China menentang secara tegas kritikan
Menhan AS James Mattis soal militerisasi Beijing di LCS yang dianggapnya
melanggar hukum internasional. (Foto: AFP PHOTO/STR)
Jakarta, CB --
China merasa geram dan menentang tegas kritikan
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis soal "militerisasi"
Beijing di Laut China Selatan dalam konferensi keamanan regional Asia di
Singapura pada Sabtu pekan lalu.
Dalam pertemuan itu, Mattis menganggap kegiatan konstruksi China di LCS telah mengabaikan hukum internasional dan menghina kepentingan negara lain di kawasan.
"China memiliki kedaulatan yang tak terbantahkan atas kepulauan dan perairan di dekatnya," tutur Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, pada Senin (5/6), merujuk pada Kepulauan Spratly yang diklaim Beijing di LCS.
Hua menilai, pernyataan Mattis "tidak bertanggung jawab. Hua juga menuduh AS, sebagai negara lain di luar kawasan LCS, telah melontarkan komentar yang keliru dengan motif tersembunyi.
Adu mulut soal sengketa di LCS terus muncul antara China dan AS meski Beijing dan negara ASEAN telah menyepakati kerangka kode etik atau Code of Conduct (CoC) di LCS pada pertengahan Mei lalu, setelah 15 tahun bernegosiasi.
CoC dibentuk sebagai pedoman perilaku setiap negara di perairan yang memiliki nilai perdagangan mencapai US$5 triliun per tahun, atau sepertiga dari total perdagangan global ini.
Sejak 90 persen wilayah LCS diklaim oleh Beijing, LCS menjadi salah satu kawasan yang sangat rentan akan konflik. Klaim China itu tumpang tindih dengan pengakuan sejumlah negara lain di Asia Tenggara, seperti Filipina, Brunei, dan Malaysia.
Meski Pengadilan Arbitrase Tetap (PCA) pada tahun lalu menetapkan klaim Beijing terhadap LCS tidak sah, China berkeras membangun sejumlah pulau buatan dan memasang sejumlah instalasi militer di kawasan itu, terutama di Kepulauan Spratly.
China bahkan dilaporkan telah membangun sejumlah instalasi seperti landasan pacu, pelontar rudal, dan sejumlah radar yang dapat digunakan angkatan militernya di kepulauan tersebut.
Sejak konflik LCS mencuat, Washington berulang kali menyatakan keprihatinannya terhadap kawasan, menganggap reklamasi China di perairan itu mengancam kebebasan navigasi internasional.
"China menghormati dan melindungi kebebasan bernavigasi dan penerbangan semua negara di perairan itu. Namun, kami pasti menentang langkah militer negara lain di LCS dengan dalih kebebasan bernavigasi yang bisa mengancam kedaulatan serta keamanan China," ucap Hua seperti dikutip AFP.
Dalam pertemuan itu, Mattis menganggap kegiatan konstruksi China di LCS telah mengabaikan hukum internasional dan menghina kepentingan negara lain di kawasan.
"China memiliki kedaulatan yang tak terbantahkan atas kepulauan dan perairan di dekatnya," tutur Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, pada Senin (5/6), merujuk pada Kepulauan Spratly yang diklaim Beijing di LCS.
Hua menilai, pernyataan Mattis "tidak bertanggung jawab. Hua juga menuduh AS, sebagai negara lain di luar kawasan LCS, telah melontarkan komentar yang keliru dengan motif tersembunyi.
Adu mulut soal sengketa di LCS terus muncul antara China dan AS meski Beijing dan negara ASEAN telah menyepakati kerangka kode etik atau Code of Conduct (CoC) di LCS pada pertengahan Mei lalu, setelah 15 tahun bernegosiasi.
CoC dibentuk sebagai pedoman perilaku setiap negara di perairan yang memiliki nilai perdagangan mencapai US$5 triliun per tahun, atau sepertiga dari total perdagangan global ini.
Sejak 90 persen wilayah LCS diklaim oleh Beijing, LCS menjadi salah satu kawasan yang sangat rentan akan konflik. Klaim China itu tumpang tindih dengan pengakuan sejumlah negara lain di Asia Tenggara, seperti Filipina, Brunei, dan Malaysia.
Meski Pengadilan Arbitrase Tetap (PCA) pada tahun lalu menetapkan klaim Beijing terhadap LCS tidak sah, China berkeras membangun sejumlah pulau buatan dan memasang sejumlah instalasi militer di kawasan itu, terutama di Kepulauan Spratly.
China bahkan dilaporkan telah membangun sejumlah instalasi seperti landasan pacu, pelontar rudal, dan sejumlah radar yang dapat digunakan angkatan militernya di kepulauan tersebut.
Sejak konflik LCS mencuat, Washington berulang kali menyatakan keprihatinannya terhadap kawasan, menganggap reklamasi China di perairan itu mengancam kebebasan navigasi internasional.
"China menghormati dan melindungi kebebasan bernavigasi dan penerbangan semua negara di perairan itu. Namun, kami pasti menentang langkah militer negara lain di LCS dengan dalih kebebasan bernavigasi yang bisa mengancam kedaulatan serta keamanan China," ucap Hua seperti dikutip AFP.
Credit cnnindonesia.com