bekas republik Uni Soviet itu.
Rusia, yang memiliki pangkalan militer di Armenia, mewaspadai perubahan kekuasaan tidak terkendali tersebut, yang akan menarik negara itu keluar dari orbitnya, namun Pashinyan memberikan jaminan tidak akan memutuskan hubungan dengan Pemimpin Rusia di Istana Kremlin.
Pemilihan Pashinyan, mantan penyunting surat kabar, yang menghabiskan waktu di penjara karena mengobarkan kerusuhan, menandai perpecahan dengan kader penguasa, yang memerintah Armenia sejak akhir 1990-an.
Ia memelopori gerakan unjuk rasa, yang pertama kali memaksa pemimpin veteran, Serzh Sarksyan, mundur dari perdana menteri dan kemudian menekan partai berkuasa meninggalkan upaya menghalangi pemilihannya menjadi perdana menteri, jabatan paling kuat di negara itu, demikian laporan Reuters.
Dalam pemungutan suara di parlemen pada Selasa, sebanyak 59 anggota parlemen mendukung pencalonan Pashinyan, termasuk beberapa dari Partai Republik yang berkuasa, dengan 42 suara yang menentang.
Pemungutan suara pada pekan lalu, Partai Republik menghalangi Pashinyan, tetapi mengatakan pada Selasa telah memutuskan untuk mendukungnya demi persatuan dan kebaikan bangsa.
Alun-alun pusat di ibu kota, tempat para pendukung Pashinyan berkumpul untuk menonton pemungutan suara di layar televisi besar, menjadi penuh dengan kegembiraan ketika hasilnya ditunjukkan.
Puluhan ribu orang di Republic Square berteriak "Nikol!" dan merpati putih dilepas ke udara. Orang-orang memeluk dan mencium satu sama lain.
"Saya orang paling bahagia di dunia," kata Shogik, seorang pendukung Pashinyan berusia 17 tahun.
Armenia adalah negara berpenduduk sekitar tiga juta orang yang berada di pegunungan antara Turki dan Iran.
Gerakan protes Pashinyan tercetus ketika Sarksyan, yang dilarang konstitusi dari menginginkan masa jabatan sebagai presiden, menjadi perdana menteri sebagai gantinya. Banyak orang-orang Armenia melihat hal itu sebagai taktik sinis Sarskyan untuk memperpanjang kekuasaannya.
Unjuk rasa pimpinan Pashinyan, mengenakan kaos penyamaran dan topi gaya militernya, menyalurkan kesadaran di antara banyak orang Armenia bahwa korupsi dan kronisme merajalela di kalangan penguasa.
Rusia, yang memiliki pangkalan militer di Armenia, mewaspadai perubahan kekuasaan tidak terkendali tersebut, yang akan menarik negara itu keluar dari orbitnya, namun Pashinyan memberikan jaminan tidak akan memutuskan hubungan dengan Pemimpin Rusia di Istana Kremlin.
Pemilihan Pashinyan, mantan penyunting surat kabar, yang menghabiskan waktu di penjara karena mengobarkan kerusuhan, menandai perpecahan dengan kader penguasa, yang memerintah Armenia sejak akhir 1990-an.
Ia memelopori gerakan unjuk rasa, yang pertama kali memaksa pemimpin veteran, Serzh Sarksyan, mundur dari perdana menteri dan kemudian menekan partai berkuasa meninggalkan upaya menghalangi pemilihannya menjadi perdana menteri, jabatan paling kuat di negara itu, demikian laporan Reuters.
Dalam pemungutan suara di parlemen pada Selasa, sebanyak 59 anggota parlemen mendukung pencalonan Pashinyan, termasuk beberapa dari Partai Republik yang berkuasa, dengan 42 suara yang menentang.
Pemungutan suara pada pekan lalu, Partai Republik menghalangi Pashinyan, tetapi mengatakan pada Selasa telah memutuskan untuk mendukungnya demi persatuan dan kebaikan bangsa.
Alun-alun pusat di ibu kota, tempat para pendukung Pashinyan berkumpul untuk menonton pemungutan suara di layar televisi besar, menjadi penuh dengan kegembiraan ketika hasilnya ditunjukkan.
Puluhan ribu orang di Republic Square berteriak "Nikol!" dan merpati putih dilepas ke udara. Orang-orang memeluk dan mencium satu sama lain.
"Saya orang paling bahagia di dunia," kata Shogik, seorang pendukung Pashinyan berusia 17 tahun.
Armenia adalah negara berpenduduk sekitar tiga juta orang yang berada di pegunungan antara Turki dan Iran.
Gerakan protes Pashinyan tercetus ketika Sarksyan, yang dilarang konstitusi dari menginginkan masa jabatan sebagai presiden, menjadi perdana menteri sebagai gantinya. Banyak orang-orang Armenia melihat hal itu sebagai taktik sinis Sarskyan untuk memperpanjang kekuasaannya.
Unjuk rasa pimpinan Pashinyan, mengenakan kaos penyamaran dan topi gaya militernya, menyalurkan kesadaran di antara banyak orang Armenia bahwa korupsi dan kronisme merajalela di kalangan penguasa.
Credit antaranews.com