"Mesin itu berfungsi untuk membuat serat berukuran nanometer atau nanofiber untuk berbagai keperluan. Bahan untuk membuat nanofiber bisa diambil dari bahan alam yang melimpah di Indonesia," kata Kuwat Triyana di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, salah satu bahan itu adalah limbah perikanan seperti cangkang udang dan kepiting yang biasanya mencemari lingkungan dapat diubah menjadi kitosan yang selanjutnya dibuat menjadi nanofiber kitosan.
Bahkan, kulit dan tulang hewan yang selama ini hanya menjadi aksesoris seperti tas dan sepatu kulit dapat diubah menjadi gelatin yang selanjutnya dibuat nanofiber gelatin.
Ia mengatakan nanofiber itu mempunyai sifat jauh lebih unggul dibandingkan serat berukuran lebih besar karena mempunyai kerapatan luas permukaan yang sangat tinggi.
"Itu sebabnya nanofiber menjadi primadona baru dalam pengembangan material fungsional," katanya.
Menurut dia, hasil fabrikasi nanofiber berbentuk lembaran seperti kain, tetapi jika dilihat dengan mikroskop elektron tampak serat-seratnya berdiameter dalam orde puluhan hingga ratusan nanometer.
Sebagai gambaran, kata Kuwat, ukuran satu nanometer sama dengan sepersatu miliar meter, atau kira-kira satu helai rambut dibagi 1.000.
"Ukurannya yang kecil membuat kita tidak mampu melihat secara jelas sehelai nanofiber dengan mata telanjang maupun dengan mikroskop biasa, sehingga harus dilihat menggunakan mikroskop elektron," katanya.
Ia mengatakan nanofiber saat ini sudah dimanfaatkan secara luas di berbagai bidang. Di bidang kesehatan, nanofiber dimanfaatkan sebagai bahan pembalut luka, filter untuk mesin cuci darah, dan bahan kosmetik.
Sebagai sumber produk energi terbarukan, nanofiber telah dibuat dalam bentuk baterai lithium, sel surya, dan fuel cell. Di bidang lingkungan, nanofiber sudah dimanfaatkan sebagai sensor gas, fotokatalis, filter udara, dan pengolah limbah.
"Dalam militer, nanofiber sudah digunakan sebagai bahan untuk pakaian antipeluru," katanya.
Credit ANTARA News