Selasa, 15 Mei 2018

OKI Sebut Pembukaan Kedubes AS Penghinaan Terhadap Palestina


OKI Sebut Pembukaan Kedubes AS Penghinaan Terhadap Palestina
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menganggap pembukaan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Yerusalem sebagai penghinaan terhadap Palestina. (REUTERS/Mohammed Salem)


Jakarta, CB -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menganggap pembukaan Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat untuk Israel di Yerusalem, Senin (14/5) merupakan bentuk penghinaan terhadap hak bangsa Palestina dan pelanggaran terhadap hukum internasional.

Organisasi beranggotakan 57 negara termasuk Indonesia itu mengutuk keras langkah Presiden Donald Trump yang berkeras membuka kedutaan besarnya itu meski seluruh dunia mengecamnya.

"OKI menganggap pemerintahan AS saat ini bertentangan dengan komitmen negaranya sendiri dan menghina hak-hak dasar Palestina serta juga hukum internasional," bunyi pernyataan resmi OKI melalui situsnya, Senin (14/5).



"OKI mengecam dengan pernyataan sekeras-kerasnya langkah ilegal pemerintah AS ini dan menganggap langkah tersebut sebagai serangan AS terhadap hak dasar, sejarah, dan hukum bangsa Palestina."

Pernyataan itu diungkapkan OKI sebagai tanggapan terhadap AS yang baru saja membuka kedutaannya untuk Israel di Yerusalem pada awal pekan ini.

Pemindahan Kedubes dari Tel Aviv ke Yerusalem tetap dilakukan Trump meski Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menolak keputusannya itu yang dinilai bisa mengancam perdamaian di Timur Tengah.



Dalam pernyataannya, OKI juga kembali menegaskan langkah AS tersebut merusak kedudukan hukum internasional yang jelas-jelas telah mengatur status Yerusalem, kota suci bagi tiga agama yang selama ini menjadi sumber konflik Palestina-Israel.

OKI menyebut keputusan AS yang berkeras membuka kedutaan di Yerusalem telah melanggar sejumlah resolusi internasional terkait status Al Quds Al Sharif dan Palestina seperti resolusi Dewan Keamanan PBB 242 tahun 1967, resolusi 252 (1968), resolusi 267 (1969), resolusi 298 (1971), resolusi 338 (1973), resolusi 446 (1979), resolusi 465 (1980), resolusi 476 (1980), resolusi 478 (1980), resolusi 2334 (2016), dan resolusi Majelis Umum PBB A/RES/72/15 tahun 2017.

Padahal, seluruh resolusi itu juga disepakati AS sebagai salah satu anggota PBB.



"Sangat jelas bahwa AS tidak menghormati hak-hak dan sentimen religius dari umat Muslim. Langkah AS ini juga menyimpulkan bahwa pemerintahan AS saat ini gagal mempertahankan perannya sebagai perantara dan mediator upaya perdamaian di kawasan,"

Trump tidak hadir dalam pembukaan kedubesnya itu. Namun, delegasi AS yang terdiri dari putri Trump dan menantunya, Ivanka Trump dan Jared Kushner, serta sejumlah pejabat lainnya seperti Wakil Menteri Luar Negeri AS John Sullivan telah mewakilinya dalam peresmian Senin siang tersebut.

Sullivan menganggap relokasi kedutaan negaranya merupakan "pengakuan terhadap realitas yang telah lama tertunda."
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga hadir dalam gelaran peresmian tersebut. Ia bahkan mendorong negara lain melakukan hal yang sama seperti AS.

Tidak tinggal diam, ratusan warga Palestina di Jalur Gaza menggelar protes menolak pembukaan kedutaan. Militer Israel disebut menambah pasukannya di perbatasan dekat Gaza demi mengantisipasi pendemo.

Bentrokan tidak dapat dihindari. Sedikitnya 52 warga Palestina tewas akibat bentrok dengan pihak militer di Jalur Gaza. Gedung Putih malah menyalahkan Hamas, salah satu fraksi besar Palestina, atas kematian tersebut.





Credit  cnnindonesia.com