Foto: Ardan Adhi Chandra
Jakarta - Inovasi di industri pertahanan seakan tidak ada habisnya. Kebutuhan akan senjata sebagai kebutuhan keamanan setiap tahunnya juga terus bertambah.
PT Tanfoglio Indonesia Jaya sebagai pemilik merek Komodo Armament menghadirkan printer 3 dimensi yang mampu mencetak senjata laras panjang dan laras pendek. Printer ini dihargai Rp 125 juta dan ikut dipajang dalam pameran Indodefence di JIExpo Kemayoran.
"Harga printernya Rp 125 juta. Material yang digunakan untuk membuat senjata pakai polimer," ujar engineer PT Tanfoglio Indonesia Jaya, Krisna kepada detikFinance di JIExpo Kemayoran, Jakarta Utara, Rabu (2/11/2016).
Pembuatan senjata menggunakan printer 3 dimensi ini hanya membutuhkan waktu 3 menit saja untuk senjata laras pendek, sedangkan untuk laras panjang membutuhkan waktu 3 hari. Berbeda dengan pencetakan badan senjata secara konvensional yang memakan waktu lebih lama.
"Kalau untuk yang pro, inject molding makanya dia keuntungannya untuk produksi 2-3 menit jadi satu. Laras panjang materialnya metal alumunium butuh waktu lama kita, satu senjata 2-3 hari," tutur Krisna.
Senjata laras panjang hasil cetakan printer 3D (Foto: Ardan Adhi Chandra)
|
Printer yang diproduksi PT Tanfoglio Indonesia Jaya dipasaekan secara umum ke berbagai kalangan. Namun, jika pembeli menggunakannya untuk mencetak senjata dan digunakan tanpa izin yang sah akan menjadi tanggung jawab pembeli itu sendiri.
Selain itu, perusahaan yang bermarkas di Bekasi tersebut juga menjual senjata api. Namun, penjualan senjata api hanya dilakukan kepada pihak yang memiliki izin dari kepolisian dan instansi terkait.
"Kalau kita jual senjata ke mereka yang sudah punya izin dari polisi atau TNI," kata Krisna.
Senapan mesin hasil cetakan printer 3D (Foto: Ardan Adhi Chandra)
|
Dirinya menambahkan, produknya sudah banyak dipesan di dalam negeri maupun luar negeri. Namun, dirinya enggan merinci secara detail negara mana saja yamg sudah membeli senjata buatan Bekasi ini.
"Pasarnya senjata luar dan dalam negeri. Luar negeri ada beberapa negara sudah agree, sudah hampir di seluruh dunia," ujar Krisna.
Credit detikFinance