CB, Bandung - Doktor termuda Indonesia
dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Grandprix Thomryes Marth Kadja,
24 tahun, menghasilkan riset zeolit sintesis yang unggul. Material yang
khusus dinamakan ZSM-5 itu ditelitinya sejak duduk di bangku pendidikan
master di ITB pada 2013-2015. Setidaknya, ada tiga keunggulan zeolit
sintesis itu dari peneliti lajang kelahiran Kupang, 31 Maret 1993 itu.
Zeolit merupakan batuan alami yang mengandung sejumlah mineral. Bahan itu umum dipakai untuk campuran semen, semen gigi, pasir untuk kotoran kucing peliharaan, maupun penyerap polutan lain. Namun zeolit yang digunakan Grandprix, jenis sintesis material alaminya harus diolah dulu untuk mendapatkan bahan kimia khusus untuk industri petrokimia.
"Bahan mentah yang dipakai silika alumina," ujar Grandprix, Kamis, 21 September 2017.
Zeolit sintesis itu berfungsi untuk konversi minyak bumi menjadi bahan bakar. Kini juga dipakai untuk mengolah limbah plastik menjadi bahan bakar, maupun biogasoline dari kelapa sawit. Pengolahan zeolit sintesis itu, kata Grandprix, umumnya memakan waktu empat hari dengan pemanasan di dalam reaktor baja bersuhu 150 derajat Celcius.
"Saya dan dosen pembimbing mensintesisnya cukup dengan 90 derajat Celcius," kata sarjana Kimia lulusan Universitas Indonesia pada 2013 itu.
Waktu proses zeolit sintesis dalam skala laboratorium yang dilakukan Grandprix, berkisar antara tiga hingga empat hari. Dua keunggulan itu memangkas biaya produksi dan energi yang digunakan. Selain itu, Grandprix membuka potensi kemandirian pengolahan bahan zeolit sintesis.
"Pemicu riset ini salah satunya karena sebagian besar industri petrokimia masih mengimpor zeolit," ujar dia.
Dari bahan baku yang dipakai, misalnya 50 gram, zeolit sintesis ZSM-5 yang diperoleh bisa berkisar 40-45 gram. Ketika proses pemanasan di laboratorium, Grandprix memakai wadah plastik tahan panas yang dimasukkan ke dalam oven. Metode ini juga menekan biaya karena biasanya reaktor yang digunakan logam baja agar tahan api bertemperatur 150 derajat Celcius.
Dia dinyatakan lulus menjadi doktor muda dalam sidang tertutup 6 September 2017. Sedangkan sidang terbukanya dihelat hari ini, Jumat, 22 September 2017, di komplek Rektorat ITB, Jalan Taman Sari Bandung. "Setelah ini saya mau melamar jadi dosen di ITB," katanya.
Zeolit merupakan batuan alami yang mengandung sejumlah mineral. Bahan itu umum dipakai untuk campuran semen, semen gigi, pasir untuk kotoran kucing peliharaan, maupun penyerap polutan lain. Namun zeolit yang digunakan Grandprix, jenis sintesis material alaminya harus diolah dulu untuk mendapatkan bahan kimia khusus untuk industri petrokimia.
"Bahan mentah yang dipakai silika alumina," ujar Grandprix, Kamis, 21 September 2017.
Zeolit sintesis itu berfungsi untuk konversi minyak bumi menjadi bahan bakar. Kini juga dipakai untuk mengolah limbah plastik menjadi bahan bakar, maupun biogasoline dari kelapa sawit. Pengolahan zeolit sintesis itu, kata Grandprix, umumnya memakan waktu empat hari dengan pemanasan di dalam reaktor baja bersuhu 150 derajat Celcius.
"Saya dan dosen pembimbing mensintesisnya cukup dengan 90 derajat Celcius," kata sarjana Kimia lulusan Universitas Indonesia pada 2013 itu.
Waktu proses zeolit sintesis dalam skala laboratorium yang dilakukan Grandprix, berkisar antara tiga hingga empat hari. Dua keunggulan itu memangkas biaya produksi dan energi yang digunakan. Selain itu, Grandprix membuka potensi kemandirian pengolahan bahan zeolit sintesis.
"Pemicu riset ini salah satunya karena sebagian besar industri petrokimia masih mengimpor zeolit," ujar dia.
Dari bahan baku yang dipakai, misalnya 50 gram, zeolit sintesis ZSM-5 yang diperoleh bisa berkisar 40-45 gram. Ketika proses pemanasan di laboratorium, Grandprix memakai wadah plastik tahan panas yang dimasukkan ke dalam oven. Metode ini juga menekan biaya karena biasanya reaktor yang digunakan logam baja agar tahan api bertemperatur 150 derajat Celcius.
Dia dinyatakan lulus menjadi doktor muda dalam sidang tertutup 6 September 2017. Sedangkan sidang terbukanya dihelat hari ini, Jumat, 22 September 2017, di komplek Rektorat ITB, Jalan Taman Sari Bandung. "Setelah ini saya mau melamar jadi dosen di ITB," katanya.
Credit TEMPO.CO