Senin, 08 Desember 2014
Selain 2 Sandera, Misi Penyelamatan AS yang Gagal Juga Tewaskan 11 Orang Lagi
Ilustrasi senjata api.
SANAA, CB - Seorang wanita, seorang anak 10 tahun, dan seorang pemimpin lokal Al Qaeda, ada di antara 11 orang yang tewas bersama dua sandera, ketika pasukan yang dipimpin Amerika Serikat gagal menyelesaikan operasi penyelamatan di Yaman, berdasarkan keterangan warga, Minggu (7/12/2014).
Pasukan khusus AS menyerbu desa Dafaar di provinsi Shabwa yang dikuasi milisi di Yaman Selatan, tak lama selewat Sabtu (6/12/2014) tengah malam. Beberapa anggota Al Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) tewas.
Dua sandera yang turut tewas dalam misi gagal itu adalah wartawan Amerika Serikat, Luke Somers (33); dan guru berkewarganegaraan Afrika Selatan, Pierre Korkie (56). Pejabat Amerika mengatakan kedua sandera ditembak para penyanderanya ketika operasi penyelamatan itu berlangsung.
AQAP, yang berdiri pada 2006, adalah gerakan militan berbasis di Yaman yang selama ini hanya menggunakan sandera untuk mendapatkan uang. Selain Somers dan Korkie, diduga masih ada setidaknya dua sandera di tangan AQAP.
Permaafan
Afrika Selatan menyatakan tidak menyalahkan kematian Korkie kepada Amerika Serikat. Sementara itu, istri Korkie, Yolande, justru bicara soal pengampunan. Yolande sebelumnya disandera bersama suaminya, dan baru dibebaskan pada Januari 2014.
"Hari ini kami memilih untuk memaafkan. Kami memilih untuk mencintai. Kami memilih untuk bersukacita dalam kenangan tentang Pierre yang tetap hidup dalam hati kami," kata Yolande dalam sebuah pernyataan.
"Tak ada uang tebusan untuk Korkie, sampa akhirnya para penculik mengalah setelah sempat meminta tebusan 3 juta dollar," kata Gift of the Givers, kelompok relawan yang mencoba membebaskan Korkie. Kelompok ini semula memperkirakan Korkie akan dilepas pada Minggu.
Pemerintah Afrika Selatan mengatakan tubuh Korkie diperkirakan tiba di negaranya pada Senin (8/12/2014).
Para pejabat AS mengatakan serangan itu dilakukan oleh pasukan AS saja, tetapi pemerintah Yaman dan penduduk setempat mengatakan ada keterlibatan pasukan Yaman dalam operasi tersebut.
"Sebelum tembakan terdengar, lampu sorot yang sangat kuat mengubah malam menjadi (ibarat) siang hari, dan kemudian kami mendengar ledakan keras," kata Jamal, salah satu warga setempat, kepada Reuters. "Para prajurit meminta penghuni rumah untuk menyerah dan pembicara jelas seorang prajurit Yaman," ujar dia.
Saksi lain, Abdullah, mengatakan tentara Yaman telah memblokade akses ke daerah sebelum serangan dimulai. "Ketika pasukan mundur, kami menemukan banyak noda darah, tetapi tidak tahu apakah mereka adalah tentara atau para sandera," kata dia.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan operasi penyelamatan ini--upaya kedua dalam 10 hari untuk membebaskan Somers--disetujui karena ada informasi tentang ancaman atas nyawa warga Amerika itu.
Abdel-Razaq al-Jamal, seorang jurnalis Yaman yang mengkhususkan diri dalam meliputi militan Islam, mengatakan AQAP semula meminta tebusan untuk Somers, tetapi tampaknya sudah dibuat marah oleh upaya penyelamatan sebelumnya pada 25 November 2014.
Credit KOMPAS.com