Ankara, Suriah (CB) - Agenda separatis yang merusak
keutuhan wilayah dan kedaulatan Suriah ditolak selama babak ke-11
pembicaraan perdamaian Suriah, yang baru saja berakhir, di Astana,
Kazakhstan, kata Kementerian Luar Negeri Turki pada Kamis.
"Dalam pertemuan tersebut, upaya yang dilancarkan bagi penyelesaian politik konflik Suriah dikoordinasikan dan perkembangan di lapangan dibahas," kata kementerian itu di dalam satu pernyataan.
Para peserta menolak semua upaya untuk menciptakan kondisi yang dipaksakan di lapangan dengan dalih memerangi terorisme, dan menyampaikan tekad mereka "untuk dengan tegus menentang agenda separatis yang bertujuan merusak kedaulatan dan keutuhan wilayah Suriah serta keamanan nasional negara tetangga", tambah pernyataan tersebut.
Babak pembicaraan dua-hari itu berakhir pada Kamis dengan satu pertemuan antara wakil Rusia dan Pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad di Ibu Kota Kazakhstan, Astana.
"Dalam pertemuan tersebut, upaya yang dilancarkan bagi penyelesaian politik konflik Suriah dikoordinasikan dan perkembangan di lapangan dibahas," kata kementerian itu di dalam satu pernyataan.
Para peserta menolak semua upaya untuk menciptakan kondisi yang dipaksakan di lapangan dengan dalih memerangi terorisme, dan menyampaikan tekad mereka "untuk dengan tegus menentang agenda separatis yang bertujuan merusak kedaulatan dan keutuhan wilayah Suriah serta keamanan nasional negara tetangga", tambah pernyataan tersebut.
Babak pembicaraan dua-hari itu berakhir pada Kamis dengan satu pertemuan antara wakil Rusia dan Pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad di Ibu Kota Kazakhstan, Astana.
Kementerian tersebut menyatakan para peserta kembali menegaskan tekad bersama mereka untuk meningkatkan konsultasi dan menuntaskan pembentukan komite konstitusional sesegera mungkin.
Tekad para peserta untuk sepenuhnya melaksanakan Memorandum mengenai Stabilisasi Situasi di Daerah Penurunan Ketegangan Idlib kembali disampaikan, kata Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis malam. Mereka menekankan pentingnya gencatan senjata yang langgeng di Idlib, kata Kementerian Luar Negeri Turki.
Menurut kementerian itu, para peserta menyambut baik pembebasan tambil balik dan serentak beberapa orang, yang ditahan oleh kelompok oposisi dan pemerintah, pada 24 November sebagai proyek perintis Kelompok Kerja mengenai Pembebasan Tahanan/Orang yang Diculik, Penyerahan Jenazah dan Pengidentifikasian Orang yang Hilang.
Menurut pernyataan tersebut, babak ke-12 pertemuan tingkat tinggi mengenai Suriah akan diselenggarakan pada Februari 2019 di Astana.
Kesepakatan Idlib
Pertemuan pertama di Astana untuk mencapai gencatan senjata di Suriah diselenggarakan pada Januari 2017.
Sembilan pertemuan diselenggarakan di Astana, sedangkan yang ke-10 diadakan di Sochi, Rusiah, pada Juli 2018.
Deklarasi akhir pertemuan puncak Juli --yang diselenggarakan oleh negara penjamin-- di Rusia menyoroti pembentukan satu komite konstitusional buat Suriah.
Pada 5 Juli, Komisi Perundingan Suriah mengajukan daftar 50 calon untuk mewakili oposisi Suriah di dalam komite konstitusional kepada utusan PBB untuk Suriah yang sudah berakhir masa jabatannya Staffan de Mistura.
Setelah satu pertemuan di Sochi antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan timpalannya dari Rusia Vladimir Putin pada 17 September, kedua pihak sepakat untuk menciptakan zona demiliterisasi -- tempat semua tindakan agresi dengan tegas dilarang -- di Idlib.
Berdasarkan ketentuan dalam kesepakatan itu, kelompok oposisi di Idlib akan tetap berada di daerah tempat mereka sudah ada, sementara Rusia dan Turki akan melakukan patroli gabungan di daerah tersebut guna mencegah berlanjutnya pertempuran.
Pada 10 Oktober, Kementerian Pertahanan Turki mengumumkan bahwa oposisi Suriah dan kelompok lain anti-pemerintah telah menyelesaikan penarikan senjata berat dari zona demiliterisasi Idlib.
Meskipun ada kesepakatan gencatan senjata, Pemerintah Bashar al-Assad dan sekutunya telah melanjutkan serangan bersekala rendaha di zona penurunan ketegangan Idlib.
Konflik di Suriah meletus pada 2011, ketika Pemerintah Bashar menindas demonstrasi dengan kekuatan berlebihan.
Credit antaranews.com