Cina mengatakan kamp untuk Muslim Uighur merupakan pusat kejuruan.
CB, BEIJING
-- Pemerintah Cina menolak klaim kondisi hak asasi manusia di negaranya
memburuk. Hal itu berkaitan dengan beberapa negara yang mengkritik
kondisi HAM di Cina selama pertemuan universal periodic review Dewan HAM
PBB di Jenewa, Swiss.
“Kami tidak akan menerima tuduhan politik dari beberapa negara yang
penuh dengan bias, dengan mengabaikan fakta. Tidak ada negara yang akan
menentukan definisi demokrasi dan HAM,” kata Wakil Menteri Luar Negeri
Cina Le Yucheng, dikutip laman
The Guardian, Selasa (6/11).
Cina menilai, sejumlah negara anggota PBB sengaja mengabaikan
pencapaian luar biasa yang telah dicapainya dalam bidang HAM. Selama
pertemuan universal periodic review, cukup banyak negara anggota PBB
yang melayangkan kritik keras terkait kondisi HAM di Cina. Adapun isu
yang disorot antara lain perihal kebijakan Cina terhadap wilayah
Xinjiang yang dihuni minoritas Muslim Uighur dan Tibet.
Terkait Xinjiang, delegasi Cina dalam pertemuan tersebut mengatakan
kamp-kamp yang didirikan di wilayah tersebut bukanlah kamp pendidikan
ulang yang bertujuan Muslim Uighur menanggalkan nilai-nilai religius
yang dianutnya. Delegasi Cina mengklaim kamp itu merupakan pusat
kejuruan yang menawarkan pelatihan gratis dalam bidang hukum, bahasa,
dan keterampilan di tempat kerja. Mereka yang telah mengikuti pelatihan
pun akan diberi ijazah.
Kendati demikian, hanya beberapa
negara yang mengapresiasi kemajuan HAM di Cina. “Secara keseluruhan,
kami prihatin tentang memburuknya HAM di Cina sejak (pertemuan)
universal periodic review yang terakhir,” ungkap wakil permanen Kanada
untuk PBB di Jenewa Tamara Mawhinney.
Jerman secara
tegas meminta Cina mengakhiri semua penahanan yang melanggar hukum di
Xinjiang. Jepang dan Islandia pun menyuarakan keprihatinan tentang
hak-hak kelompok minoritas di Xinjinag. Sejumlah negara mendesak Cina
agar mengizinkan pengamat PBB ke Xinjiang.
Negara-negara
lainnya, termasuk Amerika Serikat (AS) juga mendesak Cina membebaskan
pengacara seperti Wang Quanzhang yang menghilang setelah penggerebekan
polisi pada 2015, Tashi Wangchuk yang dijatuhi hukuman lima tahun
penjara karena mempromosikan bahasa Tibet, dan aktivis Uighur Ilham
Tohti.
Selama pertemuan universal periodic review,
terjadi aksi demonstrasi di luar kantor PBB di Jenewa. Aksi tersebut
diorganisir oleh World Uyghur Congress dan lembaga swadaya masyarakat
lainnya. Dalam aksinya massa menyuarakan penentangan terhadap kebijakan
Cina di Xinjiang.
Sebelum pertemuan universal periodic
review Dewan HAM PBB, Cina telah dihantam gelombang kritik terkait
kebijakannya untuk wilayah Xinjiang. Beijing dituduh menjalankan
kamp-kamp pendidikan ulang guna mengikis nilai-nilai religus Muslim
Uighur di sana. Menurut kelompok HAM Human Rights Watch, terdapat
sekitar satu juta Muslim Uighur di kamp tersebut.
Dalam
laporan yang diterbitkannya, HRW pun menyebut Muslim Uighur menghadapi
pembatasan aktivitas peribadahan dan indoktrinasi paksa oleh Pemerintah
Cina. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sempat menyatakan hal serupa
dengan HRW.
"Ratusan ribu dan mungkin jutaan orang
Uighur ditahan di luar kehendak mereka di kamp-kamp pendidikan ulang di
mana mereka dipaksa menjalani indoktrinasi politik yang berat dan
pelanggaran berat lainnya," ujar Pompeo.
Namun semua
tuduhan itu dibantah Cina. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng
Shuang mengklaim langkah-langkah yang diterapkan di Xinjiang bertujuan
mempromosikan stabilitas, pembangunan, persatuan, sekaligus menindak
separatisme etnis dan kegiatan kriminal teroris yang kejam.