Senin, 04 September 2017

Indonesia Diminta Intervensi 'Genosida' Rohingya



Indonesia Diminta Intervensi 'Genosida' Rohingya Pemerintah Indonesia didesak mengintervensi ancaman genosida terhadap Rohingya. (Reuters/Mohammad Ponir Hossain)


Jakarta, CB -- Pemerintah Indonesia diminta untuk mengintervensi "tragedi kemanusiaan" yang terjadi terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar.

"Krisis Rohingya adalah tragedi kemanusiaan yang secara etis dan politik menuntut dunia internasional untuk melakukan intervensi kemanusiaan," kata Hendardi, Ketua organisasi pemerhati Hak Asasi Manusia Setara Institute dalam pernyataan yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (2/9).

Hendardi mengatakan negara-negara ASEAN tidak bisa berlindung di balik prinsip menghormati kedaulatan Myanmar atas tragedi yang dia sebut sebagai "ancaman genosida" ini.

"Pembiaran dunia internasional atas Rohingya diduga kuat memiliki motivasi politik ekonomi kawasan, sehingga Aung San Su Kyi terus memperoleh proteksi politik" karena belum ada rezim pengganti yang bisa mendukung kepentingan negara-negara kuat di ASEAN, kata Hendardi.

Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan hampir 50 ribu warga Rohingya telah mengungsi untuk menghindari kekerasan yang kembali meningkat sejak akhir pekan lalu.

Para pengungsi mengatakan tentara Myanmar menyerang mereka, sementara pemerintah menyalahkan "teroris Rohingya" yang memicu kekerasan.
 
Sekitar 27 ribu pengungsi telah melintasi perbatasan Bangladesh sejak Jumat, sementara 20 ribu lainnya terjebak di daerah tak bertuan yang memisahkan kedua negara tersebut.

Pemerintah menyatakan setidaknya 400 orang tewas dalam bentrokan sejak saat itu. Di antaranya, kata pemerintah, adalah 370 "teroris." Namun, sejumlah pegiat hak asasi manusia menyebut militer juga membunuhi perempuan, anak-anak dan orang tak bersalah.
Pengungsi Rohingya terpaksa berjalan melalui sawah dan rawa untuk menyelamatkan nyawa ke Bangladesh.Pengungsi Rohingya terpaksa berjalan melalui sawah dan rawa untuk menyelamatkan nyawa ke Bangladesh. (Reuters/Mohammad Ponir Hossain)
Kedua pihak juga saling menyalahkan soal siapa yang membakari rumah-rumah di pedesaan. Pemerintah menyebut kelompok bersenjata telah membakar lebih dari 2.300 rumah, sementara para Rohingya menuding militer yang menyerang tempat tinggal mereka.

"Selain secara etis pemerintah Indonesia harus bersikap, secara politik, pemerintah juga harus mengantisipasi kelompok-kelompok masyarakat yang mengkapitalisasi isu ini untuk kepentingan politik dalam negeri," kata Hendardi.
 
Dia menyoroti masalah populisme agama yang bakal mendapat "tempat kokoh di tengah krisisi kemanusiaan semacam ini." Karena itu, masalah ini sangat mungkin digunakan untuk menghimpun solidaritas dan dukungan publik.

"Jika pemerintah tidak mengambil langkah politik, potensi ketegangan di dalam negeri juga cukup tinggi."

Hendardi menegaskan krisis Rohingya adalah masalah yang lebih banyak didorong oleh dinamika politik dalam negeri Myanmar. Karena itu, potensi gangguan keamanan terhadap kawasan tidak akan menyebar seperti penyebaran ideologi kelompok teror ISIS.

Gangguan keamanan dalam negeri dan kawasan yang mungkin terjadi lebih berupa peningkatan pencari suaka ke Indonesia dan negara-negara kawasan. Itu adalah masalah kemanusiaan dan merupakan "kewajiban negara-negara untuk mencari resolusi terbaik bagi Rohingya."
 
"Indikasi keterlibatan tentara Myanmar merupakan bukti bahwa kekerasan tersebut dipelopori oleh negara," kata Hendardi yang juga mengatakan advokasi pemerintah setempat terhadap kekerasan ini dapat dalam kerangka universal.

"Karena genosida merupakan salah satu kejahatan internasional yang termasuk kompetensi absolut International Criminal Court (ICC) dengan yurisdiksi internasional. Atas nama kemanusiaan, pemerintah Indonesia harus menjadi pelopor penanganan Rohingya."




Credit  cnnindonesia.com