Senin, 22 Desember 2014

Filipina dan Korea Selatan bahas kemungkinan bermitra strategis

Filipina dan Korea Selatan bertemu: Presiden Filipina Benigno Aquino III dan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye bertemu pada saat KTT peringatan kerja sama ASEAN-Republik Korea pada 11 Desember di Busan. [AFP]
Filipina dan Korea Selatan bertemu: Presiden Filipina Benigno Aquino III dan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye bertemu pada saat KTT peringatan kerja sama ASEAN-Republik Korea pada 11 Desember di Busan. [AFP]


CB - Filipina dan Korea Selatan tak lama lagi akan membentuk kemitraan strategis yang menyeluruh dengan tujuan membawa peluang signifikan bagi kedua negara.
Presiden Filipina Benigno Aquino III mengusulkan kemitraan ini sewaktu rapat bilateral dengan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye pada 11 Desember di Busan.
Aquino berada di kota pelabuhan Korea Selatan untuk menghadiri konferensi peringatan kerja sama antara Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara [ASEAN] dengan Republik Korea [Korea Selatan] yang menandai hubungan persahabatan selama 25 tahun.
“Presiden Aquino menyampaikan niat Filipina untuk membentuk kemitraan strategis yang menyeluruh dengan Republik Korea,” kata Menteri Komunikasi Herminio Coloma, Jr., yang menemani Aquino di dalam rapat bilateral tersebut.
Kemitraan strategis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan sebuah hubungan luar biasa antarbangsa dalam bidang politik, ekonomi, atau pertahanan.  Filipina memiliki dua mitra strategis, Jepang dan Amerika Serikat.  AS juga merupakan sekutu perjanjian.
“Beliau [Aquino] menyinggung bahwa kedua negara adalah bangsa demokrasi bersaudara yang menghadapi ancaman dan tantangan yang sama di sebuah kawasan yang berkembang, sementara juga sama-sama menjunjung nilai-nilai kebebasan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan kepatuhan pada supremasi hukum,” kata Coloma.
Kecemasan Semenanjung Korea dan Laut Tiongkok Selatan
Coloma mengatakan para pemimpin membahas kecemasan keamanan regional selama rapat bilateral saat mereka menelaah situasi di Semenanjung Korea dan Laut Tiongkok Selatan.
“Presiden Aquino menegaskan ulang dukungan Filipina untuk upaya denuklirisasi yang damai di Semenanjung Korea dan kelanjutan perbincangan enam pihak yang lebih awal,” lanjutnya.
Filipina adalah pendukung aktif proses perdamaian dan upaya rekonsiliasi antar-Korea.
Park mengatakan Korea Utara berpegang pada kebijakan ganda tentang pengembangan nuklir dan pertumbuhan ekonomi, ingin terus memajukan kemampuan nuklirnya sambil membangun dirinya sebagai kekuatan nuklir, menurut taklimat pers tanggal 13 Desember dari Kantor Kepresidenan Korea Selatan.
Park meminta dukungan dari Filipina agar komunitas internasional dapat mengirim sebuah pesan kompak yang menyerukan agar Korea Utara menghentikan provokasi dan menyingkirkan senjata nuklirnya.
Aquino menanggapinya dengan mengatakan bahwa posisi pemerintahnya terhadap Korea Utara belum berubah dan menyatakan dukungan terhadap upaya Korea Selatan untuk menstabilkan Semenanjung Korea.
Coloma menyinggung bahwa kedua negara berbagi kepentingan dalam menjaga perniagaan yang tidak terhambat dan kebebasan bernavigasi di kawasan.  Dia menambahkan Filipina meminta dukungan Korea Selatan akan upaya penyelesaian sengketa berbasis aturan di Laut Tiongkok Selatan dengan damai.
Atas permintaan dari Seoul, Manila berfungsi sebagai titik transit pada tahun 1997 bagi pembelot Korea Utara, Hwang Jang-yop, anggota petinggi Komite Pusat dari Partai Pekerja yang berkuasa di Pyongyang.
Hwang, warga Korea Utara tertua yang mencari suaka di Seoul, melakukannya dengan bantuan ajudan di konsulat Korea Selatan di Beijing.
Manila akan dapatkan 12 FA-50 dari Seoul
Sementara itu, Park menegaskan ulang perjanjian kerja sama pertahanan South Korea dengan Filipina, mengutip pembelian Manila atas jet tempur FA-50 dari Korea Aerospace Industries [KAI] dan sumbangan Seoul atas perlengkapan tempur lainnya, menurut Coloma.
“Beliau mengingat bahwa setelah kunjungan kenegaraan Presiden Aquino tahun lalu, Filipina memulai pembelian 12 pesawat tempur FA-50, perlengkapan transportasi, dan material baku untuk persenjataan pemerintah, dan menerima sumbangan sebuah korvet patroli tempur, sebuah kapal sarana pendaratan, dan 16 perahu karet,” tambahnya.
Pesawat baru ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan militer Filipina di tengah-tengah ketegangan yang meningkat di kepulauan bersengketa di Laut Tiongkok Selatan.
Sebelum pulang, Aquino bertemu dengan para eksekutif tinggi KAI di Busan, mengesahkan kesepakatan untuk membeli jet FA-50 guna memodernisasi Angkatan Udara Filipina.
Aquino menginspeksi salah satu jet tempur tersebut di Markas Udara Gimhae dan bertemu dengan Presiden dan CEO KAI Sung Yong-ha dan beberapa perwira Angkatan Udara Korea.
Dalam pidato singkatnya di markas udara, Aquino mengatakan dua dari jet tempur tersebut akan dikirimkan pada bulan Desember 2015, dan sisanya akan dilengkapi hingga tahun 2017.
Dia menggarisbawahi pentingnya membeli jet tempur baru, menyinggung bahwa terakhir kalinya negaranya membeli pesawat adalah pada tahun 2005.  Aquino menekankan pembelian baru ini akan meningkatkan kemampuan para pilot Filipino dalam operasi militer.
Setelah kembali ke Manila pada hari yang sama, Aquino berjanji untuk terus menjaga hubungan kuat dengan negara-negara lain guna membangun bangsa yang lebih kuat.
“Dalam menghadapi sarana dan perlengkapan modern ini, kami terus terdorong untuk mengejar aspirasi kami untuk mendorong angkatan bersenjata yang dapat diandalkan ke arah pelayanan yang lebih efektif kepada warga Filipino,” katanya kepada kelompok kecil hadirin di Bandara Internasional Ninoy Aquino.
Korea Selatan membantu rekonstruksi Haiyan
Selain kesepakatan pesawat, Pemerintah Korea Selatan memberikan kerangka perjanjian pinjaman senilai USD 500 juta untuk proyek pembangunan di Filipina.
Dana ini adalah pinjaman lunak dengan suku bunga yang menguntungkan bagi Manila, di atas dana hibah USD 5 juta dan USD 20 juta yang diberikan Seoul kepada Filipina untuk upaya rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah-daerah yang terkena Topan Haiyan pada tahun 2013.
Sementara itu, Korea Selatan akan menerapkan rencana pembangunan untuk Filipina bagian selatan melalui Badan Kerja Sama Internasional Korea.
Korea Selatan tertarik untuk berbagi keahliannya dalam pembangunan pelabuhan, terutama pembangunan pemecah gelombang di pesisir, sesuatu yang dapat diadopsi di Filipina.
Selain mengirimkan pasukan, segera setelah serangan Topan Haiyan tahun lalu, Korea Selatan juga menyumbang USD 5 juta untuk membantu para penyintas.  Pasukan Korea Selatan tadinya berencana untuk tinggal selama enam bulan tetapi berubah menjadi setahun di Filipina membantu upaya pemulihan.
“Ini adalah buah dari hasil hubungan yang dekat dan mendalam: Persahabatan yang berpijak pada keinginan bersama untuk menguatkan kedua belah pihak demi kebaikan semua orang,” kata Aquino.
Tahun lalu, saat kunjungan resmi ke Seoul, Aquino menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman [MoU] di antara departemen pertahanan kedua negara.
Perjanjian itu bertujuan untuk mengadakan lebih banyak pertukaran bilateral akan pengalaman dan informasi yang berkaitan dengan pertahanan, pertukaran kunjungan, pendidikan dan pelatihan militer, penelitian dan pengembangan, industri pertahanan, logistik dan pemeliharaan, kerja sama teknologi militer, kegiatan bantuan kemanusiaan dan penjagaan perdamaian internasional, olahraga militer dan kegiatan kebudayaan, pengobatan militer dan layanan kesehatan.
Hubungan yang dicirikan oleh saling percaya dan mendukung
Hubungan bilateral di antara kedua negara dimulai pada tahun 1949 ketika Filipina merupakan bagian dari negara-negara yang mengakui Republik Korea.
Warga Filipino, Carlos Romulo, mantan presiden Majelis Umum PBB ketika Perang Korea pecah pada tahun 1950, dengan kukuh mengadvokasi pembelaan internasional terhadap Korea Selatan.
Manila mengirimkan Pasukan Ekspedisi Filipina selama Perang Korea untuk membantu Seoul bertahan dari penyerbuan Korut.
Selama periode lima tahun, Filipina mengirim tentara sebanyak 7.420 orang ke Korea Selatan.  Di antaranya adalah mantan Presiden Fidel Ramos dan dua mantan duta besar untuk Korea Selatan.
Sementara itu, ayah Aquino, Benigno Jr., merupakan wartawan perang termuda, pada usia 17 tahun, yang meliput Perang Korea untuk Manila Times.



Credit APDForum