Senin, 19 September 2016

Serang Pasukan Suriah, Rusia Tuding AS Bela ISIS

 

Serang Pasukan Suriah, Rusia Tuding AS Bela ISIS
Pasukan koalisi AS menyerang pasukan Suriah di Suriah timur dan menewaskan puluhan orang | (Istimewa)

 
MOSKOW - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Rusia mengeluarkan respon pedas terhadap pemerintahan Presiden Barack Obama. Hal itu terjadi setelah Komando Pusat AS menyatakan bahwa koalisi pimpinan AS telah melakukan serangan udara terhadap sejumlah posisi tentara Suriah di Deir al-Zor.

Dalam pernyataannya, Kemlu Rusia menuding Gedung Putih membela ISIS. Pasalnya, pasca serangan udara yang salah sasaran itu, muncul laporan jika militan ISIS melakukan serangan besar-besaran terhadap sejumlah posisi pasukan Suriah yang lumpuh.

"Jika sebelumnya kita memiliki kecurigaan bahwa Front al-Nusra dilindungi dengan cara ini, sekarang, setelah serangan udara hari ini terhadap tentara Suriah kita sampai pada suatu kesimpulan yang benar-benar menakutkan bagi seluruh dunia: Gedung Putih membela ISIS," kata juru bicara Kemlu Rusia Maria Zakharova seperti dikutip dari Sputniknews, Minggu (18/9/2016).

Zakharova mengatakan serangan itu mengancam gencatan senjata di Suriah ditengahi oleh Rusia dan AS sendiri. Rusia dan AS dalam konflik di Suriah berada di pihak berlawanan. Rusia pun menyerukan agar Dewan Keamanan (DK) PBB melakukan pertemuan darurat untuk membahas insiden ini.

Pesawat pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) telah menyerang sebuah pangkalan militer Suriah. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan setidaknya 62 tewas dalam serangan tersebut.

Militer AS mengatakan serangan langsung dihentikan setelah diberitahu Rusia jika serangan tersebut kemungkinan telah menghantam pasukan pemerintah Suriah. Sementara militer Suriah menyebut serangan itu adalah hal yang serius dan sebuah agresi terang-terangan terhadap Suriah dan tentara pemerintah.







Credit  Sindonews




Koalisi Amerika Serikat Gempur Suriah, 60 Tentara Tewas  

Koalisi Amerika Serikat Gempur Suriah, 60 Tentara Tewas  
Sejumlah anggota tentara Suriah menyisir di lokasi dua ledakan di daerah Arzouna di pintu masuk Tartous, Suriah, 5 September, 2016. Lima ledakan terjadi di kota Homs, Hasakah, di jembatan Arzouna (dua ledakan), dan di dekat kota al-Saboura. SANA/Handout via Reuters
 
CB, Damaskus - Lebih dari 60 tentara Suriah tewas setelah pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat melakukan serangan udara di dekat sebuah pangkalan militer untuk melumat basis pertahanan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Keterangan tersebut disampaikan juru bicara militer Rusia, Mayor Jenderal Igor Konashenkov, kepada media pada Sabtu, 17 September 2016.

Konashenkov mengatakan, gempuran udara itu dilancarkan tak jauh dari lapangan terbang Deir Az Zor di sebelah timur Suriah dan dilakukan oleh dua jet tempur F-16s dan dua A-10s. Dia tidak menjelaskan asal negara yang melakukan serangan, "Yang pasti, mereka berasal dari koalisi internasional," ucapnya, seperti diwartakan Aljazeera, Ahad, 18 September 2016.

Jenderal bintang dua itu menambahkan, otoritas Suriah mengatakan kepada Rusia bahwa 62 tentaranya tewas dan 100 pasukannya luka-luka. "Jet perang itu membombardir posisi tentara Suriah ketika sedang bertempur menghadapi ISIS di dekat bandara."

Menurut Menteri Pertahanan Rusia, serangan udara itu dilancarkan pada pukul 17.00-17.50 petang waktu setempat oleh beberapa jet yang memasuki wilayah udara Suriah dari arah Irak.

"Jika serangan udara itu kesalahan sasaran, hal tersebut merupakan konsekuensi akibat sikap keras kepala AS yang tidak mau berkoordinasi dengan Rusia melawan kelompok teroris di wilayah Suriah," demikian bunyi pernyataan yang dikeluarkan kantor Kementerian Pertahanan Rusia.

Rusia mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadakan pertemuan darurat guna membahas serangan udara mematikan tersebut.

Beberapa pejabat AS mengakui bahwa pasukan koalisi telah melancarkan serangan ke basis pertahanan ISIS di Suriah yang mungkin menghantam posisi militer Suriah. "Pasukan koalisi yakin bahwa mereka menyerang posisi ISIS," demikian bunyi pernyataan Pentagon.


Credit  TEMPO.CO