Senin, 05 Januari 2015
Kehangatan Tentara Indonesia dan Jepang di Tengah Pencarian QZ8501
Anggota TNI AL menangani jenazah korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di KRI Banda Aceh dalam operasi pencarian di Laut Jawa, dekat perairan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Sabtu (3/1/2015).
PANGKALAN BUN, CB - Pada Minggu (4/1/2015) sore, kapal perang Jepang, Takanami DD110 merapat ke posisi Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Banda Aceh yang berada di perairan Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Sebuah perahu karet membawa empat tentara angkatan laut Jepang dan langsung menuju ke KRI Banda Aceh. Sesampainya di atas KRI Banda Aceh, empat tentara Jepang mendapatkan sambutan hangat dari para prajurit TNI AL.
Ya, ada kehangatan antar pasukan yang terlibat dalam proses pencarian korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8510. Kerja kemanusiaan ini turut mempererat hubungan antarpasukan kedua negara.
Salah satu prajurit TNI rupanya cukup fasih berbahasa Jepang. Sementara, prajurit lainnya berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris. Ternyata, tujuan kunjungan para tentara Jepang ini untuk meninjau kondisi helipad yang ada di KRI Banda Aceh. Jika dalam keadaan darurat, helikopter jenis blackhawk milik mereka tidak bisa mendarat di kapal sendiri karena suatu hal, maka mereka bisa menggunakan helipad yang ada di KRI Banda Aceh.
"Ini biasa kalau sedang operasi darurat begini, saling pinjam helipad," kata pilot Skuadron Udara TNI AL, Mayor Sugiran.
Di bawah guyuran hujan, pilot helikopter Jepang, Suzuki, langsung melakukan pengukuran luas helipad di KRI Banda Aceh. Dia berkeliling helipad dengan sebuah alat yang dapat mengukur panjang, lebar, hingga tingkat kemiringan landasan heli. Kualitas besi untuk landasan juga ikut diteliti, apakah cukup baik atau tidak untuk menahan bobot helikopter Jepang yang jauh lebih besar dan berat. Tali untuk mengikat Helikopter setelah mendarat, juga dicek kualitasnya.
"Hasil pengecekan tadi, helikopter mereka masih bisa didaratkan di sini kalau darurat," jelas Sugiran.
Sebagai timbal baliknya, helikopter Skuadron Udara milik TNI AL juga bisa saja mendarat di helipad kapal Jepang dalam kondisi darurat. Namun, pengecekan kondisi helipad seperti yang dilakukan tentara Jepang, tidak diperlukan.
"Helipad mereka kan besar, sementara helikopter kita kecil. Pasti bisa mendarat di sana," kata Sugiran.
Setelah tujuan utama terkait helipad selesai, pertemuan tentara kedua negara dilanjutkan dengan beramah tamah. Empat tentara jepang diundang masuk ke lounge room perwira. Di sana, para "petinggi" KRI Banda Aceh seperti Komandan Gugus Keamanan Laut Barat Laksma TNI Abdul Rasyied dan Komandan KRI Banda Aceh Letnan Kolonel Laut (P) Arief Budiman ikut bergabung. Hidangan sederhana khas Indonesia seperti keripik dan teh manis hangat sudah dihidangkan.
Meski ada kendala perbedaan bahasa, obrolan antara kedua belah pihak masih terlihat "nyambung". Bahan obrolan masih menyangkut pertukaran helipad dan hal-hal yang berhubungan dengan angkatan laut. Meski topik pembicaraan serius, namun tak jarang diselingi canda tawa dari kedua pihak.
Menutup pertemuan, kedua pihak saling bertukar cinderamata, yakni topi dari kapal perang masing-masing. Topi dari Indonesia bercorak hitam dengan tulisan 'KRI Banda Aceh' dan sketsa kapal yang ada di bawah tulisan.
Ada pun topi dari jepang bertuliskan 'Takanami' yang juga terdapat sketsa kapal di bawahnya. Ternyata, setiap kapal angkatan laut di semua negara, memiliki topi khusus sebagai ciri khas. Setelah itu, kedua belah pihak juga menyempatkan foto bersama di atas dek KRI Banda Aceh.
Credit KOMPAS.com