Jumat, 30 Januari 2015

AS Dukung Patroli Jepang di Laut Cina Selatan


AS Dukung Patroli Jepang di Laut Cina Selatan  
Jepang telah memiliki pesawat pengintai jarak jauh jenis P-1 yang memungkinkan Pasukan Bela Diri negara itu mengintai hingga Laut Cina Selatan. (Reuters/Japan Maritime Self-Defense Force/Handout )
 
Tokyo, CB -- Amerika Serikat akan menyambut langkah Jepang untuk memperluat patroli udara ke Laut Cina Selatan untuk mengimbangi peningkatan jumlah kapal laut Tiongkok di wilayah yang diklaim Tiongkok sebagai teritorinya.

“Menurut saya sekutu, mitra dan teman di wilayah akan semakin memandang Jepang sebagai sebagai faktor penstabil,” ujar Laksamana Robert Thomas, Komandan Armada Ketujuh Angkatan Laut AS.

“Terus terang, di Laut Cina Selatan jumlah kapal penangkap ikan Tiongkok dan kapal penjaga pantai negara itu melebihi jumlah kapal negara-negara tetangganya,” kata Thomas.

Kementerian luar negeri Tiongkok mengatakan belum bisa mengeluarkan pernyataan terkait pernyataan Robert Thomas ini.

Saat ini partroli rutin pesawat Jepang hanya mencakup Laut Cina Timur, dimana Tokyo bersitegang dengan Beijing terkait perebutan kepemilikan satu kepulauan.

Perluasan penerbangan pengintaian ke Laut Cina Selatan hampir dipastikan akan meningkatkan ketegangan antara ekonomi terbesar kedua dan ketiga dunia ini.

Pernyataan Laksamana Thomas memperlihatkan dukungan Pentagon terhadap elemen kunci dalam upaya Perdana Menteri Shinzo Abe agar militer Jepang berperan lebih aktif di wilayah.

Hal ini penting karena para pejabat AS dan Jepang kini sedang merundingkan panduan keamanan bilateral baru yang akan memberi Jepang peran lebih besar dalam aliansi kedua negara, 70 tahun setelah Perang Dunia II.

“Menurut saya kegiatan JSDF, Pasukan Bela Diri Maritim Jepang, di Laut Cina Selatan di masa depan masuk akal,” kata Admiral Thomas.

Jepang tidak terlibat dalam perselisihan di Laut Cina Selatan dimana Tiongkok, Filipina, Vietnam, Taiwan, Malaysia dan Brunai saling mengklaim wilayah yang sama.

Tetapi laut ini menjadi sumber dari 10 persen penangkapan ikan global dan merupakan jalur kapal perdagangan bernilai US$5 triliun, yang sebagian besar rute dari dan ke Jepang.

Pesawat Pengintai Baru

Perdana Menteri Shinzo Abe berupaya meloloskan perundangan yang mengijinkan militer Jepang beroperasi lebih bebas di luar negeri sebagai bagian dari interpretasi lebih luas dari kata bela diri yang diijinkan oleh UUD yang berhaluan pasifis.

Perubahan ini bersamaan dengan pengerahan satu pesawat penjaga maritim baru, P-1, yang memiliki daya terbang 8.000 kilometer, dua kali dari daya terbang pesawat yang ada saat ini, dan bisa membuat Jepang bisa melakukan pengawasan lebih jauh di Laut Cina Selatan.

“Ini perkembangan logis dari upaya Abe menciptakan militer yang lebih kuat dan proaktif. Ini juga perubahan penting dari operasi JSDF sebelumnya,” ujar Grant Newsham, peneliti di Forum Studi Strategis Jepang.

Newsham mengatakan mengirim pesawat pengintai ke Laut Cina Selatan akan membuat Jepang meningkatkan hubungan militer dengan negara-negara seperti Filipina, yang menjadi salah satu tujuan Abe dalam upaya melawan kekuatan AL Tiongkok yang semakin besar.

Beijing telah menggarisbawahi cakupan klaim wilayahnya berdasarkan satu peta dengan sembilan garis putus yang meliputi sekitar 90 persen Laut Cina Selatan.

“Sembilan garis putus itu, yang tidak sesuai dengan peraturan dan norma, standar, hukum internasional menciptakan situasi di wilayah itu yang merupakan pertikaian yang tidak perlu terjadi,” kata Laksamana Robert Thomas.
Credit  CNN Indonesia