Rabu, 05 September 2018

Aung San Suu Kyi Ragu Campuri Sistem Peradilan Myanmar


Aung San Suu Kyi Ragu Campuri Sistem Peradilan Myanmar
Aung Sann Suu Kyi belum mengeluarkan tanggapan atas kritik penjatuhan hukuman dua wartawan Reuters karena disebut tak mau campuri sistem peradilan Myanmar. (Reuters/Ann Wang)


Jakarta, CB -- Pejabat pemerintah Myanmar reaksi bisu pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi atas kecaman dunia internasional terkait keputusan hukuman penjara dua wartawan kantor berita Reuters disebabkan keraguannya mengkritik sistem peradilan negara itu.

Aung Hla Tun, mantan wartawan Reuters yang kini menjadi wakil menteri informasi, mengatakan, "mengkritik sistem peradilan bisa dianggap penghinaan terhadap pengadilan."

"Saya pikir dia tidak akan melakukan itu," kata Hla Tun kepada kantor berita AFP, Selasa (4/9).



Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditangkap ketika meliput aksi kekerasan militer yang memicu pengungsian sekitar 700 ribu Muslim Rohingya tahun lalu.


Pengadilan Yangoon memutuskan keduanya bersalah berdasarkan Undang-Undang Kerahasiaan Negara dan menjatuhkan hukuman penjara masing-masing tujuh tahun.

Kesaksian seorang polisi membenarkan argumentasi pembelaan keduanya bahwa mereka dijebak oleh polisi yang menyerahkan sejumlah dokumen ketika mereka makan malam sesaat sebelum ditangkap.

Hakim pengadilan memutuskan untuk tidak mempertimbangkan kesaksian itu dalam mengambil keputusan.

Keputusan ini dikecam Uni Eropa, PBB, Amerika Serikat, media dan kelompok-kelompok hak asasi manusia.


Aung San Suu Kyi yang pernah dikenakan tahanan rumah selama 15 tahun dan saat itu memanfaatkan media asing untuk melaporkan nasibnya.

Laporan PBB yang diterbitkan minggu lalu menuduh pemenang hadiah Nobe ini gagal mempergunakan otoritas moralnya untuk menghentikan kekerasan militer tahun lalu dan meminta agar para jenderal yang terlibat diadili dengan tuduhan "genosida".

Aung San Suu Kyi Ragu Campuri SIstem Peradilan Myanmar
Dua wartawan ini mengaku dijebak oleh polisi yang diperkuat oleh kesaksian seorang polisi, namun hakim tetap menyatakan mereka bersalah. (ReutersMyat Thu Kyaw)
Pengacara kedua wartawan ini akan naik banding meski prosesnya akan memakan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Presiden Myanmar, sekutu dekat Suu Kyi, juga bisa mengampuni kedua wartawan itu namun pengamat mengatakan campur tangan pemerintah tidak akan terjadi dalam waktu dekat.



Pada 8 April, 500 orang termasuk 36 tahanan politik mendapat amnesti namun masih ada 200 orang yang menunggu sidang pengadilan karena kasus yang terkait kegiatan politik.

Sementara itu, pendukung Suu Kyi di luar negeri kecewa dengan perilakunya terhadap nasih kedua wartawan tersebut.

Satu-satunya pernyataan dia terkait wartawan Reuters itu dikemukakan dalam wawancara dengan NHK Jepang bahwa mereka melanggar Undang-Undang Keamanan Negara. Pernyataan itu dikecam keras oleh kelompok hak asasi manusia karena berpotensi mempengaruhi keputusan pengadilan.

Diplomat AS Bill Richardson, mentan orang kepercayaan Suu Kyi dan anggota dewan penasehat krisis Rohingya, menuduh pemimpin sipil Myanmar ini menyebut kedua wartawan ini sebagai pengkhianat ketika bertemu pada awal tahun ini.

Sementara kasus ini membuat marah dunia Barat, di dalam negeri kasus ini tidak mendapat perhatian besar meski ada dampak pada kebebasan pers.

Reaksi atas keputusan pengadilan ini juga beragam.

Media yang didukung pemerintah hampir tidak memberitakan keputusan pengadilan ini meski koran lain memperlihatkan solidaritas dengan wartawan tersebut.

Koran bernama 7Days News menyebut ini sebagai "hari menyedihkan" bagi Myanmar dan memuat satu halaman berwarna hitam di halaman depan.





Credit  cnnindonesia.com