Presiden AS Donald Trump kerap melontarkan
pernyataan keras terhadap Korut maupun pemimpinnya, Kim Jong-un, dan
dibalas dengan nada yang tak kalah tinggi. (REUTERS/Kevin Lamarque and
Korea Summit Press Pool)
Tapi kini, kedua pemimpin negara yang memiliki riwayat bermusuhan itu memutuskan berdialog untuk pertama kalinya. Trump dan Kim Jong-un dijadwalkan tetap bertemu di Singapura pada 12 Juni mendatang meski drama sempat mewarnai rencana pertemuan mereka beberapa pekan sebelum hari H.
Politik detente kedua pemimpin juga boleh dibilang terjadi begitu cepat. Padahal selama 2017 lalu, Washington dan Pyongyang terus bersitegang hingga membuat situasi di Semenanjung Korea berada di titik terburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Ketegangan di Semenanjung Korea bermula saat Kim meluncurkan uji coba rudal pada 14 Februari 2017, beberapa pekan setelah Trump dilantik sebagai Presiden AS ke-45.
"Jelas bahwa Korut merupakan masalah besar dan kita akan berurusan dengan itu dengan sangat keras," kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih saat itu.
Pada awal Juli 2017, Korut kembali meluncurkan uji coba rudalnya dan kembali memicu amarah Trump. Trump pun menyindir Kim Jong-un dengan menganggapnya tak memiliki kegiatan lain selain menembakkan rudal-rudalnya.
"Korea Utara baru meluncurkan rudal lagi. Apakah pria ini [Kim] punya sesuatu yang lebih baik lagi untuk dikerjakan dalam hidupnya," kicau Trump melalui Twitternya.
"Sulit dipercaya bahwa Korea Selatan dan Jepang harus menghadapi ancaman ini terus. Mungkin China bisa lebih menekan Korut dan akhiri ketidakmasukan akal ini!" lanjutnya.
Credit cnnindonesia.com