Foto: Ardan Adhi Chandra
Jakarta - PT Dirgantara Indonesia (Persero) atau PTDI sudah mengembangkan pesawat terbang tanpa awak. Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) Wulung ini mulai dikembangkan sejak 2015 silam.
PT DI sudah memproduksi PTTA Wulung sebanyak 3 unit untuk memenuhi pesanan TNI Angkatan Udara (AU). PTTA Wulung memiliki panjang badan 4,42 meter dengan tinggi 1,48 meter, dan lebar sayap 6,34 meter.
"Awalnya dibuat tahun 2015. Sudah dipesan untuk AU 3 unit lengkap dengan transporter," kata Program Manager PTTA Dirgantara Indonesia kepada detikFinance dalam pameran Indodefence di JIExpo Kemayoran, Jakarta Utara, Rabu (2/11/2016).
Dalam pengoperasiannya, pesawat tanpa awak ini awalnya harus menggunakan remote control. Setelah melayang di udara, pesawat ini kemudian bisa beroperasi sendiri dengan diawasi di Ground Control Station (GCS).
"Terbangnya pakai remote, setelah itu otomatis," jelas Bona.
Foto: Ardan Adhi Chandra
|
Wulung menggunakan daya baterai yang dapat diisi ulang saat melesat di udara. Pesawat tanpa awak ini juga bisa terbang selama 4 jam dengan kecepatan maksimal 70 knot.
Satu knot itu sekitar 1 nautik mil atau 1,85 km. Berarti kecepatan 70 knot itu sekitar 129,5 km. Jadi selama 4 jam itu, Wulung bisa mencapai jarak lebih dari 450 km.
"Dia ada baterai ada engine terbang hampir 4 jam. Daya jangkau radius operasi 100 km," kata Bona.
Pesawat mungil tanpa awak ini juga dilengkapi kamera di beberapa sisi dan juga kamera infra merah untuk mendeteksi titik api di hutan.
"Dilengkapi kamera ada elektro optikal dan infra red bisa mendeteksi kebakaran. Ini pernah dibawa ke Lampung," ujar Bona.
Bona mengatakan bahwa pesawat yang bisa digunakan sebagai mata-mata ini tengah diminati Mesir. Mesir tertarik untuk membawa pesawat tanpa awak buatan Bandung ini ke negaranya.
"Saya dengar ada Mesir, mereka lewat marketing nanya unuk dikembangakan di sana," tutur Bona.
Foto: Ardan Adhi Chandra
|
Satu set pesawat tanpa awak ini bisa dibawa pulang dengan harga Rp 10 miliar. Harga tersebut sudah termasuk 2 unit PTTA Wulung, 1 unit GCS, dan 1 transporter.
"Rp 10 miliar satu set dari 2 pesawat, 1 GCS untuk monitor di darat, 1 transporter untuk bawa pesawat, bentuknya kaya truk," tutup Bona.
Credit detikFinance