CB, Jakarta - Misteri binatang
misterius dari pegunungan Himalaya, Yeti, diungkap para ilmuwan lewat
pemeriksaan DNA. Mereka memeriksa sembilan spesimen yang selama
ini diklaim menjadi bukti keberadaan makhluk salju yang menyerupai
gorila itu.
Dr Charlotte Lindqvis, pakar genom beruang dari University of Buffalo, New York, mengklaim bahwa sains moderen telah berhasil memecahkan misteri Yeti. "Saya seorang ahli biologi dan ahli genetika dan pasti Yeti hanyalah mitos, yang sama sekali tidak pernah menggunakan sudut pandang ilmiah," kata Lindqvst, seperti yang dilansir oleh LA Times.
Legenda Yeti mulai muncul setelah sebuah jurnal tahun 1832 menerbitkan laporan seorang penjelajah Inggris tentang seekor makhluk yang penuh bulu panjang dan gelap yang dilihatnya di pegunungan Himalaya, daerah Nepal dan Tibet.
Lindqvis dan timnya telah menganalisis DNA dari sembilan spesimen purba yang diklaim merupakan bukti adanya Yeti, termasuk tulang, gigi, kulit, rambut, dan sampel tinja. Hasilnya, satu DNA berasal dari keluarga anjing, delapan lainnya berasal dari beruang Asia, satu dari beruang hitam Asia, satu dari beruang cokelat Himalaya, dan enam lainnya dari beruang cokelat Tibet.
"Temuan kami sangat mengesankan bahwa dasar-dasar biologis legenda Yeti dapat ditemukan di beruang lokal, dan penelitian kami menunjukkan bahwa genetika harus dapat mengungkap misteri serupa lainnya," kata Lindqvist, seperti yang dilansir oleh futurity.
Hasil penelitian Lindqvist ini bertentangan dengan hasil studi Bryan Sykes, seorang ahli genetika manusia di Oxford, tahun 2014. Ia mengklaim menemukan kecocokan genetik antara dua sampel yang diduga Yeti dan beruang kutub cokelat yang yang hidup puluhan tahun yang lalu dan bukan berasal dari Himalaya.
Menurut Lindqvst, berdasarkan analisis DNA secara menyeluruh menunjukkan bahwa spesimen Yeti semuanya cocok dengan subspesies beruang yang diketahui tinggal di pegunungan tertinggi di Bumi tersebut.
“jika didasarkan dengan bukti genom mitokondria, mungkin terlalu pendek. Namun, berdasarkan bukti spesimen yang ia miliki ada kaitannya dengan beruang,” kata Lindqvst
Dalam memecahkan misteri Yeti ini, Sykes dan Lindqvst diminta oleh perusahaan produksi televisi Inggris Icone Films untuk meneliti ilmu pengetahuan dibalik misteri tersebut.
Menurut Lindqvst, ketika Icon Films menelepon, dia dengan senang hati masuk ke proyek tersebut karena dia ingin belajar lebih banyak tentang keragaman genetik beruang di wilayah terpencil di dunia tersebut.
Dalam proyek tersebut, selama 1,5 tahun Lindqvst menganalisis urutan genetik dari total 24 spesimen, diantaranya adalah 12 sampel beruang coklat Himalaya yang dikumpulkan dari Taman Nasional Khunjerab di utara Pakistan.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa, beruang cokelat Himalaya memiliki komposisi genetik yang menyimpang dari beruang nenek moyang, sekitar 658.0000 tahun yang lalu, hal tersebut menyebabkan percabangan subspesies beruang cokelat Himalaya pertama. Sedangkan, Beruang Tibet merupakan percabangan dari beruang Amerika Utara dan Eurasia pada 342.0000 tahun yang lalu.
Lindqvst menyimpulkan, meskipun beruang coklat Tibet dan Himalaya hidup berdekatan satu sama lain, tampaknya hanya ada sedikit pembaharuan dari dua subspesies tersebut. Menurutnya, hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh kondisi topografi wilayah Himalaya. “tapi saya juga berharap bisa memberi perhatian pada kelompok beruang yang telah berevolusi secara independen selama ratusan ribu tahun ini," katanya.
Dr Charlotte Lindqvis, pakar genom beruang dari University of Buffalo, New York, mengklaim bahwa sains moderen telah berhasil memecahkan misteri Yeti. "Saya seorang ahli biologi dan ahli genetika dan pasti Yeti hanyalah mitos, yang sama sekali tidak pernah menggunakan sudut pandang ilmiah," kata Lindqvst, seperti yang dilansir oleh LA Times.
Legenda Yeti mulai muncul setelah sebuah jurnal tahun 1832 menerbitkan laporan seorang penjelajah Inggris tentang seekor makhluk yang penuh bulu panjang dan gelap yang dilihatnya di pegunungan Himalaya, daerah Nepal dan Tibet.
Lindqvis dan timnya telah menganalisis DNA dari sembilan spesimen purba yang diklaim merupakan bukti adanya Yeti, termasuk tulang, gigi, kulit, rambut, dan sampel tinja. Hasilnya, satu DNA berasal dari keluarga anjing, delapan lainnya berasal dari beruang Asia, satu dari beruang hitam Asia, satu dari beruang cokelat Himalaya, dan enam lainnya dari beruang cokelat Tibet.
"Temuan kami sangat mengesankan bahwa dasar-dasar biologis legenda Yeti dapat ditemukan di beruang lokal, dan penelitian kami menunjukkan bahwa genetika harus dapat mengungkap misteri serupa lainnya," kata Lindqvist, seperti yang dilansir oleh futurity.
Hasil penelitian Lindqvist ini bertentangan dengan hasil studi Bryan Sykes, seorang ahli genetika manusia di Oxford, tahun 2014. Ia mengklaim menemukan kecocokan genetik antara dua sampel yang diduga Yeti dan beruang kutub cokelat yang yang hidup puluhan tahun yang lalu dan bukan berasal dari Himalaya.
Menurut Lindqvst, berdasarkan analisis DNA secara menyeluruh menunjukkan bahwa spesimen Yeti semuanya cocok dengan subspesies beruang yang diketahui tinggal di pegunungan tertinggi di Bumi tersebut.
“jika didasarkan dengan bukti genom mitokondria, mungkin terlalu pendek. Namun, berdasarkan bukti spesimen yang ia miliki ada kaitannya dengan beruang,” kata Lindqvst
Dalam memecahkan misteri Yeti ini, Sykes dan Lindqvst diminta oleh perusahaan produksi televisi Inggris Icone Films untuk meneliti ilmu pengetahuan dibalik misteri tersebut.
Menurut Lindqvst, ketika Icon Films menelepon, dia dengan senang hati masuk ke proyek tersebut karena dia ingin belajar lebih banyak tentang keragaman genetik beruang di wilayah terpencil di dunia tersebut.
Dalam proyek tersebut, selama 1,5 tahun Lindqvst menganalisis urutan genetik dari total 24 spesimen, diantaranya adalah 12 sampel beruang coklat Himalaya yang dikumpulkan dari Taman Nasional Khunjerab di utara Pakistan.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa, beruang cokelat Himalaya memiliki komposisi genetik yang menyimpang dari beruang nenek moyang, sekitar 658.0000 tahun yang lalu, hal tersebut menyebabkan percabangan subspesies beruang cokelat Himalaya pertama. Sedangkan, Beruang Tibet merupakan percabangan dari beruang Amerika Utara dan Eurasia pada 342.0000 tahun yang lalu.
Lindqvst menyimpulkan, meskipun beruang coklat Tibet dan Himalaya hidup berdekatan satu sama lain, tampaknya hanya ada sedikit pembaharuan dari dua subspesies tersebut. Menurutnya, hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh kondisi topografi wilayah Himalaya. “tapi saya juga berharap bisa memberi perhatian pada kelompok beruang yang telah berevolusi secara independen selama ratusan ribu tahun ini," katanya.
Credit TEMPO.CO