Senin, 07 Maret 2016

Kumandang Perang Nuklir untuk AS Cs Ala Kim Jong-un


Kumandang Perang Nuklir untuk AS Cs Ala Kim Jong un
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un. | (Reuters)

PYONGYANG - Jiwa “sangar” sang diktator muda Korea Utara (Korut) Kim Jong-un keluar pada hari ini (4/3/2016) dengan “mengumandangkan” perang nuklir terhadap musuh-musuhnya, yakni Amerika Serikat (AS) berserta sekutunya; Korea Selatan (Korsel) dan Jepang.

Secara mengejutkan, pemimpin Korut yang baru berusia 30-an tahun itu memerintahkan militernya menyiagakan semua senjata nuklir. Tujuannya, untuk ditembakkan setiap saat terhadap target-target musuh Pyongyang.

Korea Utara harus menunjang gaya nuklirnya baik dalam kualitas dan kuantitas, dan menekankan perlunya untuk mengerahkan hulu ledak nuklir selalu siaga guna pertahanan nasional sehingga bisa ditembakkan setiap saat,” tulis KCNA mengutip perintah Kim Jong-un.

Sekarang adalah waktunya bagi militer kita untuk mengkonversi ancaman serangan pre-emptive militer musuh,” lanjut perintah Kim Jong-un.

Perintah anak muda Korut itu muncul beberapa jam setelah rezim militer Korut menembakkan sekitar enam rudal jarak pendek ke Laut Timur atau Laut Jepang. Jangkuan rudal-rudal jarak pendek yang ditembakkan itu, menurut Kementerian Pertahanan Korsel, sekitar 150 kilometer (90 mil).

Tak jelas maksud dari manuver sekitar enam rudal dari Pyongyang itu. Namun, tembakan itu dilesatkan beberapa jam setelah Dewan Keamanan PBB menjatuhkan sanksi baru yang lebih keras terhadap Korut atas uji coba senjata nuklir jenis bom hidrogen awal Januari 2016 lalu.

Reaksi Klasik AS


Kumandang perang nuklir yang dikobarkan Kim Jong-un itu, mendapat reaksi cepat dari Pentagon atau Departemen Pertahanan AS. Namun, alasannya klasik, yakni mendesak Korut menahan diri dari tindakan provokatif.

Pyongyang harus menahan diri dari tindakan provokatif yang memperburuk ketegangan,” kata juru bicara Pentagon, Bill Urban, hari ini.

Kami menyadari laporan, dan memonitor situasi di Semenanjung Korea, kami berkoordinasi dengan sekutu regional kami,” lanjut Urban.

"Kami mendesak Korea Utara untuk menahan diri dan fokus pada pemenuhan kewajiban dan komitmen internasional-nya,” imbuh Urban.

Target Gedung Biru


Sebelum amarah Kim Jong-un itu keluar, militer Korut pernah mengancam menjadikan Gedung Biru atau Istana Presiden Korsel, Park Geun-hye, jadi target serangan senjata nuklir. Lagi-lagi, ancaman itu juga ditujukan pada AS.

 Komando tertinggi militer Korut, dalam sebuah pernyataan pada 24 Februari 2016, menyampaikan kekesalan Pyongyang atas rencana AS dan Korsel untuk melakukan latihan perang yang mensimulasikan invasi terhadap Korut.


”Jika ada bahkan ‘sedikit tanda’ pasukan khusus bergerak untuk melaksanakan operasi tersebut, serangan pre-emptive baik secara strategis dan taktis akan diluncurkan,” demikian ancaman komando militer Korut.

Gedung Biru jadi target utama ancaman serangan itu, karena dianggap sebagai pusat perencanaan dan mesin dari  penguasa reaksioner Seoul. Target ancaman serangan selanjutnya, menurut komando itu, adalah pangkalan militer AS di Asia Pasifik.

Komando militer Korut mengklaim memiliki senjata yang paling kuat dan ultra modern di dunia yang mampu memberikan pukulan telak di daratan AS setiap saat dan setiap tempat. ”Serangan seperti itu akan mengurangi semua abu kejahatan, tidak pernah bangkit kembali di planet kita,” lanjut pernyataan itu.

Mirip Perang Dunia II
 
Jauh hari sebelum Korut  mengobarkan perang nuklir, Komandan pasukan Amerika Serikat (AS) di Korsel, Jenderal Curtis Scaparrrotti, memperingatkan bahwa konflik dengan Korut bisa menyerupai skala Perang Dunia II.

”Mengingat ukuran kekuatan dan persenjataan yang terlibat, ini akan menjadi lebih mirip dengan Perang Korea dan Perang Dunia II—yang sangat kompleks, mungkin (jumlah) korban  tinggi,” kata Scaparrrotti kepada Komite Angkatan Bersenjata Parlemen AS pada 25 Februari 2016 lalu.

Menurut Scaparrrotti, Kim Jong-un akan menggunakan senjata pemusnah massal jika dia pikir nasib pemerintahannya dipertaruhkan. Menurutnya, saat ini ketegangan di Semenanjung Korea berada pada tingkat tertinggi dalam kurun lebih dari 20 tahun.

Komandan Angkatan Laut Pasifik AS, Admiral Harry Harris, pada forum serupa mengatakan bahwa, Korut terus mengembangkan rudal balistik dan membuka kemungkinan bagi AS untuk menjalankan opsi militer atau menginvasi Pyongyang.

Kepanikan AS


Uji coba senjata nuklir Korut dan ancaman serangannya terhadap AS membut Washington terlihat panik. AS tiba-tiba melakukan manuver tidak biasa, yaitu menguji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) Minuteman III di wilayah California, beberapa hari lalu.

Tujuan uji coba rudal yang bisa membawa hulu ledak nuklir itu, diperjelas, yaitu untuk menunjukkan kekuatan AS terhadap Korut. Meski, Rusia dan China juga disebut dalam alasan uji coba ICBM itu.

Sesumbar Korut bahwa senjata nuklir mereka bisa menghantam wilayah AS juga turut memicu kekhawatiran Pentagon.

Uji coba rudal Minuterman III itu menimbulkan ledakan api di langit yang membentuk lengkungan di perairan Atol Kwajalein, sekitar 2.500 mil sebelah barat daya dari Honolulu.


Komandan Uji Terbang Squadron 576, Kolonel Craig Ramsey, mengatakan rudal sukses mencapai target. Uji coba rudal Minuteman III juga disaksikan Wakil Menteri Pertahanan Robert Work dan komandan tertinggi untuk perang nuklir, Admiral Cecil Haney.

Tes rudal yang dijuluki "Glory Trip 218," adalah yang kedua pada bulan ini. Uji coba itu sekaligus mengkonfirmasi keandalan rudal yang bisa membawa hulu ledak nuklir itu setelah era Perang Dingin.

Rudal Minuteman III pertama kali digunakan pada tahun 1970 dan usianya dianggap sudah uzur. Bagian-bagian penting dari rudal berbahaya itu tidak lagi diproduksi.

Work dalam sebuah wawancara menjelang peluncuran rudal Minuteman III mengatakan bahwa dia melihat kemajuan yang baik dalam perbaikan masalah di dalam korps rudal nuklir.

Ini adalah sinyal untuk siapa saja yang memiliki senjata nuklir, yang kami siap untuk menggunakan senjata nuklir dalam membela negara kami, jika perlu,” katanya.
Kami melakukannya untuk menunjukkan bahwa rudal tersebutmeskipun mereka sudah tuamereka masih tetap yang paling efektif, atau salah satu yang paling efektif dari rudal-rudal di dunia,” ujarnya.

Constance Baroudos, seorang analis pertahanan di Lexington Institute, melihat ada sinyal memberi jera yang besar dalam uji peluncuran rudal Minuteman IIIPencegahan pada dasarnya tidak bekerja kecuali ada ancaman yang dianggap kredibel," katanya. 


"Jadi setiap kali kita menguji ICBM, kami menunjukkan tidak hanya bahwa senjata bekerja, tetapi juga bahwa mereka siap untuk diluncurkan. Setelah tes dilakukan, Rusia, China dan aktor internasional lainnya yang menonton, mereka (AS) mengirim pesan ke calon penyerang bahwa jika mereka tidak melakukan apa-apa mereka akan menyesal,” lanjut dia.

Sanksi PBB Tak Mempan?


Meski dijatuhi sanksi keras dari DK PBB untuk yang kesekian kalinya, Korut masih berani mengobarkan perang nuklir. Anehnya, Korut yang dijatuhi sanksi berulang kali itu masih sanggup menjalankan program senjata nuklir yang ditakuti sejumlah negara.

Michael Madden, pakar pemantau krisis Korut, menilai sanksi sekeras apa pun tidak mempan bagi rezim Pyongyang. Alasannya, Korut sudah lama belajar menciptakan ekonomi yang mandiri sejak negara itu terisolasi.

Michael Madden merupakan pakar yang menjalankan blog “North Korean Leadership Watch”. ”Ini bukan ekonomi yang hebat, tetapi dalam beberapa tahun terakhir mereka (Korut) telah memiliki pertumbuhan (ekonomi) secara moderat dan mereka punya beberapa kemajuan dalam hal pembangunan ekonomi domestik sehingga akan tetap eksis jika sanksi dijatuhkan,” kata Madden.

Salah satu hal yang telah mereka lakukan adalah untuk memungkinkan para teknokrat yang berada dalam kabinet Korea Utara untuk memulai mengelola program (nuklir), orang-orang ini sangat berpengalaman (untuk menangani) kelemahan mendasar dalam perekonomian Korea Utara, mereka tahu beberapa perbaikan yang mereka butuhkan,” ujarnya.


Ada beberapa langkah-langkah reformasi yang memukau yang telah diambil sejak Kim Jong-un berkuasa, ada fleksibilitas yang lebih sedikit untuk teknokrat, ada fleksibilitas yang lebih sedikit dalam hal produksi pangan, ada beberapa prinsip pasar yang sangat dasar, yang mereka terapkan di perekonomian,” imbuh Madden.

Menurutnya, pemimpin Korut, Kim Jong-un dan banyak dari lingkaran rezim Pyongyang sudah berpikiran terbuka karena mereka dididik di luar negeri. Kim Jong-un, kata dia, menyadari ada kesenjangan dalam pengetahuan, namun dia terbuka dan bisa menerima saran, terutama dari teknokrat dan ahli ekonomi.

Ada tingkat tertentu - tingkat yang sangat spesifik karena itu adalah negara totaliter. Fleksibilitas, bahwa dia telah memungkinkan pejabat untuk memiliki hak dalam merumuskan kebijakan,” katanya.

Pakar ini memperingatkan bahwa sanksi keras tidak akan membuat Pyongyang menghentikan program nuklirnya. ”Korea Utara pada dasarnya mengatakan pada sejumlah kesempatan bahwa mereka tidak punya niat untuk menyerah program senjata nuklir mereka, dan tidak ada niat untuk berhenti dalam peluncuran ruang angkasa, dan kita akan harus melihat mereka pada kata-katanya,” ujarnya.

Mereka memiliki banyak alasan untuk itu, mereka akan mengatakan 'Irak dan Libya menyingkirkan program WMD (nuklir) mereka, dan lihat apa yang terjadi di sana,” kata Madden mengutip pernyataan rezim Korut yang tidak ingin bernasib seperti rezim Irak dan Libya.





Credit  Sindonews