Senin, 22 Desember 2014

Tiongkok Selidiki Pembelian Sumur Minyak Indonesia




Tiongkok Selidiki Pembelian Sumur Minyak Indonesia Tempat penampungan minyak milik PT Pertamina di Limau, Prabumulih, Sumatera Selatan, PetroChina kini menyelidiki kesepakatan pembelian sumur minyak tua di Limau oleh anak perusahaannya. (Reuters/Fergus Jensen)
 
 
Hong Kong, CB -- Di satu lokasi hutan berlumpur di Sumatera Selatan, satu genset listrik bertenaga diesel berdesir di sebelah pompa yang bekerja keras menghisap keluar minyak mentah dari sumur tua yang berada di bawah perkebunan karet itu.

Ternyata lebih mudah memompa uang tunai dari satu perusahaan minyak raksasa milik Tiongkok daripada memompa minyak mentah di sumur tua ini.

Para pejabat industri minyak Tiongkok mengatakan PetroChina Daqing Oilfield, anak perusahaan China Petrolemum Corporation, CNPC, membayar US$85 juta untuk mengambil minyak dari tiga blok sumur tua di Limau berdasarkan kontrak yang ditandatangani dengan Pertamina pada 2013 lalu.

Kini, ketiga blok sumur minyak Limau itu hanya berhasil memompa kurang dari tiga persen dari jumlah minyak yang diproduksi ketiganya pada tahun 1960-an.


Ketika PetroChina Daqing mengumumkan kesepakatan ini tidak diungkap penjual, harga atau rincian finansial lain.

"Yang kami tahu adalah bahwa itu adalah investasi sangat buruk, tetapi saya tidak tahu kemana dana itu akhirnya mengendap," ujar seorang pejabat senior industri minyak yang telah melihat angka anggaran sumur-sumur Limau tersebut.

Manajemen CNPC sekarang sedang menyelidiki kesepakatan itu sebagai bagian dari gerakan menghapus korupsi pejabat yang dicanangkan oleh Presiden Xi Jinping, yang berhasil menghancurkan salah seorang pesaing politiknya, Zhou Yongkang.

Zhou Yongkang dulu pelaksana kegiatan perusahaan minyak raksasa Tiongkok.

Gerakan anti-korupsi ini berhasil menjaring sejumlah besar manajer senior CNPC, dan selusin mantan pejabat tinggi telah ditangkap.

Para pejabat perusahaan yang mengetahui penyelidikan ini mengatakan terdapat praktek korupsi besar-besaran di kerajaan CNPC, yang memiliki anak perusahaan seperti Petro China Company Ltd dan ratusan unit lain.

Kelompok ini adalah salah satu perusahaan terbesar di dunia, dan tahun lalu melaporkan pendapatan sebesar US$432 miliar.

Namun, mantan pejabat dan pejabat perusahaan ini mengatakan sulit untuk melacak seluruh bisnis dan kesepakatan yang sedang berjalan.

'Ini Gila'

Bulan lalu Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa pihaknya berencana melakukan penyelidikan di sektor minyak Indonesia.

Sementara itu, Direktur Pengembangan Pertamina Satoto Agustono yang dihubungi kantor berita Reuters mengatakan tidak tahu soal harga kesepakatan Limau tetapi mengatakan perusahaan-perusahaan minyak terkadang mengeluarkan dana besar untuk investasi berisiko.

"Bisnis minyak dan gas sangat gila," ujarnya. "Kami tidak tahu alasan mereka membeli dengan harga tinggi padahal produksinya rendah. Tetapi, ada orang yang membeli. Ini gila."

Para pejabat industri minyak Tiongkok mengatakah telah mengidentifikasi dua tersangka lain dalam kesepakatan minyak di Indonesia dimana grup CNPC membayar US$350 juta untuk membeli aset-aset perusahaan swasta yang tidak terkenal.
 
Sumur minyak tua di Limau tidak menghasilkan minyak mentah seperti yang ditargetkan oleh perusahaan Tiongkok. (Reuters/Fergus Jensen)
 
"Pada dasarnya perusahaan-perusahaan itu tidak berharga," ujar pejabat industri minyak yang melihat angka anggaran kesepakatan Limau tadi. "Kesepakatan itu membuat negara rugi besar."

Situs CNCP menyebutkan bahwa Direktur Utama Zhou Jiping mengatakan dalam pertemuan internal Agustus lalu bahwa perusahaan itu akan "secara aktif mencari' jalan baru untuk menyelidiki operasi luar negerinya dalam upaya mengatasi korupsi.

Seorang juru bicara CNCP di Bejing menolak menjawab pertanyaan Reuters terkait kesepakatan-kesepakatan yang mencurigakan ini.

Hasil wawancara dengan pejabat CNPC, pencarian pendaftaran perusahaan dan dokumen terkait kesepakatan ini yang dilakukan oleh Reuters memperlihatkan bahwa PetroChina Daqing membeli mayoritas saham satu perusahaan bayangan yang terdaftar di negara pajak rendah, British Virgin Islands atau BVI.

Transaksi ini memungkinkan Petrochina Daqing bisa mengambil alih operasi tiga blok sumur Limau.

Para pejabat industri minyak Tiongkok dan Indonesia yang mengetahui situasi di blok sumur Limau mengatakan perusahaan itu baru berhasil menyedot minyak mentah dalam jumlah yang sangat sedikit dari Limau.

Mensasar Zhou

Indonesia menjadi sasaran utama rencana perluasan grup CNPC.

Indonesia yang sebelumnya berswasembada di bidang minyak kini berada dalam situasi dimana produksi minyaknya turun sejak masa puncak pada 1995.

Jakarta pun berusaha keras menarik investasi asing untuk mengatasi produktifitas yang menurun ini.

Sejumlah investasi awal CNPC di Indonesia yang dilakukan ketika harga minyak rendah telah menguntungkan.

PetroChina, unit CNPC yang terdaftar di bursa saham, membeli aset-aset milik Devon Energi Corp pada 2002 yang ada di Indonesia.

CNCP adalah produsen minyak terbesar ke tujuh di Indonesia pada 2011 dengan 3.500 pegawai dan produk tahunan mencapai 40 juta barel.

Kesepakatan Limau adalah satu pengecualian dalam model bisnis yang biasa diterapkan PetroChina Daqing Oilfield.

Perusahaan jasa minyak ini menganggap kesepakatan 2013 itu sebagai kesepakatan "teknologi-untuk sumber daya" pertamanya setelah sebelumnya menggantungkan pendapatan dari pembayaran jasa yang ditawarkan.

Perusahaan itu menyatakan bahwa dalam kesepakatan ini, mereka bisa menerapkan keahliannya dalam menyedot minyak di sumur-smur tua dengan imbalan saham jika terjadi kenaikan produksi.

Dalam pernyataan tertulis selanjutnya, yang dikeluarkan Juni tahun lalu, perusahaan itu mengatakan telah menyelesaikan "akuisisi equitas terkait proyek Limau", tanpa menyebut penjual atau harganya.
 
Zhou Yongkang adalah pejabat tertinggi Tiongkok yang ditangkap karena diduga melakukan korupsi besar-besaran. (Reuters/Feng Li)
 
Wawancara dengan para pejabat industri minyak dan juga penyelidikan atas dokumen terkait dengan transaksi tersebut menunjukkan bahwa PetroChina Daqing sebenarnya membeli Vision Horizong Holdings Ltd, satu perusahaan yang terdaftar di Kepulauan British Virgins.

Penelusuran atas perusahaan menunjukkan bahwa Vision Horizon didaftarkan pada Mei 2009, perusahaan-perusahaan BVI tidak diwajibkan menyebut para direktur atau pemegang saham.

Melalui perusahaan-perusahaan bayangan lain di negara dengan pajak murah, Vision Horizon terkait dengan Indospeck Energi Limau yang juga terdaftar di BVI, satu perusahaan yang memegang kontrak operasi bersama tiga sumur minyak Limau.

Dalam wawancara dengan Reuters di Jakarta, direktur utama Indospeck Energy Limau Indra Wijaya membenarkan bahwa perusahaanya telah memenangkan kontrak itu dari Pertamina melalui tender.

Satu rancangan kontrak sepanjang 91 halaman yang dikaji oleh Reuters memperlihatkan bawa Indospec Energy Limau dijadwalkan untuk berinvestasi sebesar US$50 juta dalam tiga tahun pertama dari kesepakatan operasi selama 20 tahun ini.

Wijaya, yang mengatakan sebelumnya bekerja di Pertamina selama 20 tahun, membenarkan bahwa Vision Horizon terlibat dalam kesepakatan Limau tetapi menolak memberi rincian.

Dia juga menolak membicarakan pembayaran US$85 juta oleh PetroChina.

"Ini menyangkut bisnis kami," katanya. "Saya tidak akan menjawabnya".

Sulit Memenuhi Target

Seperti sumur minyak tua di Indonesia, produksi Limau terus menurun sejak masa puncaknya pada 1960-an.

Ladang minyak Limau tersebar di wilayah seluas 200 kilometer per segi yang terdiri dari hutan dan pertanian, termasuk perkebunan karet dan kelapa sawit, di Provinsi Sumatera Selatan.

Dalam laporan teknis yang dikeluarkan pada 2013, Wijaya dan dua pakar Pertamina mengusulkan pengunaan metode perbaikan canggih untuk meningkatkan produksi.

Mereka melaporkan bahwa produksi dari tiga blok sumur itu mencapai yang tertinggi, 46 ribu barel per hari, pada 1960.

Laporan dari Wood Mackenzie, kantor konsultan energi, memperlihatkan bahwa pada 1990-an, injeksi air dan metode perbaikan lain perlu dilakukan agar sumur terus menghasilkan minyak.

Perusahaan yang sebelumnya mengoperasikan Limau, South Sea Petroleum Holdings Ltd dari Hong Kong, mengatakan dalam laporan ke bursa saham bahwa produksi seluruh sumur itu pada 2007 adalah 7 ribu barel per hari.

Agustono dari Pertamina mengatakan produksi dari ketiga sumur tersebut sekarang adalah 1.200 barel per hari.

Dalam pernyataan terkait kesepakatan ini pada 2013, Petrochina Daqing mengatakan berniat meningkatkan produksi di tiga blok Limau hingga 7.300 barel per hari.

Para pakar industri hulu yang mengetahui sumur Limau mengatakan sulit bagi PetroChina untuk bisa memenuhi target tersebut.


Credit CNN Indonesia