Kamis, 11 Desember 2014
ASEAN terbelah mengenai sengketa Laut Tiongkok Selatan
Pelatihan Filipina: Marinir Filipina turun dari kendaraan amfibi tempur selama latihan bersama di bulan Oktober dengan Marinir AS di kota San Antonio, provinsi Zambales, di sepanjang pantai Laut Tiongkok Selatan. [AFP]
CB - Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara [ASEAN] telah gagal menghasilkan strategi gabungan yang kredibel untuk untuk mencegah Tiongkok, sehingga menyebabkan Filipina, Indonesia dan Vietnam saling mendekatkan diri satu sama lain, dan Jepang sebagai gantinya. Oleh karenanya, Amerika Serikat, Jepang dan kemungkinan India akan diuntungkan akibat ASEAN yang tidak efektif.
“Tampaknya, tahun ini hanya membuat kita lebih dekat dengan insiden besar, salah perhitungan atau konflik serius di Laut Tiongkok Selatan. Namun, hanya ada sedikit kesatuan dari blok ASEAN, meskipun sudah banyak berdiskusi,” tulis Elliot Brennan di jurnal The Interpreter, yang diterbitkan di Sydney, Australia, oleh Lowy Institute untuk Kebijakan Internasional, tanggal 28 November.
KTT ASEAN yang terdiri dari 10 negara tanggal 12 hingga 13 November di Nay Pyi Taw, ibu kota Myanmar, hanya menyepakati ungkapan keprihatinan yang mengambang terhdaplangkah Tiongkok yang berlanjut untuk menegakkan kedaulatan dan kendali penuh atas 90 persen Laut Tiongkok Selatan.
Pernyataan KTT berhasil menyatakan bahwa ASEAN tetap prihatin, yang dipertegas lebih jauh mengenai pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas, termasuk kebebasan bernavigasi di laut dan di wilayah udara di atas Laut Tiongkok Selatan.
Alih-alih menyepakati pembentukan blok kesatuan diplomatis dan akhirnya keamanan bersama, para anggota ASEAN mempercayakan diri kepada kekuatan militer mereka masing-masing untuk mulai membangun persenjataan yang masif. Vietnam telah meninggalkan isolasi tradisionalnya dan sedang membangun hubungan dengan Jepang, Amerika Serikat, dan India, sambil mendekati Filipina dan Indonesia.
Pemimpin baru Indonesia mengubah fokus
Indonesia adalah pemimpin dan pendorong gerakan seluruh konsep blok regional ASEAN. Tetapi, strategi itu mendapatkan pukulan dengan kemenanganPresiden Joko Widodo.
Widodo, mantan walikota yang terpilih tahun ini, memiliki ekspektasi yang mengherankan, bahwa ia hanya akan berupaya menenangkan Tiongkok, dan mempertahankan Marty Natalegawa, menteri luar negeri Indonesia pada lima tahun sebelumnya, kembali menjabat posisi lamanya ini untuk menjalankan kebijakan luar negeri. Natalegawa membuat Indonesia, negara paling banyak penduduknya di ASEAN, yang mencapai 250 juta jiwa, kekuatan utama dalam menjaga kesatuan blok 10-negara itu, bahkan jika itu berarti hanya mengambil posisi kompromi yang berhati-hati untuk menenangkan Beijing atas sengketa Laut Tiongkok Selatan.
Widodo menggantikan Natalegawa dan menyingkapkan kebijakan strategis baru yang visioner untuk membangun Indonesia sebagai negara kekuatan maritim yang dominan, berjaya di lautan di wilayah penting antara area tradisional lingkungan pengaruh Tiongkok, Jepang dan India.
Negara-negara lain di ASEAN sudah meninggalkan kebijakan konsensus lama yang bersikap sangat berhati-hati untuk menghindari konfrontasi atau membuat Tiongkok murka. 10 anggota ASEAN yaitu, Brunei, Myanmar, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.
Filipina meningkatkan pembelanjaan untuk pertahanan
Presiden Filipina, Benigno Aquino III mengumumkan bahwa pemerintahnya berencana mengeluarkan biaya sebesar $2 miliar untuk pengadaan perlengkapan pertahanan pada tahun 2017.
Vietnam juga mengambil langkah yang lebih dahsyat. demikian pengamatan The Interpreter. “Ketidakpercayaan Vietnam yang sudah tercatat dalam sejarahnya terhadap negara tetangganya di bagian utara, kini ditegaskan kembali. … Pada September dan Oktober, Vietnam mulai melebarkan basis persahabatannya. Negara ini lebih mendekati A.S., yang sudah mencabut sebagian embargo senjata.”
Selain itu, Perdana Menteri Vietnam, Nguyen Tran Dung bertemu dengan Perdana Menteri India, Nahendra Modi di New Delhi. Kedua pemimpin ini menandatangani serangkaian kesepakatan termasuk kesepakatan yang akan memungkinkan dua blok eksplorasi minyak bumi India di zona ekonomi eksklusifnya (EEZ) di Laut Tiongkok Selatan.
Pada bulan November, Hanoi mengirimkan dua kapal perang miliknya yang paling dahsyat dan modern pada misi niat baik yang tidak ada sebelumnya, mengunjungi Indonesia, Filipina dan Brunei.
Peristiwa ini “merupakan reaksi yang tidak terelakkan terhadap kegigihan Tiongkok untuk menunjukkan supremasinya di Laut Tiongkok Selatan” demikian yang disampaikan pakar keamanan Asia Timur, Gordon G. Chang kepada Asia Pacific Defense Forum [APDF]. “Kebijakan Beijing yang agresif di kawasan terus mendorong negara tetangganya untuk bersama-sama dalam melakukan pertahanan diri mereka.”
Tiongkok menawarkan miliaran kepada ASEAN
Ironisnya, Tiongkok mengambil langkah pencitraan di KTT ASEAN di Myanmar..
Perdana Menteri Tiongkok, Li Keqiang mengusulkan traktat persahabatan dengan negara-negara Asia Tenggara, dengan menawarkan $20 miliar USD dalam bentuk pinjaman. Li mengatakan bahwa traktat tersebut bertujuan menyediakan kerangka kerja institusional dan jaminan hukum untuk kehidupan bersama yang damai antara kedua belah pihak dari generasi ke generasi. Pinjaman preferensial dan khusus $20 miliar itu akan digunakan untuk membangun infrastruktur ASEAN.
Mengomentari prakarsa ini, analis Carl Thyaer mengatakan di Phnom Penh Post, “Uang tersebut dimaksudkan untuk mengirim pesan, bahwa Tiongkok adalah bapak dermawan Asia Tenggara dan akan mengalahkan penawaran A.S. Ini merupakan pelajaran bagi Laos, [Myanmar] dan Singapura yang mendukung Tiongkok, akan mendapatkan imbalan.”
Namun demikian, semua keterampilan diplomatis dan sumber daya Tiongkok tidak menghalangi para anggota ASEAN yang terlibat dalam sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan dengan Beijing untuk memutus hubungan dengan organisasi secara menyeluruh, demikian yang diutarakan oleh Thuc D. Pham dari Akademi Diplomatik Vietnam dalam The Diplomat tanggal 1 Desember.
“Kita telah melihat kesenjangan yang melebar antara komitmen politik dan tindakan aktual – maksud saya, situasi yang sesungguhnya di laut. Dan itu adalah tantangan yang harus kita atasi,” demikian yang diakui oleh Sekretaris Jendral ASEAN, Le Luong Minh dalam wawancara dengan Voice of America tanggal 11 November.
Insentif ekonomi memang cara yang bagus untuk memulai keselarasan politik, tetapi ini jarang menuntaskan sesuatu, tulis Darren Lim dari Australian National University’s College of Asia and the Pacific dalam The Strategist, blog milik Australian Strategic Policy Institute. “Bahan penting tidak terkandung di dalamnya – keamanan.”
Credit APDForum