JAKARTA (CB) - Lembaga riset maritim Indonesia Maritime
Institute (IMI) bekerja sama dengan PT Trimitra Wisesa Abadi
memperkenalkan hasil pengembangan program pesawat terbang tanpa awak (PTTA) atau drone di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat.
Direktur Eksekutif IMI, Y Paonganan mengatakan, drone ini merupakan kreasi anak bangsa. Meskipun kreasi lokal, ia menjamin drone ini memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan buatan negara lain.
"PTTA buatan anak bangsa ini memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan produksi dari negara-negara lain," ungkap Paonganan dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/5/2015).
Program ini merupakan salah satu bentuk pengabdian IMI kepada bangsa. Selain itu, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan tingkat geografis yang unik.
Tidak sedikit batas-batas negara Indonesia berada di titik-titik yang sulit dijangkau seperti laut luas hingga pulau kecil.
"Oleh karena itu, diperlukan inovasi teknologi anak bangsa untuk bisa menjadi solusi pengawasan wilayah perbatasan bahkan seluruh wilayah Indonesia," tuturnya.
Kata dia, OS-Wifanusa memiliki kemampuan lepas landas dan mendarat diberbagai medan, baik di sungai, danau, laut maupun di darat.
Drone ini menggunakan mesin dua tak berkapasitas 170 cc mampu mengangkat pesawat dengan beban hingga 60 – 70 kg.
Untuk lepas landas di air, pesawat ini hanya membutuhkan jarak sejauh 50 meter, sedangkan di darat hanya butuh landasan tanah rata sejauh 30 – 40 meter.
Ia menambahkan, dari segi sistem kendali jarak jauh, drone ini mampu dikendalikan hingga 100 km dan menerima gambar video secara real time.
"OS-Wifanusa mampu terbang pada ketinggian 300 meter hingga 5.000 meter dengan waktu terbang (endurance) mencapai lima jam," sambungnya.
Drone tersebut juga dilengkapi kamera video yang hasil rekamannya mampu diterima secara real time di ground control station sebagai stasiun pengendali di darat selama melakukan operasi pemantauan.
"Kemampuan yang dimiliki PTTA ini sangat cocok dioperasikan di wilayah perbatasan terutama untuk kegiatan pengawasan (surveillance) karena di wilayah tersebut belum memiliki infrastruktur memadai untuk mengoperasikan PTTA sejenis yang butuh landasan khusus dan panjang untuk lepas landas dan mendarat," pungkasnya.
Direktur Eksekutif IMI, Y Paonganan mengatakan, drone ini merupakan kreasi anak bangsa. Meskipun kreasi lokal, ia menjamin drone ini memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan buatan negara lain.
"PTTA buatan anak bangsa ini memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan produksi dari negara-negara lain," ungkap Paonganan dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/5/2015).
Program ini merupakan salah satu bentuk pengabdian IMI kepada bangsa. Selain itu, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan tingkat geografis yang unik.
Tidak sedikit batas-batas negara Indonesia berada di titik-titik yang sulit dijangkau seperti laut luas hingga pulau kecil.
"Oleh karena itu, diperlukan inovasi teknologi anak bangsa untuk bisa menjadi solusi pengawasan wilayah perbatasan bahkan seluruh wilayah Indonesia," tuturnya.
Kata dia, OS-Wifanusa memiliki kemampuan lepas landas dan mendarat diberbagai medan, baik di sungai, danau, laut maupun di darat.
Drone ini menggunakan mesin dua tak berkapasitas 170 cc mampu mengangkat pesawat dengan beban hingga 60 – 70 kg.
Untuk lepas landas di air, pesawat ini hanya membutuhkan jarak sejauh 50 meter, sedangkan di darat hanya butuh landasan tanah rata sejauh 30 – 40 meter.
Ia menambahkan, dari segi sistem kendali jarak jauh, drone ini mampu dikendalikan hingga 100 km dan menerima gambar video secara real time.
"OS-Wifanusa mampu terbang pada ketinggian 300 meter hingga 5.000 meter dengan waktu terbang (endurance) mencapai lima jam," sambungnya.
Drone tersebut juga dilengkapi kamera video yang hasil rekamannya mampu diterima secara real time di ground control station sebagai stasiun pengendali di darat selama melakukan operasi pemantauan.
"Kemampuan yang dimiliki PTTA ini sangat cocok dioperasikan di wilayah perbatasan terutama untuk kegiatan pengawasan (surveillance) karena di wilayah tersebut belum memiliki infrastruktur memadai untuk mengoperasikan PTTA sejenis yang butuh landasan khusus dan panjang untuk lepas landas dan mendarat," pungkasnya.
Credit Okezone
OS-Wifanusa Siap Guncang Dunia
Rabu, 20 Mei 2015 − 09:40 WIB
OS-Wifanusa, PTTA buatan anak bangsa saat uji terbang di Waduk Jatiluhur, kemarin. Pesawat tanpa awak ini memiliki kemampuan mumpuni menjelajahi angkasa dan melakukan pengawasan di kawasan yang sulit dijangkau pesawat biasa.
Dari uji coba yang dilakukan, UAV tersebut me miliki kemampuan mumpuni dan siap mengguncang dunia. Pesawat ini dirancang khusus untuk mampu melakukan pengawasan wilayah perbatasan baik darat maupun laut. “Pesawat tanpa awak yang diberi nama OS-Wifanusa ini mampu lepas landas baik disungai, danau, laut, maupun daratan.”
“Itu untuk memudahkan pengoperasian di wilayah perbatasan yang kondisinya relatif sulit jika menggunakan pesawat biasa,” kata Direktur Ek sekutif IMI Y Paonganan kemarin. Dia mengemukakan, pesawat tanpa awak ini dirancang oleh tim anak-anak Indonesia. Artinya, mulai dari proses produksi, sistem UAV, landing gear system, dan propeller adalah buat an anak negeri yang tergabung di IMI. Kecuali beberapa kom ponen elektronik dan mesin yang masih impor.
Menurut dia, kemampuan OS-Wifanusa tidak kalah dengan UAV buatan luar negeri. Pesawat ini memiliki kemampuan kontrol kendali jarak jauh 100 kilometer dan mampu terbang pada ketinggian 300 meter hingga 500 meter. “Ada pun waktu terbang (endurance) 5 jam dengan menggunakan mesin 2 Tak berkapasitas 170Cc dan mampu me ngangkut pesawat dengan beban 60-70 kg.
Untuk lepas landas, pesawat membutuhkan lan dasan di air sepanjang 50 meter, sementara didarat 30-40 meter,” ujar dia. Selain itu, OS-Wifanusa juga dilengkapi dengan kamera video yang hasil rekamannya mampu diterima secara real time di ground control station atau stasiun pengendali di darat. Juga dilengkapi kamera Lider untuk keperluan foto udara dan pemetaan.
“Mobile Ground Control Sta tion (MGCS) dilengkapi antena helical setinggi 6 meter dan monitor control system untuk memonitor UAV selama penerbangan. Kemam puan sistem untuk menerima real time videodalam jangkauan 100 kilometer pada ketinggian 300 meter dan semakin tinggi jelajahnya semakin jauh jang kauan menerima real time videonya,” ungkap Paonganan.
Rencananya pesawat ini akan dibeli oleh Kementerian Pertahanan untuk melakukan pengawasan di sejumlah perairan Indonesia. “Kebutuhan drone ini sangat mendesak,” kata Marsma TNI Darlis Pangaribuan dari Ditjen Kuathan Kemenhan yang hadir saat uji terbang PTTA dikawasan Waduk Jatiluhur.
Dia menyatakan, kebutuhan pesawat tanpa awak ini mendesak segera difungsikan untuk melakukan pemantauan sejumlah kawasan, seperti di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I me liputi Laut China Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda.
Kemudian ALKI II meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, dan Selat Lombok. Lalu ALKI III melintasi Samudera Pasifik, Laut Maluku, Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sawu. “Kebutuhannya, satu ALKI butuh satu skuadron pesawat tanpa awak karena lebih efisien,” tutur Darlis.
Credit Koran SINDO