KUPANG, CB -
Warga Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur
(NTT), yang berbatasan dengan Distrik Oekusi, Timor Leste,berencana akan
menyerahkan kembali bendera merah putih ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), lantaran hingga kini pemerintah belum menyelesaikan lahan sengketa antara kedua negara hingga tuntas.
Bendera merah putih yang selama ini tersimpan dengan baik di istana Kerajaan Amfoang, akan diserahkan langsung oleh sang pewaris kerajaan.
Hal itu disampaikan Raja Amfoang Robby Mano saat diwawancarai sejumlah wartawan di sela-sela kegiatan rapat fasilitasi tokoh adat di batas wilayah negara dan kawasan perbatasan yang digelar di aula susteran Kelurahan Camplong, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, Kamis (8/9/2016).
Robby menilai, pemerintah pusat sepertinya kurang serius mengurus batas negara di wilayah Naktuka yang saat ini sedang diperebutkan oleh warga Kabupaten Kupang dan Distrik Oekusi. Padahal proses penyelesaiannya sudah dilakukan sejak tahun 2002.
“Kita sudah buatkan pernyataan sikap, dan salahsatu poinnya yakni bendera pusaka yang kita terima semenjak republik ini ada, akan kita serahkan kembali kepada negara kalau memang Jakarta hanya main-main begini. Bendera kita mau serahkan langsung ke Presiden Jokowi dan saya akan ditemani raja tertua di Timor yakni Liurai Wehali Malaka,”ujarnya.
Menurut Robby, tindakan yang akan dilakukan oleh pihaknya merupakan langkah terakhir, karena pemerintah pusat melalui kementerian terkait selama ini hanya sebatas berbicara saja, tanpa ada hasil apapun.
“Para utusan pejabat dari kementerian hanya datang ke NTT untuk minta datanya dengan alasan untuk mengurus penyelesaian batas, namun tetap saja hasilnya kosong padahal sudah 14 tahun kasus ini dibahas,” ucapnya.
Timor Leste, lanjut Robby, bukan hanya mengklaim sungai Noelbesi menjadi miliknya tapi juga mengklaim sungai lainnya yang masuk wilayah Indonesia.
“Bukti kesepakatan adat antara Raja Sonbay dengan Raja Amfoang masih disimpan. Saya pernah selesaikan masalah secara adat dengan warga Timor Leste dan mereka mengakui itu. Hasil penyelesaikan yakni, warga Timor Leste akui bahwa wilayah yang diperebutkan itu adalah wilayah indonesia mereka kemudian denda secara adat berupa sapi tujuh ekor dan sopi,” sebut dia.
Bendera merah putih yang selama ini tersimpan dengan baik di istana Kerajaan Amfoang, akan diserahkan langsung oleh sang pewaris kerajaan.
Hal itu disampaikan Raja Amfoang Robby Mano saat diwawancarai sejumlah wartawan di sela-sela kegiatan rapat fasilitasi tokoh adat di batas wilayah negara dan kawasan perbatasan yang digelar di aula susteran Kelurahan Camplong, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, Kamis (8/9/2016).
Robby menilai, pemerintah pusat sepertinya kurang serius mengurus batas negara di wilayah Naktuka yang saat ini sedang diperebutkan oleh warga Kabupaten Kupang dan Distrik Oekusi. Padahal proses penyelesaiannya sudah dilakukan sejak tahun 2002.
“Kita sudah buatkan pernyataan sikap, dan salahsatu poinnya yakni bendera pusaka yang kita terima semenjak republik ini ada, akan kita serahkan kembali kepada negara kalau memang Jakarta hanya main-main begini. Bendera kita mau serahkan langsung ke Presiden Jokowi dan saya akan ditemani raja tertua di Timor yakni Liurai Wehali Malaka,”ujarnya.
Menurut Robby, tindakan yang akan dilakukan oleh pihaknya merupakan langkah terakhir, karena pemerintah pusat melalui kementerian terkait selama ini hanya sebatas berbicara saja, tanpa ada hasil apapun.
“Para utusan pejabat dari kementerian hanya datang ke NTT untuk minta datanya dengan alasan untuk mengurus penyelesaian batas, namun tetap saja hasilnya kosong padahal sudah 14 tahun kasus ini dibahas,” ucapnya.
Timor Leste, lanjut Robby, bukan hanya mengklaim sungai Noelbesi menjadi miliknya tapi juga mengklaim sungai lainnya yang masuk wilayah Indonesia.
“Bukti kesepakatan adat antara Raja Sonbay dengan Raja Amfoang masih disimpan. Saya pernah selesaikan masalah secara adat dengan warga Timor Leste dan mereka mengakui itu. Hasil penyelesaikan yakni, warga Timor Leste akui bahwa wilayah yang diperebutkan itu adalah wilayah indonesia mereka kemudian denda secara adat berupa sapi tujuh ekor dan sopi,” sebut dia.
Credit KOMPAS.com
Raja Amfoang Sebut Ada yang "Memproyekkan" soal Batas RI-Timor Leste
Hal itu disampaikan Robby Manoh kepada sejumlah wartawan di sela-sela kegiatan rapat fasilitasi tokoh adat di batas wilayah negara dan kawasan perbatasan yang digelar di aula susteran Kelurahan Camplong, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, Kamis (8/9/2016).
Menurut Robby, pertemuan yang difasilitasi oleh Kementerian Luar Negeri dan Dalam Negeri terkait masalah batas ini sudah dilakukan ratusan kali, namun hingga kita belum diselesaikan hingga tuntas.
“Pertemuan ini sudah berulangkali digelar dan saya ini masuk ke tim pusat sejak tahun 2002 tentang masalah perbatasan tapi sampai hari ini tetap saja tidak ada hasil. Dokumennya sudah kita kasih ke republik ini sejak tahun 2002 di Cibinong tiap kali pihak dari pusat datang ambil data,” kata Robby.
“Saya pikir masalah ini diproyekkan, karena kalau masalah perbatasan ini cepat selesai, tentu mereka tidak akan dapat surat perintah perjalanan dinas (SPPD) datang ke sini tiap hari. Kita ada pernyataan sebentar dan kita akan laporkan langsung kepada Presiden sehingga bisa pecat orang ini yakni mulai dari Dirjen hingga turun ke bawah,”sambungnya.
Robby menilai, peran negara dalam menyelesaikan persoalan batas ini tidak jelas, karena buktinya sampai hari ini pertemuan membahas hal yang sama mengenai data-data itu.
“Sampai hari ini apa yang sudah dikerjakan oleh pemerintah pusat. Orang sudah jelas-jelas masuk ke wilayah kita, tapi masih terus rapat seperti ini. Sudah ratusan kali kita rapat seperti ini tapi hasilnya tidak pernah kita dapatkan,”ujarnya.
Ia pun berharap, inti dari pertemuan ini sebenarnya warga di perbatasan menanyakan penyelesaikan persoalan ini sudah sampai di mana bukan hanya membicarakan data.
“Sudah 14 tahun tetapi tidak pernah menyampaikan kepada masyarakat sudah sejauh mana pemerintah republik ini mengurus perbatasan,”kata Robby.
Diberitakan sebelumnya, Sebanyak 65 Kepala keluarga (KK) asal Negara Timor Leste nekat membangun rumah di wilayah yang disengketakan dengan Indonesia.
Mereka membangun rumah di Naktuka yang merupakan perbatasan antara Distrik Oekusi, Timor Leste dengan Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal itu membuat warga Indonesia yang bermukim di wilayah Kecamatan Amfoang Timur, menjadi resah dan menginginkan agar pemerintah kedua negara segera menyelesaikan persoalan itu.
Credit KOMPAS.com