Ilustrasi kapal Rohingya. (Reuters/Clodagh Kilcoyne)
Direktur kantor pemerintah daerah Dawei, Moe Zaw Latt, mengatakan bahwa pihaknya pertama kali mengetahui keberadaan kapal mencurigakan itu dari laporan nelayan.
Angkatan laut kemudian menghentikan kapal itu pada Minggu (25/11) dan menahan 93 orang yang ada di dalamnya.
Saat ditanya, puluhan orang itu mengaku berasal dari kamp penampungan Thae Chaung di ibu kota negara bagian Rakhine, Sittwe.
"Mereka mengaku lari dari kamp. Mereka mengaku ingin kabur ke Malaysia," ucap Moe sebagaimana dikutip Reuters.
Kabar penangkapan ini kembali menyita perhatian publik setelah sejumlah gambar beredar di berbagai media sosial.
Dalam sejumlah foto, terlihat kapal yang disita oleh aparat. Kapal itu memang tipe armada yang biasa digunakan Rohingya untuk kabur dari Rakhine.
Ini adalah kali ketiga kapal pembawa Rohingya ditahan ketika menuju Malaysia menjelang akhir tahun ini.
Juru bicara badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa pun sudah sempat mendesak agar ada upaya pencegahan karena ketika musim muson sudah lewat, akan semakin banyak kapal imigran yang berlayar.
"Dengan kemungkinan peningkatan pergerakan kapal di akhir musim muson, sangat penting bagi otoritas untuk mengambil langkah penanganan akar masalah pergerakan ini," ucap juru bicara itu kepada Reuters.
Menurut jubir tersebut, otoritas setempat harus menciptakan kesetaraan sosial dan ekonomi di tempat tinggal atau penampungan Rohingya agar tak ada lagi eksodus yang mengkhawatirkan kawasan.
Otoritas
setempat dianggap harus menciptakan kesetaraan sosial dan ekonomi di
tempat tinggal atau penampungan Rohingya agar tak ada lagi eksodus yang
mengkhawatirkan kawasan. (AFP Photo/K M Asad)
|
Mereka kabur dari Myanmar karena penyiksaan militer di tempat tinggal mereka di negara bagian Rakhine.
Rohingya kembali menjadi sorotan pada Agustus tahun lalu, ketika bentrokan di Rakhine kembali memanas.
Bentrokan bermula ketika satu kelompok bersenjata Rohingya menyerang sejumlah pos polisi dan satu markas militer di Rakhine.
Militer Myanmar lantas melakukan "operasi pembersihan" Rakhine dari kelompok bersenjata tersebut. Namun ternyata, militer juga membantai sipil Rohingya dan membakar rumah kaum minoritas tersebut.
Ribuan orang tewas dalam bentrokan tersebut, sementara ratusan ribu lainnya kabur ke Bangladesh.
Nasib Rakhine pun semakin terkatung-katung karena Bangladesh mulai kewalahan, sementara Myanmar tak pernah mau mengakui mereka sebagai warga negara.
Melalui sebuah perjanjian dengan Bangladesh, Myanmar akhirnya sepakat untuk menerima kembali orang Rohingya yang memenuhi serangkaian persyaratan.
Meski demikian, kini Rohingya takut kembali ke Myanmar karena tak ada yang bisa menjamin keamanan mereka di sana.
Credit cnnindonesia.com