Selasa, 08 Mei 2018

Harapan buat Pengungsi Asing di Indonesia


Harapan buat Pengungsi Asing di Indonesia
Sebanyak 13.840 pengungsi asing di Indonesia terancam tak bisa ditempatkan di negara ketiga, UNHCR mencari peluang buat pengungsi yang tak boleh bekerja. ( CNN Indonesia/Natalia Santi)


Jakarta, CB -- Sebagian besar dari 13.840 pengungsi asing di Indonesia terancam tak bisa ditempatkan di negara ketiga.

Kepala Misi Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-bangsa (UNHCR) untuk Indonesia, Thomas Vargas, mengatakan peluang resettlement atau penempatan pengungsi semakin kecil setelah sejumlah negara besar yang semula berkomitmen menerima pencari suaka menutup diri dan mengurangi kuota penerimaan pengungsi.

"Penempatan membutuhkan persetujuan negara ketiga yang menerima pengungsi. Situasi saat ini menjadikan peluang penempatan terus berkurang. Negara seperti Australia dan Amerika Serikat yang secara tradisional selalu menerima, sekarang mengurangi kuota mereka," ucap Vargas kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.


Vargas mengatakan ada sekitar 22,5 juta pengungsi di dunia yang lari dari negaranya karena konflik dan perang. Namun, hanya segelintir negara yang bersedia menjadi negara ketiga yang menerima mereka.

Sebab, negara penerima pengungsi harus bisa menyediakan advokasi dan perlindungan bagi pengungsi termasuk akses publik, kesehatan, pendidikan, ekonomi, hingga politik. Singkatnya, negara tersebut harus bisa menjamin hidup para pengungsi sebagaimana pemerintah menjamin warganya sendiri.

Selama ini, Vargas mengatakan Amerika Serikat menjadi negara penerima pengungsi dengan kuota terbanyak. Sementara itu, sejumlah negara lainnya seperti Australia, Kanada, Selandia Baru, dan negara Nordik juga membuka peluang penempatan bagi pengungsi meski tak sebanyak AS.




Di masa pemerintahan Barack Obama, Vargas mengatakan Washington bisa menerima hingga 120.000 pengungsi untuk ditempatkan per tahunnya. Namun, sejak Donald Trump mengambil alih Gedung Putih, kuota penerimaan pengungsi dipangkas menjadi hanya 45.000 orang per tahun.

Di selatan Pasifik, Australia juga mulai membatasi kuota penerimaan pengungsi dengan menutup sejumlah pusat penampungan pencari suaka seperti di Pulau Nauru dan Pulau Manus.

Perubahan kebijakan sejumlah negara itu, papar Vargas, membuat kesempatan penempatan pengungsi di dunia termasuk Indonesia kian kecil. Ia mengatakan tahun lalu UNHCR hanya bisa menempatkan sedikitnya 322 pengungsi di Indonesia.

Padahal, sebelum krisis pengungsi kian memburuk, Vargas mengatakan UNHCR bisa memproses 800 proses penempatan pengungsi di Indonesia setiap tahunnya.

"Ada 17,2 juta pengungsi di dunia yang menjadi perhatian UNHCR pada 2016 lalu, tapi hanya 1 persen yang bisa ditempatkan pada tahun itu. Pada 2017 lalu, kami juga hanya bisa menempatkan sekitar 322 pengungsi dari Indonesia," uajr Vargas.



"Jika kita bandingkan angka pengungsi dengan kuota penerimaan negara ketiga itu terlihat bahwa peluang penempatan kurang dari 1 persen. Kita harus bisa cari opsi lain selain penempatan," lanjutnya.


Izinkan Pengungsi Bekerja

Vargas mengatakan minimnya peluang penempatan membuat para pengungsi harus mencari jalan lain membangun hidup mereka. Selain resettlement, ia mengatakan UNHCR kerap membujuk para pengungsi dan pencari suaka untuk pulang ke kampung halamannya.

"Beberapa orang memutuskan untuk kembali ke negara asalnya secara sukarela. Jika mereka menginginkan itu, UNHCR tidak bisa menyetop mereka, kami coba bantu sebisa mungkin untuk memulangkan mereka. Yang utama adalah mereka pulang bukan karena dipaksa, jika dipaksa itu melanggar hukum internasional," ujarnya.

Vargas mengatakan UNHCR juga tengah mencari solusi jangka pendek bagi para pengungsi selama menunggu penempatan. Ia mengatakan organisasinya sedang bernegosiasi dengan pemerintah Indonesia untuk membuat peraturan yang bisa memberdayakan para pengungsi agar dapat bertahan selama menunggu kejelasan nasib mereka, termasuk izin bekerja.



Sebab, selama terdampar di Indonesia, Vargas mengatakan para pengungsi tak memiliki hak untuk bekerja, sekolah, dan menerima akses lainnya seperti kesehatan. Seluruh kebutuhan pengungsi ditanggung oleh UNHCR dan juga Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).

"Di situasi yang tidak pasti seperti ini, kami tengah mencoba mengajukan proposal kepada pemerintah di kawasan termasuk Indonesia agar mengizinkan para pengungsi bisa berkontribusi terhadap komunitasnya dengan keterampilan yang mereka punya supaya tidak hanya bergantung pada bantuan organisasi," kata Vargas.

"Kami tidak meminta pemerintah mengizinkan pengungsi untuk bekerja. Kami hanya ingin pemerintah memberikan kesempatan pengungsi dilibatkan dengan proyek-proyek wiraswasta lokal yang dapat membantu kelancaran bisnis dan di saat bersamaan bisa membantu dirinya sendiri dan keluarganya untuk bertahan hidup," lanjutnya.

Selain itu, Vargas mengatakan masih ada beberapa pilihan yang tersedia bagi pengungsi seperti mencari sponsor negara yang ingin menempatkan mereka. Beberapa negara bahkan menggelar program reuni bagi pengungsi yang masih terdampar di negara transit dengan keluarganya yang telah lebih dulu ditempatkan di negara ketiga.

Namun, kedua cara itu tetap membutuhkan persetujuan negara ketiga dengan proses yang cukup panjang.

"Yang utama adalah bagaimana kita semua bisa meyakinkan para pengungsi bahwa masih ada harapan selain opsi penempatan. Jika penempatan tidak memungkinkan, masih ada opsi lain sehingga jangan putus harapan. Itu tugas paling sulit kami, adalah meyakinkan mereka [pengungsi] bahwa masih ada harapan ke depan," katanya.




Credit  cnnindonesia.com