Jumat, 10 Februari 2017

Selesaikan Konflik Rohingya, Ini Cara RI 'Luluhkan' Myanmar


Tak pernah keras di luar, tapi tetap tegas dengan pendekatan langsung.

Selesaikan Konflik Rohingya, Ini Cara RI 'Luluhkan' Myanmar
Ads by Kiosked
Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kemlu, Desra Percaya. (VIVAnews/Kementrian Luar Negeri RI)

CB – Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat diterima kehadirannya di Myanmar, terutama terkait penyelesaian konflik Rohingya. Hal ini tak lepas dari hubungan sejarah dan diplomatik kedua negara yang telah terjalin sejak lama.
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Desra Percaya, mengatakan bahwa hubungan diplomatik Indonesia dan Myanmar telah terjalin sejak 1949.
"Bahkan Bung Karno mengatakan bahwa Myanmar merupakan salah satu negara sahabat dalam perjuangan dan memenuhi kemerdekaan penuh," kata Desra, di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis, 9 Februari 2017.
Ia mengatakan perlu dipahami bahwa kondisi politik di Myanmar sedang mengalami perubahan besar, di mana semula mengalami kekuasaan militer sejak 1962, lalu berubah di bawah kepemimpinan Daw Aung San Suu Kyi pada 2015.
"Faktanya Suu Kyi tidak memiliki pengaruh dalam isu pertahanan, perbatasan, serta dalam negeri. Hingga kini militer juga masih menguasai kursi parlemen," tutur Desra.

Terkait peran Indonesia, sejak awal pemerintah memilih menggunakan metode 'constructive engagement, dan menekankan pentingnya menghormati hak asasi manusia etnis Rohingya.
"Kita tidak pernah kritik keras di luar, tetapi lebih dengan pendekatan dan bertemu langsung. Tapi tetap kita sampaikan posisi kita dengan keras. Cara ini efektif membawa perubahan di Myanmar," ujarnya.
Desra menambahkan, beberapa diplomasi kemanusiaan sudah dilakukan Indonesia. Salah satunya, pada 29 Desember 2016, Presiden Joko Widodo melepas bantuan kemanusiaan untuk warga Rohingya sebanyak 10 kontainer yang terdiri atas makanan cepat saji, pakaian dan makanan anak.
Indonesia juga telah membangun sekolah di Rakhine dan bantuan tanggap darurat senilai US$2 juta untuk warga Muslim dan non-Muslim. "Jadi, bantuan kemanusiaan Indonesia disalurkan kepada pihak-pihak yang terdampak krisis melalui jalur pemerintah," paparnya.


Credit  VIVA.co.id


Krisis Rohingya dan Kepentingan Indonesia

Indonesia pilih pendekatan persuasif ketimbang 'megaphone diplomacy'.

Krisis Rohingya dan Kepentingan Indonesia
Ads by Kiosked
Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kemlu Desra Percaya (kacamata) dan Bini Buchori (kanan). (VIVA.co.id/Dinia Adrianjara)
 
CB – Krisis kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, tetap menjadi perhatian Indonesia. Sebab, Indonesia memiliki kepentingan dalam menciptakan perdamaian dan kesejahteraan.
Menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Binny Buchori, Presiden Joko Widodo telah mencanangkan hal tersebut dalam Agenda Nawacita.
"Sudah menjadi niat Presiden Jokowi yang tercantumkan dalam visi dan misi serta peran Indonesia di kawasan dan menciptakan regional yang adil dan aman," kata Binny, di Jakarta, Kamis, 9 Februari 2017.
Dalam Agenda Nawacita yang dirancang pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla juga telah disampaikan mengenai penguatan peran Indonesia dalam kerja sama global dan regional untuk membangun saling pengertian antarperadaban.
Selain itu, Indonesia juga ingin memajukan demokrasi dan perdamaian dunia. "Agenda ini juga menuliskan bahwa Indonesia akan meningkatkan kerja sama pembangunan Selatan-Selatan serta mengatasi masalah-masalah global yang mengancam umat manusia. Salah satunya kasus Rohingya," ujar Binny.
Ia menegaskan sudah menjadi strategi presiden untuk memperkuat Indonesia sebagai negara kekuatan menengah. Terkait penyelesaian konflik Rohingya, Binny mengungkapkan, Indonesia memilih untuk tidak menggunakan cara 'megaphone diplomacy', tetapi lebih menekankan pendekatan persuasif.
'Megaphone diplomacy' adalah istilah dari berkoar-koar di depan publik yang menimbulkan perhatian khalayak.
"Kita memilih gaya persuasif dan melibatkan masyarakat sipil sehingga menciptakan keadaan yang lebih aman. Pasti plus dan minusnya. Tetapi, sejauh ini pendekatan kami yang bisa diterima di Myanmar dan berdampak untuk perbaikan di Rakhine," tegas Binny.



Credit  VIVA.co.id