Ilustrasi: Reuters
Gempa tersebut berasal dari pergerakan lempeng Indonesia-Australia dengan Eurasia. "Sumber gempanya dari sana. Wilayah pesisir selatan itu masuk zona Cincin Api,” katanya.
Musripan menjelaskan, gempa bumi terjadi akibat pelepasan energi di dalam bumi yang secara tiba-tiba ditandai patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempa dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik, sehingga energi yang dihasilkan dipancarkan ke segala arah berupa gelombang gempa bumi. Hal itu menimbulkan efek yang dapat dirasakan hingga permukaan bumi.
Setiap tahun, permukaan bumi mengalami pergerakan dengan kecepatan 5-7 milimeter per tahun. Gempa seperti itu biasa terjadi dan harus dihadapi tanpa panik berlebihan. Berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sepanjang 2016, sudah terjadi 8-9 kali gempa serupa. Jadi gempa seperti ini bisa rutin terjadi. "Sehingga harus membiasakan diri menghadapinya agar tidak panik berlebihan,” katanya.
Namun, menurut dia, jika tak ada letupan energi, hal itu malah lebih berbahaya karena bisa menimbulkan gempa yang lebih besar.
Gempa di Malang, kata dia, tak hanya dirasakan warga Malang, tapi juga di Blitar, Lumajang, dan daerah lain di Jawa Timur, bahkan hingga Yogyakarta. Musripan menjelaskan, getaran gempa di Kabupaten Malang berskala 3-4 MMI (modified mercalli intensity), Kabupaten Blitar 4 MMI, Surabaya 3 MMI, Nganjuk 2-3 MMI, dan Yogyakarta 2-3 MMI. Gempa tersebut tidak berpotensi menimbulkan tsunami karena skalanya di bawah 6 SR.
Sekretaris Palang Merah Indonesia Kabupaten Malang Aprillijanto menyatakan belum menerima laporan kerusakan bangunan rumah dan perkantoran ataupun timbulnya korban jiwa. Laporan yang masuk menyebutkan masyarakat di wilayah pesisir selatan Malang, terutama di Pantai Sendangbiru, Kecamatan Sumbermanjing Wetan; Pantai Bajulmati, Kecamatan Gedangan; Pantai Lenggoksono, Kecamatan Tirtoyudo; serta Pantai Ngliyep, Kecamatan Donomulyo, masih aman.
Credit TEMPO.CO