Senin, 26 Januari 2015

Pasal Pelibatan DPR dalam Pemilihan Kapolri-Panglima TNI Digugat ke MK


 
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana


JAKARTA, CB - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana dan sejumlah pihak mengajukan permohonan uji materi undang-undang mengenai pemilihan kepala Polri dan Panglima TNI ke Mahkamah Konstitusi. Ia ingin pasal-pasal yang menyatakan bahwa pemilihan Kapolri dan Panglima TNI harus melalui persetujuan DPR agar dihapuskan.
"Kami daftarkan uji materi undang-undang Polri dan TNI terkait persetujuan dan pelibatan DPR dalam memilih Kapolri dan Panglima TNI," ujar Denny di Gedung MK, Jakarta, Senin (26/1/2015).
Adapun pasal yang menjadi objek permohonan, yaitu Pasal 11 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5 UU Nomor 2 Tahun 2002 yang mengatur bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Selain itu, Pasal 13 ayat 2, 5, 6, 7, 8, dan 9 UU Nomor 34 Tahun 2004 yang mengatur Panglima TNI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapatkan persetujuan DPR.
Denny menganggap, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 4 ayat 1 UUD 1935 yang menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dan memiliki hak prerogatif penuh. Dengan adanya dua pasal yang menyatakan DPR turut andil dalam penetapan Kapolri dan Panglima TNI, Denny menganggap hak prerogatif presiden pun terpasung.
"Harusnya pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI hak prerogatif presiden sehingga tidak perlu dilakukan dengan melibatkan atau dengan persetujuan DPR," kata Denny.
Denny mendesak agar MK menjadikan permohonannya sebagai prioritas untuk diselesaikan. Pasalnya, kata Denny, jika uji materil ini dikabulkan, maka akan mengatasi masalah pengangkapan Kapolri.
"Harapan kami secepatnya sehingga ini bisa menjadi solusi dalam sengkarut pengangkatan Kapolri sekarang yang berimbas pada pelemahan dan potensi penghancuran Komisi Pemberantasan Korupsi," ujar Denny.
Permohonan atas dua pasal tersebut diajukan atas nama Denny, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada UGM Hifdzil Alim, peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusakon) Universitas Andalas Feri Amsari, dan Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan.



Credit  KOMPAS.com