Senin, 11 Mei 2015

Kulit Tertua Manusia Ditemukan, Usia 2 Juta Tahun


Kulit Tertua Manusia Ditemukan, Usia 2 Juta Tahun
Rangka manusia di perkirakan berusia 5000 tahun di dalam gua di Ujung Karang, Nangroe Aceh Darrussalam. REUTERS/Tarmizy Harva

  CB, Johannesburg: Para antropolog mengklaim telah menemukan kulit manusia tertua di dunia. Kulit manusia tersebut milik fosil berusia dua juta tahun yang diyakini ditemukan di sisa-sisa enam kerangka kuno.

Antropolog juga menyebutkan telah menemukan jaringan kulit yang diawetkan yang tergabung ke spesies manusia awal di sebuah gua dekat Johannesburg, Afrika Selatan. Jaringan kulit tersebut diduga berasal dari spesies Australopithecus sediba. Jaringan itu akan menjadi kulit tertua yang pernah ditemukan dan bisa mengungkapkan rincian penting tentang kehidupan manusia purba.

Para ahli percaya bahwa mereka juga menemukan sisa-sisa makanan terakhir manusia purba di kerangka gigi.

Profesor Lee Berger, antropolog University of Witwatersrand di Johannesburg, yang memimpin penggalian, mengatakan: "Ada partikulat makanan yang ditangkap di gigi, sehingga kita dapat melihat apa yang mereka makan," kata Berger seperti dilansir Mirror, Sabtu, 9 Mei 2015. "Mungkin lebih luar biasa, karena kami telah menemukan kulit fosil di sini juga."

Penemuan tersebut sebagai kemajauan dari penggalian situs gua setelah ditemukannya sisa-sisa kerangka laki-laki pada 2008.

Ketika itu, anak profesor Berger, Matthew, menemukan sebuah tulang fosil di Malapa Nature Reserve. Mereka kemudian menggali hingga selesai dan menemukan tulang bahu, tangan, tulang pergelangan tangan, dan tulang pergelangan kaki yang diumumkan pada 2010.

Berger menggambarkan manusia awal sebagai spesies baru yang ia sebut Australopithecus sediba dan dianggap sebagai spesies transisi antara spesies Australopithecus dan spesies Homo awal.

Penelitian telah menemukan bahwa spesies memiliki pinggang ramping mirip dengan manusia modern tapi kakinya sedikit lancip ke dalam.

Meskipun memiliki jumlah yang sama dengan tulang manusia modern, punggung mereka lebih panjang dan lebih fleksibel sementara tulang rusuknya berbentuk kerucut yang memungkinkan untuk memindahkan tulang belikat ketika memanjat pohon.

Profesor Berger dan timnya kini mencoba untuk membuat sebuah laboratorium hidup di atas situs sehingga mereka dapat terus bekerja tanpa merusak fosil temuan mereka.



Credit   TEMPO.CO